Mohon tunggu...
Muammar Khadafi Al Hanbali
Muammar Khadafi Al Hanbali Mohon Tunggu... Guru - Hamba Allah

Hamba Allah yang ditunjuk jadi Khalifatul Fil Ardh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Praktis dalam Timbangan Muhammadiyah

3 Oktober 2023   00:16 Diperbarui: 3 Oktober 2023   00:19 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Situasi politik di Indonesia yang akhir-akhir ini memanas salah satunya ditandai dengan manuver yang dilakukan partai Nasdem dan Capres Anies Baswedan untuk berkoalisi dengan PKB serta Muhaimin Iskandar yang kerap disapa Cak Imin untuk dijadikan sebagai Cawapres nya. Tentu manuver ini sangat mengagetkan bagi koalisi perubahan (Nasdem, PKS, dan Demokrat). Partai Demokrat merasa dikhianati sebab sebelumnya Anies bersurat kepada AHY supaya dia mau dijadikan wakilnya. Efek dari  beberapa kejadian tersebut maka muncullah wajah-wajah baru dalam perkoalisian di Indonesia.

Dalam kondisi politik seperti ini, lalu bagaimanakah seharusnya warga Persyarikatan Muhammadiyah bersikap? Ada beberapa hal yang perlu kita telaah secara bersama.  Secara fundamental, Muhammadiyah mendeklarasikan dirinya sebagai organisasi Islam yang menjadikan Quran dan Sunnah sebagai landasan geraknya. Dan tentu hal ini pun terimplementasi dalam cara Muhammadiyah ketika berpolitik. Haedar Nashir menjelaskan bahwa Muhammadiyah berjuang di luar medan politik dan tidak memiliki relasi politik dengan kekuatan politik manapun (Haedar Nashir, 2008, Khittah Muhammadiyah Tentang Politik, hlm. 15).

Untuk menjaga stabilitasnya, Muhammadiyah sudah berkali-kali merumuskan prinsip-prinsip perjuangannya yang dikenal dengan 'khittah'. Perumusan khittah sudah berkali terjadi mulai dari Palembang (1956-1959), Khittah Ponorogo (1969), Khittah Ujung Pandang (1971), Khittah Denpasar (2002). Ketika menganalisis konten khittah-khittah (Haedar Nashir, Khittah Muhammadiyah Tentang Politik, hlm. 44) yang telah dirumuskan maka dapat disimpulkan  secara garis besar menegaskan bahwa Muhammadiyah menerapkan prinsip objektif dan verifikasi, bergerak pada medan dakwah pembinaan dan bukan pada lapangan politik praktis atau politik yang berorientasi pada kekuasaan, Muhammadiyah tidak memiliki hubungan organisatoris dengan kekuatan atau partai politik manapun, bersikap netral dan objektif terhadap setiap organisasi politik, Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggotanya untuk menjadi aktif ataupun pasif dalam partai politik maupun dalam memilih ataupun dipilih ketika dalam kondisi politik sesuai dengan hak asasi dengan tetap mengikuti ketentuan-ketentuan berorganisasi, bagi Muhammadiyah secara teologis politik adalah urusan duniawi yang berlaku ijtihad dan kebijakan organisasi di dalam prosesnya, dan Muhammadiyah tetap menegaskan walaupun Muhammadiyah tidak ikut serta dalam gerakan politik praktis, tapi Muhammadiyah akan tetap menjadi pihak yang pro-aktif dalam membangun masyarakat, bangsa, dan negara serta  bersikap kritis terhadap setiap kebijakan negara yang dimana Muhammadiyah berperan sebagai kekuatan moral keagamaan dan bukan kekuatan politik.

Dari Uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah bukanlah organisasi keagamaan yang bergerak dalam tatanan politik praktis. Namun tetap memberikan anggotanya kebebasan untuk berpolitik. Jikalau kita menilik ke belakang maka kita aka temukan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang terjun ke dalam lapangan politik praktis. Kita akan menemukan nama-nama elite pendahulu (assabiqul awalun) Muhammadiyah seperti Ahmad Dahlan, Muhammad Siradj, Fachodin, Hadjid, dan Mas Mansur ikut terlibat aktif dalam politik praktis di Sarekat Islam (Ridho Al-Hamdi,Akal Politik Muhammadiyah: Menelaah Cara Berpikir dan Bertindak Warga Muhammadiyah dalam Urusan Politik Praktis, hlm. 26). Lalu juga di era setelahnya sampai sekarang kita akan menemukan sosok seperti HAMKA (Cendikiawan dan Ulama Muhammadiyah), Amien Rais (Ketua Umum PP Muhammadiyah 1995-1998), Ahmad Rofiq (Ketua Umum DPP IMM 2003-2006), dan Raja Juli Antoni (Ketua Umum IPM 2000-2002). Di dalam prosesnya, mereka semua tetap menjadi anggota Muhammadiyah, akan tetapi urusan-urusan politik tidak dibawa ke dalam Muhammadiyah dan juga setiap tindak-tanduk mereka tidak dilakukan atas nama organisasi, namun atas nama pribadi sendiri.

Jadi jelas bahwa Muhammadiyah adalah organisasi dakwah Islam yang berfokus pada membangun kemasyarakatan dan semesta sebagai bentuk implementasi dari surat Al-Anbiya ayat 107 (rahmatan lil'alamin/rahmat bagi semesta alam). Namun juga Muhammadiyah tetap memberikan kebebasan bagi setiap anggotanya yang ingin terjun ke dalam dunia politik praktis dengan tetap pada mengacu Quran dan Sunnah sembari mengindahkan aturan-aturan yang berlaku di Muhammadiyah.

Semoga bermanfaat

Billahi fi sabil haq

Fastabiqul Khairat

Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatu

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun