Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... -

PENDIRI DAN KETUA UMUM ORMAS BANTENG INDONESIA (BANINDO) 2011 - SEKARANG DEPARTEMEN KEAGAMAAN DPP PDI PERJUANGAN JAKARTA 2010-2015 ANGGOTA PERSATUAN INSYINYUR INDONESIA JAKARTA 2011-SEKARANG KETUA BIDANG KETAHANAN PANGAN DPP KNPI JAKARTA 2011-2014 SEKJEN DPN PERADAH INDONESIA JAKARTA 2009-2012 KETUA DPP PERADAH DKI JAKARTA 2007-2010 WAKIL KETUA DPD KNPI DKI JAKARTA 2008-2011 ANGGOTA KOMISI HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA DPD KNPI KOTA JAKARTA BARAT 2003-2006

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pembangunan Demokrasi, Reformasi Birokrasi, dan Penegakan Hukum

24 Mei 2017   09:17 Diperbarui: 24 Mei 2017   09:36 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PEMBANGUNAN DEMOKRASI

Sepuluh tahun pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia persisnya tahun 1955 ketika Hatta mengeluarkan Maklumat Pemerintah maka bangsa Indonesia untuk pertama kalinya menyelenggarakan pemilihan umum multi partai. Tentu euforia kemerdekaan ini disambut gembira oleh bangsa Indonesia yang telah terbebas dari kolonialisme lebih dari 300 tahun.
Pemilu tahun 1955 ini melahirkan kemenangan partai besutan Sukarno yakni Partai Nasional Indonesia (PNI) disusul Partai Masyumi, Partai Nahdlatul Ulama dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan partai gurem lainnya sehingga terbentuklah badan konstituante. Namun karena gagal menyempurnakan UUD Sementara maka pada tanggal 5 Juli 1959 Sukarno membubarkan badan tersebut dan kembali ke UUD 1945. Pada masa demokrasi terpimpin tersebut Sukarno tetap mengakomodir partai selain PNI dalam kabinet.

Setelah kekuasaan Sukarno diakhiri tahun 1967 oleh MPRS bentukan Soeharto yang menyalah gunakan Supersemar maka selanjutnya Soeharto diangkat sebagai presiden dan menyebut eranya sebagai Orde Baru dengan jargon melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekwen.
Soeharto mampu menjauhkan kehidupan rakyat dari politik dengan pendekatan stabilitas keamanan dengan dalih demi keberlangsungan pembangunan. Maka tahun 1973 Orde Baru memaksa seluruh partai politik kecuali PKI untuk berfusi maka lahirlah PPP dan PDI ditambah Golkar.

Era Orde Baru dengan sokongan utama dari Golkar jalur ABRI (TNI/Polri), jalur Birokrasi (PNS/Korpri), dan unsur Golkar sendiri berhasil berkuasa melalui pemilu yang sekedar formalitas sebagai stempel legitimasi. Rakyat tak lagi dapat mengekspresikan kebebasan demokrasinya karena akan berujung pada terali besi. Kebebasan pers yang semestinya menjadi salah satu pilar demokrasi tak luput dibredel bila coba-coba menyuarakan kebenaran. Begitu represifnya negara/penguasa Orde Baru yang anti demokrasi hingga pecah kasus 27 Juli 1996 dengan membiarkan penyerangan kantor PDI di jalan Diponegoro. Sejumlah aktifis butuh, aktifis demokrasi lenyap dihilangkan hingga muncullah kemudian people power, kekuatan aktifis PDI pro Mega, aktifis buruh, aktifis demokrasi dan aktifis mahasiswa bergerak bersama rakyat menumbangkan tirani Orde Baru dengan memaksa Soeharto lengser Mei 1998. Era ini selanjutnya kita kenal dengan reformasi.

Reformasi dimaknai sebagai masa kebebasan dari tirani demokrasi yang terbelenggu selama 32 tahun. Berbagai kelompok-kelompok muncul bak jamur tumbuh di musim hujan, banyak muncul pula tokoh dan politisi karbitan, baik menokohkan diri atas nama agama maupun atas nama demokrasi. Muncul kemudian 48 partai politik sebagai peserta pemilu 1999 yang memberikan kepercayaan kepada PDI Perjuangan sebagai partai pemenang. Lima tahun kemudian tahun 2004 sebagai pemenang adalah partai Golkar. DPR sebagai wakil rakyat yang menjalankan fungsi legislasi terus mengupayakan substansi demokrasi yang berkualitas sehingga terlaksananya Pilkada dan Pilpres langsung dipilih oleh rakyat.
Bayangkan begitu cepatnya perubahan struktur demokrasi yang kita bangun pasca reformasi dari Gubernur/Bupati/Walikota yang dipilih DPRD menjadi dipilih langsung rakyat. Presiden yang awalnya dipilih MPRRI menjadi dipilih langsung oleh rakyat.

Oleh karena demokrasi sudah menjadi pilihan bangsa Indonesia untuk mendapatkan pilihan pemimpin terbaik maka sudah menjadi tanggungjawab kita bersama untuk menjaga tahapan proses pemilu baik pilkada, pileg maupun pilpres dapat berlangsung jujur, adil, dan fair.
Sehingga apa yang kita harapkan dari pembangunan demokrasi yang bermartabat dengan tetap mengedepankan persatuan Indonesia dan bermuara pada upaya mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan sosial melalui sarana demokrasi partisipatif dapat terwujud.
Jika kemudian ada pihak-pihak yang menodai proses pembangunan demokrasi dalam pilkada DKI Jakarta dengan mengembangkan isu SARA ataupun penistaan agama tentu patut kita pertanyakan nasionalismenya.

REFORMASI BIROKRASI

Kita seharusnya menyadari bahwa birokrasi yang lamban akan berdampak pada produktifitas baik disetor swasta maupun pemerintah.
Kecenderungan birokrasi swasta lebih efisien dari birokrasi pemerintah perlu kajian menyeluruh kenapa hal itu bisa terjadi.
Salah satu faktor yang bisa kita sebut sebagai faktor utama adalah Sumber Daya Manusia. Kemudian faktor kolusi dan nepotisme punya andil menggiring kepada tindakan korupsi yang salah satunya terungkap faktanya pada kasus tangkap tangan Bupati Klaten. Kasus tangkap tangan oleh KPK tersebut membuka mata kita bahwa selama kurun waktu 10 tahun suksesi kepala daerah di Klaten hanya berganti posisi diseputar Bupati dan istrinya serta Wakil Bupati dan istrinya.

Reformasi Birokrasi yang telah diimplementasikan saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta telah berdampak kepada efisiensi, maksimalnya pendapatan asli daerah hingga APBD yang awalnya 40 T menjadi lebih dari 70 T. Dengan demikian mengupayakan akses pelayanan kebutuhan dasar warga Jakarta atas pendidikan dan kesehatan melalui KJP dan KJS, administrasi kependudukan gratis serta perijinan yang mudah tidaklah sulit termasuk pembangunan infrastruktur publik, normalisasi kali untuk meminimalisir dampak banjir kini mulai dirasakan.
Lelang jabatan dalam struktur birokrasi eselon II dan III telah memberi kesempatan kepada orang-orang terbaik dan kompeten untuk melaksanakan kebijakan teknis dan inipun kemudian dilanjutkan ketika Jokowi kini dipercaya sebagai Presiden dalam memilih eselon I, II dan III di kementerian dan lembaga.
Oleh karena itu reformasi birokrasi adalah kebutuhan mutlak untuk meningkatkan produktifitas dan daya saing bangsa Indonesia.

PENEGAKAN HUKUM

Dalam pembukaan UUD 1945 jelas ditegaskan tujuan lahirnya kemerdekaan Indonesia yang diperjuangkan dengan darah dan air mata adalah menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Prinsip Negara Indonesia adalah negara hukum sesuai Pasal 1 (3) UUD 1945 mengharuskan negara berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara harus memberikan akses seluas-luasnya tanpa diskriminasi ekonomi dalam memajukan kesejahteraan umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun