Mohon tunggu...
Idzan Mustafidah
Idzan Mustafidah Mohon Tunggu...

Program studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) STAI Mathaliul Falah Pati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kajen, Desa Kecil yang Tak Pernah Mati

14 November 2014   21:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:49 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14159504911138670233

PELOPOR PERISTIWA 10 SYURO

Mengenal Mbah Mutamakkin

Pepatah mengatakan, “Dimana ada gula, di situ ada semut”. Pepatah tersebut sangat tepat untuk menggambarkan keadaan Haul Syeh K.H. Ahmad Mutamakkin yang diperingati pada tanggal 10 Muharram setiap tahunnya.

“Suronan” adalah istilah yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk menyebut tanggal sepuluh bulan Asyura. Setiap tanggal 10 Syuro, Desa Kajen menjadi menjadi lautan manusia. Di setiap ruas jalan dipenuhi oleh para peziarah. Banyak masyarakat dari berbagai penjuru datang ke Pesarean Mbah Mutamakkin, tujuannya tidak lain adalah untuk mendapatkan berkah.

Mbah Mutamakkin adalah seorang ulama yang berasal dari Tuban, Jawa Timur. Di kampung asalnya, beliau juga dikenal dengan nama “Mbah mBolek”, sesuai nama desanya yaitu Cebolek. Nama “Mutamakkin” yang bermakna orang yang meneguhkan hati atau yang diyakini akan kesuciannya konon adalah gelar yang diberikan kepada beliau seusai dari menuntut ilmu dari Timur Tengah.

Diperkirakan beliau hidup sekitar tahun 1685-1710. Konon, sepulang dari Timur Tengah, Mbah Mutamakkin tidak langsung pulang melainkan pergi ke daerah utara Pati. Beliau tinggal di Cebolek di sebelah utara desa Kajen.

Terdapat pula cerita yang berkembang di masyarakat setempat (foklor) menyebutkan, sepulangnya dari menunaikan Ibadah haji, beliau menaiki jin. Tiba-tiba di tengah laut, oleh jinnya, beliau dijatuhkan di tengah laut. Kemudian beliau diselamatkan “Ikan Mladang”. Beliau dilemparkan sampai di suatu tempat. Tempat tersebut dinamai Desa Cebolek.
Ada dua versi tentang asal usul desa ini. Pertama adalah dari kata “ceblok” (jatuh), dan kedua “Jebol-jebul melek” (tiba-tiba membuka mata). Di Cebolek, Pati, beliau tinggal.
Suatu malam, Mbah Mutamakkin melihat sinar yang terang di langit. Karena heran, kemudian beliau mencari dari mana asal sinar tersebut. Ternyata sinar tersebut adalah sinar K.H. Syamsuddin, pemangku Desa Kajen yang sedang melaksanakan shalat tahajjud. Tidak banyak cerita yang berkembang, kemudian Mbah Mutamakkin dinikahkan dengan putrinya Nyai Qodimah.

Salah satu peninggalan beliau adalah sebuah masjid yang klasik. Orang setempat biasa menyebutnya dengan “Masjid Kajen”. Masjid tersebut terbilang unik. Pasalnya, hampir seluruh bagiannya terbuat dari kayu jati. Selain masjid, terdapat juga peninggalan berupa sumur Mbah Mutamakkin yang berada di Desa bulumanis. Air tersebut tidak berasa tawar meskipun berjarak sekitar satu kilometer dari laut.

Karena jasa Mbah Mutamakkin, sedikitnya terdapat 34 Ponpes yang berdiri di Desa Kajen hingga sekarang. Selain pesantren tradisional, muncul berbagai lembaga pendidikan nasional yang unik. Walaupun menggunakan pelajaran umum, tapi juga mengajarkan kitab kuning di sekolah tersebut.

Setiap 10 Muharam, di desa kecil di pantai utara Jawa Desa Kajen, Pati, lautan manusia berdatangan memperingati haul K.H. Ahmad Mutamakkin. Sosok kiai yang lahir di Tuban ini lebih memilih Kajen, sebuah desa kecil di pantai utara Jawa, untuk menyebarkan gagasan Islamnya. Setiap harinya, dari pagi hingga malam, nonstop selama 24 jam makam K.H. Ahmad Mutamakkin tidak pernah sepi dari pengunjung. Alunan bacaan Al – Qu’ran, Tahlil, Tahmid, Takbir, dan Shalawat bergema sepanjang hari, menyemarakkan suasana desa tersebut yang dihuni ribuan santri.

Adat Peringatan 10 Syuro

Tradisi 10 Syura ini merupakan sebuah bentuk tradisi yang hidup dan berkembang di Desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati yang diwariskan secara turun temurun dan dirayakan setiap tahun dimana penyampaiannya secara lisan dan merupakan milik bersama pendukungnya. Awal mula dilaksanakannya tradisi 10 Syura, Syekh Ahmad Al-
Mutamakkin ini adalah untuk mengenang akan jasa – jasa beliau sebagai tokoh agama Islam dan menghargai jasa ilmu yang beliau turunkan. Fungsi dari tradisi 10 Syura ini adalah sebagai penghormatan terhadap leluhur, sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagai gotong royong dan kebersamaan, serta ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.

Tempat perayaan dan ritual ini berlangsung di makam Syekh Kyai H. Ahmad Mutamakkin yang berada di tengah-tengah desa Kajen dan sekitarnya.

Tradisi ritual 10 Syura Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini didalamnya
terdapat bebarapa kegiatan yang dilaksanakan selama empat hari berturut-turut, yaitu mulai tanggal 6 Syura sampai pada penutupan yang dilaksanakan pada
tanggal 10 Syura. Semuanya merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.

Adapun rangkaian ritual keagamaan yang dilaksanakan antara lain; Tahtiman Al-Quran Bilghoib dan Binnadhor, buka selambu dan pelelangan, serta tahlil khoul.

Serangkaian ritual ini dimulai dengan manaqiban pembukaan di pesareyan pada tanggal 6 suro.

Acara yang kedua yaitu Tahtiman Al-Quran Bil-ghoib Acara ini
dilaksanakan pada tanggal 7 Syura. Acara yang ke tiga Tahtiman Al-Quran Binnadhor pada tanggal 8 Syura.

Tahtiman dilakukan oleh khalayak umum dan dihadiri oleh para Kyai yang diundang dan juga masyarakat pendukung yang berasal dari desa Kajen dan sekitarnya. Tahtiman Al-Quran ini dilakukan oleh laki – laki dan perempuan, yang laki-laki bertempat di pesareyan sedangkan yang perempuan bertempat disekitar pesareyan. Pada tanggal 9 Syura Acara buka selambu (kain luwur) makam dan dilanjutkan acara pelelangan selambu makam Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini merupakan acara puncak.

Tradisi ini dihadiri oleh semua orang dari berbagai kalangan. Sebelum acara buka selambu dimulai didahului dengan tahlilan terlebih dahulu. Setelah pelelangan biasanya para orang-orang yang mendatangi acara tersebut dan para zairin – zairot berebut nasi ambeng yang telah didoakan terlebih dahulu. Diantara nasi ambeng itu terdapat piring panjang bekas tempat makan dari Mbah Mutamakin. Piring panjang tersebut juga diisi makanan yang dimasak dari kyai desa kajen dari salah satu keturunan Mbah Mutamakin yang menyimpan piring tersebut. Piring ini berbentuk bulat namun lebar. Selain pembagian makanan ada juga ritual meminum air oleh para tamu dengan menggunakan tempat minum yang dahulunya dipakai mbah mutamakin untuk minum yang terbuat dari kuningan.

Pada siang harinya acara pemeriahan suronan ini di adakannya karnaval dan pentas seni dari berbagai daerah sekitar pati, kudus, jepara dan sekitarnya.

Selanjutnya pada tanggal 10 Syura merupakan acara penutupan dengan ritual manaqiban penutup dilanjutkan dengan tahlil.

Selain acara inti dari suronan tersebut biasanya perguruan – perguruan turut memeriahkan tradisi ini. Di Perguruan Matholiul Falah diadakannya Batsul Masail yang dihadiri para kyai – kyai, di Kampus STAI Mathaliul Falah sendiri juga mengadakan ExPo yang dikunjungi oleh berbagai kalangan, di stand terdapat aneka makanan dan minuman, ada juga bazar buku, batik, grosir pakaian, serta pagelaran pertas seni dan budaya, sedangkan di perguruan Salafiyah juga mengadakan pagelaran pentas seni dan budaya.

Selain tradisi suronan ini ada juga yang namanya megengan. Tradisi ini merupakan tanda syukur yang diberikan oleh Allah kepada masyarakat. Megengan ini dilakukan pada bulan ruwah / sya’ban pada tanggal 20 keatas.

“Kajen merupakan desa kecil, tapi ia tak pernah mati”.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun