Mohon tunggu...
Ifandi Khainur Rahim
Ifandi Khainur Rahim Mohon Tunggu... -

ex-Ketua BEM Fakultas Psikologi UI 2018. Hobinya menulis dan bikin video. Tulisannya random kalo di Kompasiana. Lebih lanjutnya, silahkan kunjungi https://www.ifandikhainurrahim.com/ atau cek channel Youtube saya http://youtube.com/c/SatuPersenOfficial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Evan, Atheisme, dan Tuhan: Flashback

29 Oktober 2016   01:41 Diperbarui: 29 Oktober 2016   01:55 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Percaya atau tidak, mood yang berantakan bisa menjadi penentu dikerjakannya sesuatu atau tidak. Contohnya tulisan ini, mood saya memang sedang berantakan ketika menulis ini. Bukan, bukan karena galau atau apapun, namun karena sakit kepala yang tak kunjung usai. Sudah terhitung 4 hari dan sakit kepala ini masih belum sembuh juga. Namun uniknya, mood yang berantakan ini justru malah membuat saya berhasil menulis artikel ini. 

Kalau berbicara tentang Atheis, jujur saya selalu mengagumi mereka. Mereka pintar, unik, tidak terikat, dan menyenangkan! It really is! Makannya jika banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tidak bermoral, bodoh, ataupun 'penghuni neraka', seringkali saya mengernyitkan dahi saya. Sebab justru, mereka adalah makhluk paling bermoral, logis, dan ter-manusiawi yang saya kenal.

Dengan ketiadaan Tuhan dan aturan universal yang mengatur bagaimana manusia harus bertingkah laku, selalu mengesankan bagi saya ketika seorang Atheis melakukan tindakan kebaikan. Sebab kebaikan yang orang Atheis lakukan tidak punya makna tersembunyi tertentu. Mereka baik karena ingin melakukan hal baik. Bukan karena imbalan surga atau ketakutan akan neraka. Dan itulah salah satu hal yang membuat saya kagum terhadap mereka. They create their own meaning.

Mereka realis, tidak naif, dan mampu melepaskan diri dari aturan yang membelenggu selama ribuan tahun di bumi ini. 

Bukan. Saya bukan bagian dari mereka, tolong jangan ngejudge dan berpikiran goblok seperti itu dulu.

Saya percaya Tuhan itu ada. Tanpa disuruh pun manusia pasti akan mencari sosok yang lebih superior, yang mengendalikan keseluruhan sistem alam semesta dan semua yang terlibat di dalamnya. 

Tuhan ada dimana saja. Ya, Tuhan adalah sosok yang sempurna. Dan karena Dia sempurna, tentu Dia tidak akan sensi-an, Dia tidak akan mengkategorikan dunia yang rumit ini menjadi hitam dan putih. Tidak seperti kamu. 

Karena Dia sempurna, tentu Dia akan berpikiran terbuka. Dia juga akan memaklumi saat-saat di mana kita meragukan-Nya, menghujat-Nya, melaknat-Nya, men-taianjingkan-Nya (ok that’s enough), dan seterusnya. 

Sebab Dia mengerti, terkadang fase seperti itu dilewati agar kita semakin mengenal dan dekat dengan-Nya. Ya, Dia sempurna. Kamu tidak perlu berpikir kalau Dia akan selalu siap menghukum segala tindak jelek kita. Tidak perlu juga bertindak sok suci dan sok baik jika hanya didasari pamrih karena takut diazab oleh-Nya. 

Ya, Tuhan itu sempurna. Dan Dia selalu ada, saya percaya itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun