Mohon tunggu...
iga angriani24
iga angriani24 Mohon Tunggu... -

Mahasiswa FKIP UNIVERSITAS MATARAM

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Lain di Bibir Lain di Hati Itulah Sosok Pemimpin Saat Ini

28 Maret 2015   21:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:51 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita melihat dari berbagai fenomena-fenomena yang ada dalam Negara ini seperti korupsi, wilayah Negara Indonesia dijual, aset-aset Negara di kuasai oleh Negara lain, dan hokum yang tidak tegas (tumpul ke atas runcing ke bawah) pasti kita mengatakan “wah hal yang seperti itu sudah biasa terjadi di Negara ini” bagai mana kita bisa menganggap hal yang seperti ini sudah biasa dalam negri kita ini, sangat menyat hati, sungguh kasihan negriku, seperti yang di katakana bukan lautan hanya kolam susu, tapi hanya orang-orang kaya saja yang bisa minum susu, kain dan jala cukup menghidupi mu, tetapi kekayaan kita banyak di curi oleh Negara lain, orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat dan kayu menjadi tanaman, tapi warga Indonesia belum semua sejahterah, banyakpejabat yang menjual batu dan kayu untuk membangun surganya sendiri. Negara Indonesia adalah tanah surga, mungkin kata seperti itu bisa kita ucapkan lagi, tapi bagaimana dengan kenyataannya! apakah Negara ini masih di katakanan tanah surga? Apakah ini yang kalian janjikan pada saat kalian ingin di pilih sebagi pemimpin Negara ini, sanagat miris sekali, kalian hanya bisa memanfaatkan jabatan untuk memuaskan diri kalian sendiri.

Banyak saudara-saudara ku diluar sana yang belum mendapatkan kemerdekaan, belum mendapatkan kesejahteraan, padahal Negara kita ini hampir 70 tahun merdeka, tapi kalian hanya diam saja, seakan-akan kalian tidak mendengar bahkan kalian tidak melihat, jeritan saudara-saudara ku, bagi mana saudara-saudara ku mempertahankan hidup dengan kemiskinan dan penderitaan, banyak anak yang tidak bersekolah, banyak orang tidak mendapatkan pelayanan medis yang layak, terutama di plosok-plosok negari, bahkan mereka merasa bukan warga Negara Indonesia karena tidak di perhatikan oleh “kalian” wahai para pemimpinku, mereka lebih meresa di hargai oleh Negara tetangga dari pada Negaranya sendiri, Indonesia tercinta yang katanya tanah surge,yang tepatnya surge bagi yang berkuasa saja, hendaklah “kalian” tau bagaimana menderitanya warga Indonesia, tangisan ada di mana-mana, jangan hanya memikirkan surge mu sendiri. Terlepas dari itu anggaran pembayaran pengemis, pemulung, pengamen, anak yatim dan fakir miskin yang terlantah tidak jelas arahnya kemana, apakah di cairkan atau di korupsi? Mereka yang di serahi amanat untuk mengurus negri ini telah menjadi lintah bagi rakyatnya sendiri, mereka menjadi komprador investor asing yang menjadi predator yang menghisab darah bangsa. Jika di masa lalu pemimpin kita rebut memperdebatkan gagasan, kini mereka rebut memperebutkan duit. Jika masa lalu para pemimpin memang prinsip menjadi pemimpin itu menderita, kini mereka menikmati menjadi pemimpin, mereka tidak ada yang mau bekerja melainkan mereka menikmati hak-hak yang bukan haknya.

Inilah realitas pemimpin saat ini, yang telah memperkuat prinsip kami bukan pemimpin melainkan penguasa. Penguasa yang ingin selalu menjilat darah rakyatnya. Penguasa yang tidak memberikan kebebasan pada anak-anak tidak mampu. Negara ku bangkitlah, bangkitlah dari kerterpurukan ini, bangkitlah dari kemiskinan ini, bangkitlah wahai para pemeimpinku, bukalah mata hati “kalian” betapa menderinya Negara ini. Wahai para pemimpinku, jadilah pemeimpin yang amanah, yang bijaksana, yang jujur, dalam melaksanakan tugas mu.


Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun