Mohon tunggu...
ignacio himawan
ignacio himawan Mohon Tunggu... Ilmuwan - ilmu terapan untuk keseharian

Sekedar berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Anti Brexit: "It's Economy, Stupid"

1 Juli 2016   07:27 Diperbarui: 1 Juli 2016   08:10 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sekedar tulisan untuk menutup persoalan Brexit...

Dalam pemilihan Presiden di awal tahun 1990-an, Bill Clinton memperkenalkan slogan "It's economy, stupid" kepada dunia. Dengan demikian kampanyenya difokuskan pada sektor ekonomi. Strategi ini dengan gemilang berhasil mengalahkan George Bush, Senior, yang belum lama berselang berhasil mengangakt pamor AS dengan kesuksesan Perang Teluk babak pertama.

Tabel yang disajikan di penghujung artikel BBC yang merupakan post-mortem analisis dari referendum menunjukan kalau kelompok Anti Brexit, melihat ekonomi adalah alasan utama untuk tetap berada di dalam UE. 67% pemilih menyatakan ekonomi sebagai alasan. Hal ini mungkin tidak mengherankan apabila menginga bahwa semenjak masa kampanya untuk referendum, para pendukung anti Brexit memang menggunakan ekonomi sebagai alasan utama.

Sebagian besar ekonomi Inggris memang hasil hubungan ekonomi dengan negara-negara Eropa lain dalam pasar bersama yang didirikan sejak zaman MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) -- pendahulu UE. Mobilitas kapital dan penduduk secara bebas adalah salah satu pilar utama bagi pasar bersama ini. Haruslah diakui bahwa elit politik UE yang menekanan ke-dua pilar ini memang berpikiran logis.

Finansial adalah sektor industri utama di Inggris. Sebagai negara yang sangat tidak proteksionis, Inggris memiliki aturan yang sangat memudahkan pergerakan modal. Sebagai anggota UE, London menjadi tempat ideal untuk menghubungkan modal dari Eropa (volume ekonomi terbesar di dunia), AS (volume terbesar kedua) dan seluruh bagian dunia lainny. Hasilnya London saat ini bersaing ketat dengan New York sebagai pusat finansial dunia. Posisi ini sangat terancam kalau Inggris keluar dari pasar bersama karena UE mengenakan bea masuk yang cukup tinggi. Walaupun keanggotaan UE bukan syarat utama untuk memasuki pasar bersama, Inggris dapat dipastikan harus membayar 'tiket' ditambah sejumlah ketentuan lain untuk tetap menjadi anggota pasar tersebut. Bagi para Anti Brexit, proses negosiasi untuk akses pasar ini menjadi isu utama karena memang apa hasilnya tidak dapat diketahui saat ini. Ketidakpastian inilah yang menyebabkan gonjang ganjingnya harga saham perusahaan-perusahaan finansial dalam seminggu belakangan ini. Dan mengingat pentingnya sektor tersebut, pertumbumbuhan ekonomi Inggris memang dikhawatirkan akan terganggu sehingga menyebabkan turunnya nilai GB pundsterling credit rating Inggris dari AAA menjadi AA (sama dengan AS).

Dalam sektor manufakturing teknologi tinggi, sains-teknologi dan kesehatan (National Health Service - NHS) mobilitas tenaga kerja adalah faktor yang penting karena Inggris tidak mampu mencetak tenaga Insinyur, dokter, dan medis lainnya dalam jumlah cukup. Di lain pihak pasar tenaga kerja di negara UE lain seperti Jerman dan Prancis yang sulit memecat orang menyebabkan langkanya posisi bagi para profesional muda sehingga banyak dari mereka yang berpindah ke Inggris. Dengan keluar dari UE tenaga-tenaga kerja ini tidak lagi dapat bekerja dengan bebas di Inggris, setidaknya apabila issue imigrasi yang dipakai oleh kelom pok Brexit memang berjalan seperti yang dibayangkan oleh kebanyakan orang. Kesulitan ini pula yang dibayankan oleh para anti-Brexit akan membuat investor menjadi kurang tertarik untuk menanam modal dalam perusahaan-perusahaan manufakturing dan sains-teknologi di Inggris.

Singkatnya, pilihan untuk anti-Brexit adalah sebuah pilihan pragmatis yang berhubungan langsung dengan daya ekonomi sang pemilih. Tampaknya hal inilah yang menjadi alasan utama mengapa PM David Cameron memutuskan untuk melakukan referendum. Apabila dihadapkan pada dua pilihan: terus menjalankan yang sudah ada, meskipun tidak sempurna, atau perubahan menuju sistem yang lebih ideal tetapi dengan resiko ekonomi yang besar, maka sang pragmatis akan mengambil pilihan pertama. 

Penutup

Hasil referendum menunjukan bahwa jumlah sang pragmatis ternyata agak terlalu sedikit untung memenangkan referendum. Menarik untuk disimak pada pilpres 2014, KMP yang menawarkan pilihan pragmatis juga mengalami kekalahan tipis...

 Haruslah diakui bahwa saat ini pilihan Brexit yang kurang pragmatis memang menghasilkan berbagai permasalahan di Inggris dan UE.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun