Mohon tunggu...
Ifah Latifah
Ifah Latifah Mohon Tunggu... Guru

Penulis buku antologi Guru Profesional (Laikesa: 2020). Antologi Jawaban dari Tuhan (Dd Publishing:2020). Antologi Mengedukasi Negeri (Madani Kreatif: 2020) Guru Limited Edition ( Pustaka Literasi : 2021) Puisi 1000 penggiat Literasi judul Indonesia bangkit(Geliat gemilang abad i: 2021) Nak sungguh aku mencintaimu ( Little Soleil : 2021)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Komite Sekolah: Hapus Saja, Jika Tidak Memberikan Konstribusi

22 Mei 2025   23:30 Diperbarui: 22 Mei 2025   23:48 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kita bertanya dalam hati, "Apa sebenarnya peran Komite Sekolah di sekolah kita?" Pertanyaan ini mungkin muncul bukan tanpa alasan. Di banyak tempat, komite sekolah hanya ada sebatas nama. Namanya dicantumkan di papan struktur organisasi, tapi keberadaannya nyaris tak terasa dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Padahal, lembaga ini memiliki potensi besar jika dijalankan sebagaimana mestinya.

Komite Sekolah seharusnya menjadi mitra strategis sekolah. Lahir dari keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 014/U/2002 yang menggantikan BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan), komite sekolah diharapkan menjadi wadah mandiri, nonhirarkis, dan nirlaba yang dibentuk secara demokratis oleh masyarakat. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 56 ayat 3 pun dijelaskan bahwa Komite Sekolah memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan dukungan moral, tenaga, sarana, hingga pengawasan.

Namun kenyataannya, tidak sedikit komite sekolah yang 'mati suri'. Tidak aktif, tidak berkontribusi, bahkan tidak tahu apa sebenarnya tugas dan tanggung jawab mereka. Ketika sekolah butuh dukungan dalam peningkatan mutu---baik dari sisi kebijakan, anggaran, hingga komunikasi dengan masyarakat---komite seringkali absen. Akhirnya, sekolah berjalan sendiri, tanpa dukungan strategis yang seharusnya bisa mereka dapatkan dari lembaga ini.

Jika Hanya Nama, Untuk Apa Dipertahankan?

Pertanyaan kritis pun muncul: jika komite sekolah tidak berfungsi sebagaimana mestinya, untuk apa dipertahankan?

Tentu ini bukan ajakan untuk membubarkan lembaga komite secara menyeluruh, melainkan sebuah refleksi. Komite sekolah harus kembali pada ruh pembentukannya: menjadi jembatan antara sekolah dan masyarakat. Mereka seharusnya mampu menjembatani kepentingan orang tua, dunia usaha, dan lingkungan sekitar agar semua pihak bergerak bersama demi pendidikan yang lebih baik.

Komite bukan hanya panitia sumbangan. Mereka punya peran strategis sebagai:

  • Pemberi pertimbangan (advisory) untuk kebijakan sekolah,
  • Pendukung (supporting) baik dari sisi pemikiran, tenaga, maupun dana,
  • Pengontrol (controlling) terhadap pelaksanaan program pendidikan secara transparan, dan
  • Mediator (mediating) antara sekolah dengan masyarakat atau pemerintah daerah.

Jika peran-peran ini tidak dijalankan, maka keberadaan komite hanya menjadi simbol tanpa substansi.

Perlu Reposisi dan Revitalisasi

Daripada dibubarkan, solusi terbaik tentu saja adalah reposisi dan revitalisasi. Komite sekolah perlu diremajakan. Susunan pengurus harus diisi oleh orang-orang yang benar-benar peduli dan siap bekerja, bukan sekadar memenuhi formalitas. Sekolah juga perlu membuka ruang kolaborasi yang nyata, bukan hanya melibatkan komite saat ada masalah atau saat penyusunan anggaran tahunan.

Selain itu, penting juga untuk memberikan pelatihan atau pendampingan bagi pengurus komite agar mereka memahami tugas, fungsi, dan potensi kontribusi yang bisa diberikan. Komite yang aktif bisa menjadi kekuatan besar dalam pengembangan sekolah, terutama dalam membangun kepercayaan masyarakat.

Lalu Komite sekolah Hidupkan atau Hapuskan?

Komite Sekolah bukanlah beban, jika dijalankan dengan sungguh-sungguh. Tapi jika keberadaannya justru menghambat, membingungkan, atau tidak memberi kontribusi nyata---sudah saatnya dievaluasi secara kritis. Sekolah membutuhkan mitra kerja, bukan hanya struktur nama.

Jadi, pilihannya hanya dua: dihidupkan dan diberdayakan, atau lebih baik dihapuskan dan diganti dengan bentuk dukungan masyarakat yang lebih relevan dan efektif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun