Satwa - satwa yang ada di ASTI, seharusnya hanya "mampir" untuk sementara waktu karena ASTI hanya merupakan tempat penyelamatan sementara atau tempat transit.
Ketika satwa yang datang dalam kondisi tidak sehat fisik dan mental, semua pekerja mulai dari medis hingga keeper (perawat satwa), berusaha mengembalikan kondisi menjadi prima.
Selanjutnya, satwa seharusnya bisa dikembalikan ke hutan, ke habitat aslinya, kalau ada lembaga di daerah habitatnya yang dapat melakukan proses rehabilitasi terlebih dulu.
Proses rehabilitasi ini penting, sebab ketika satwa telah lama menjadi peliharaan orang dimana mereka terbiasa mendapatkan makan sendiri dan tidak ada ancaman dari luar (selain dari manusia nya itu sendiri), insting mereka menjadi tumpul.
Yang paling ditakutkan adalah jika mereka terluka karena tidak bisa memberikan perlawanan pada predator yang membahayakan nyawanya, atau kalah saat mempertahankan wilayah, atau malah hanya karena mereka tidak bisa mencari makan sendiri sehingga nyawanya menjadi terancam.
Itulah sebabnya diperlukan proses rehabilitasi untuk membangkitkan kembali insting mereka sehingga dapat bertahan hidup, berkembang biak, terhindar dari kepunahan, dan menghasilkan keseimbangan di alam.
Bagaimana dengan satwa yang taringnya sudah dicabut atau sayapnya patah atau memiliki cacat fisik lain? bukankah dengan keadaan seperti itu mereka tidak dapat bertahan hidup di hutan?
Benar. ASTI tidak akan ambil resiko untuk memulangkan satwa - satwa yang sudah tidak memliki potensi untuk bertahan hidup di hutan. Jika ada lembaga yang berfungsi sebagai 'panti asuhan' untuk satwa yang tidak dapat pulang di daerah habitat aslinya, maka ASTI akan melakukan translokasi.
Jadi setidaknya, walaupun tidak bisa pulang ke hutan, mereka masih dapat tinggal di lembaga tersebut, di daerah yang seharusnya mereka hidup.
Tetapi jika ada kondisi tertentu, maka ASTI siap menajdi "sanctuary" bagi mereka. Misalnya untuk kasus kakatua jambul kuning yang habitat aslinya adalah bagian timur Indonesia. Transportasi memiliki resiko tinggi yang membuat satwa stres, terutama untung bangsa unggas, atau bahkan terancam nyawanya sehingga sangat berisiko untuk memulangkannya.Â
Ada juga beberapa satwa lain yang tidak bisa pulang ke habitat karena sudut pandang medis, seperti penyakit yang harusnya tidak dimiliki oleh spesies itu. Dikahawatirkan akan menjadi epidemi baru jika satwa dipaksakan untuk lepas liar.