Dalam 100 hari pertama menjabat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi langsung tampil dengan gaya kepemimpinan yang penuh warna: tegas, cepat, dan sangat personal. Ia meluncurkan kebijakan kontroversial, mulai dari pelarangan study tour dan wisuda, pengiriman siswa "nakal" ke barak militer, hingga wacana KB vasektomi bagi penerima bansos yang disampaikan secara langsung lewat media sosial pribadinya. Namun, gaya "lone wolf governance"-nya menimbulkan pertanyaan besar: apakah ini keberanian reformis, atau justru tanda melemahnya demokrasi partisipatif di daerah?
Fenomena ini diperkuat oleh kritik dari berbagai pihak. Menurut Kristian Widya Wicaksono, pakar kebijakan publik dari Universitas Parahyangan (Unpar), gaya kepemimpinan Dedi terlalu dominan, bahkan hingga menutupi peran wakil gubernurnya, Erwan Setiawan:
"Dalam beberapa pekan kepemimpinan beliau, saya merasakan bahwa peran Wagub kurang nampak... perlu pembagian tugas yang jelas... sehingga nampak sinergitas kepemimpinan keduanya"
Pola semacam ini mencerminkan apa yang oleh ilmuwan politik disebut sebagai "one man show governance" di mana kekuasaan terpusat di satu figur, mengabaikan proses kelembagaan dan diskursus publik.
Kritik lain datang dari Haru Suandharu, Ketua DPW PKS Jawa Barat, yang menyoroti bahaya pendekatan semacam ini terhadap sistem demokrasi lokal:
"One man show itu kalau sekarang dampaknya belum terasa. Tapi ke depan, itu akan menimbulkan kesulitan besar. Itu bahaya... kebijakan semestinya tetap dikaji mendalam... jangan hanya demi mendapat aplaus dari netizen"
Kritik ini merujuk langsung pada sejumlah kebijakan kontroversial Dedi---termasuk larangan kegiatan sekolah, pendidikan militer untuk pelajar, dan wacana vasektomi. Haru menegaskan bahwa pengambilan keputusan publik harus melibatkan DPRD, ahli, dan daratan masyarakat---bukan hanya diterbitkan lewat pergub dan diumumkan di medsos.
Apa yang Hilang dari Demokrasi Lokal?
Dalam demokrasi modern, keberhasilan pemerintahan bukan hanya ditentukan oleh kecepatan atau efektivitas pengambilan keputusan, tetapi oleh proses deliberasi, transparansi, dan check and balances. Rahasia dari demokrasi sehat adalah melibatkan berbagai pemangku kepentingan---legislatif, pakar, dan masyarakat sipil---sekaligus menjaga agar kebijakan didasarkan riset dan pertimbangan matang
Kini, publik Jawa Barat tengah menyaksikan dua kutub gaya kepemimpinan: di satu sisi, popularitas visual lewat video dokumentasi dan narasi tegas ala influencer; di sisi lain, kekhawatiran atas melemahnya mekanisme institusional dan ruang partisipatif.
Menuju Tata Kelola yang Bermakna