Mohon tunggu...
Kasimo Gultom
Kasimo Gultom Mohon Tunggu... -

Blessed to Blessings

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Apakah Saya salah Memilih"?

2 Desember 2011   02:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:56 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sore itu, Kamis tanggal 29 November 2011 saat arah jarum jam menunjukkan pada pukul 17.15 WIB. Seperti biasa sepulang dari kantor saya selalu berusaha mengikuti beberapa acara televisi nasional untuk mengetahui perkembangan apa saja yang terjadi dalam satu hari itu. Saat lagi  asyiknya menikmati siaran TV tiba- tiba dering ponsel saya berbunyi, sejenak saya beralih konsentrasi kepada nomor pemanggil yang tidak asing lagi yaitu nomor teman akrab saya, dengan bergegas saya langsung angkat. Seperti biasa dengan sapaan basa basi saya langsung menanyakan kabar beliau, dan beliau  menjawab “baik baik saja”. Ini percakapan kami pertama sekali setelah dia menikah. Beberapa menit berbiacara dengan isak tangis dia terbuka tentang kondisi dia yang sebenarnya..

Kami teman akrab semasa kuliah mulai dari semester satu hingga berhasil menjadi Sarjana di Universitas Sumatera Utara. Banyak persamaan diantara kami berdua, baik dari segi hobby dan karakter, hanya saja kami berbeda jenis kelamin. Semasa kuliah kami selalu bersama, saling membangun dalam hal karakter, saling membantu dalam hal studi, saling berbagi dalam hal keluarga, bahkan segala permasalahan yang terjadi di antara keluarga kami masing masing kami saling cerita. Dan uniknya kedua keluarga kami sama sama mengalami permasalahan yang sama, bagi kami ada satu kesepakatan “ “terbuka kedalam tetapi tertutup keluar”. Apapun yang  kami rasakan saling terbuka, tetapi tidak boleh menceritakan ke orang lain dengan sembarangan.

Secara pribadi saya banyak belajar dari dia. Ketulusan hatinya dalam berbagi, keberaniannya, kedewasaanya, menghargai orang lain, optimis dalam segala hal, pandangannya akan masa depan membuat dia maju terus melangkah tanpa ragu. Terkadang saya bertanya didalam hati “siapakah lelaki yang beruntung yang menjadi pendamping hidupnya kelak”?. Pernah saya berpikir untuk mencoba menjadikan dia lebih dari sekedar teman (pacar), tetapi niat itu saya simpan dengan alasan saya sudah nyaman sebagai teman baik, walaupun harapan itu tetap ada sebelum dia menikah. Hanya saja keberanian saya tidak cukup untuk menyatakanya.”

Tetapi diantara persamaan persamaan yang saya sebutkan di atas, ada satu hal yang selalu kami perdebatkan yaitu masalah prinsip dalam menentukan“pendamping hidup” (jodoh). Perbedaan prinsip didalam hal ini begitu menonjol diantara kami berdua. Dia beranggapan proses pacaran itu tidak begitu penting “(kalau jodoh gak kemana)”, dan saya berprinsip justru proses kita dalam menentukan siapa yang terbaik untuk menjadi pendamping kita nantinya. Bagi saya proses dari sahabat – pacaran- tunangan- menikah adalah hal yang sangat penting. Motivasi kami berdua dalam memilih Pendamping hidup sangat berbeda. Dia lebih memandang dari segi pisik dan materi sehingga tidak peka dalam urusan masalah kepribadian. Sebagai sahabat saya cukup menghargai pendapat dia, pada prinsipnya setiap orang mempunyai kriteria tersendiri.

Dengan paras dia yang cantik, energik, pintar, wajar jika banyak pria yang menaruh hati kepada dia.  Singkatnya kami menamatkan kuliah tahun 2004 kemudian mengambil jalan masing masing marantau kekota yang berbeda dan mendapatkan pekerjaan yang berbeda. Ditempat dia merantau dia pacaran dengan seorang pria ganteng, pekerjaan bagus “ini cerita dia kepada saya kalau kami berbagi dalam dunia maya”.  Selama dia pacaran dia banyak menceritakan baik buruknya pacarnya. Saya selalu berusaha jadi pendengar yang baik kala ia bercerita. Dari cerita dia, dengan apa yang telah dilakukan pacarnya kepada dia saya simpulkan bahwa pacarnya pacarnya adalah seorang yang tempramental. Saya mencoba bersikap netral dan memberikan solusi yang terbaik dengan mengatakan kalau “kita tidak nyaman dengan seseorang ada baiknya kita review kembali keputusan kita sebelum melangkah lebih jauh lagi’’, tetapi karena perasaan dia sudah lebih kuat daripada keyakinan sehingga dia mengeraskan hati untuk tetap melanjutkan dengan harapan suatu saat pacarnya bisa berubah.

Sampai pada akhirnya mereka megambil keputusan terpenting untuk masa depan mereka yaitu menikah pada September 2011 lalu. Pernikahanya tergolong mewah sesuai yang dia harapkan tetapi siapa sangka kemewahan itu hanya sementara ibarat bunga yang indah akan layu juga. Kenyataan tidak seindah yang dia harapkan, pacarnya yang tempramen tidak pernah menunjukkan tanda tanda berubah. Yang namanya karakter akan sulit untuk diubah dalam waktu yang singkat. Sampai dia mengeluarkan perkataan yang tidak sepantasnya dikatakan yaitu “telah menyesal menikah dengan suaminya”, dan kalau seandainya disuruh memilih, dia akan lebih memilih untuk bercerai. Kusimpulkan batinya menderita selama mendampingi suaminya. Sukacitanya berkurang dalam menjalani rumah tangga dengan suaminya, dan dia merasa telah kehilangan identitas diri yang sebenarnya.

Dengan cerita di atas, saya hanya ingin berbagi buat teman teman yang terkasih, supaya kita lebih bijak dalam membedakan “orientasi proses dengan orientasi hasil”. Acapkali kita mengabaikan kedua hal tersebut. Kita lebih mememtingkan orientasi “hasil” sehingga mengabaikan orientasi “proses”. Proses yang baik sudah pasti hasilnya baik tetapi hasil yang baik belum tentu prosesnya benar. Proses pengambilan keputusan kita sekarang akan menentukan masa depan kita mendatang. Dengan siapa kita pacaran dan menikah ditentukan oleh kita sendiri.

Saya berharap kisah di atas juga menjadi bahan refleksi pribadi kepada teman - teman yang lagi berjuang untuk mendapatkan pendamping hidup. Kepekaan membedakan antara perasaan “cinta dan keyakinan”. Pisik dan materi memang penting tetapi bukan berarti hal tersebut menutupi rasa keyakinan kita. Kalau kita lebih menonjolkan perasaan kita maka kita cenderung mengabaikan keyakinan. Dan bagi yang sudah pacaran/ tunangan tetaplah setia mendoakan pacar masing- masing, berdoalah supaya Tuhan menunjukkan siapa pacar kita sebenarnya. Komitmen yang teguh sangat diperlukan dalam menjalin hubungan pacaran. Saling menerima antara kekurangan yang satu dengan yang lain, dengan kekurangan yang ada berusahalah untuk saling membangun. Jangan sampai salah memilih pendamping hidup.

Cerita ini hanya sebatas sharing saya kepada saudara/I terkasih, tidak ada maksud lain apalagi untuk menjatuhkan seseorang. Mohon maaf  kalau ada kesalahan tafsir dan pengertian akan kisah di atas.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun