Mohon tunggu...
Minke
Minke Mohon Tunggu... Jurnalis - jurnalis

Manusia Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dalam Diam

20 September 2019   22:12 Diperbarui: 20 September 2019   22:48 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awalnya, ini hanya perasaan kagum aku dengan tingkah-tingkah mu. Tapi aneh seiring berjalannya waktu. Aku malah takut kehilanganmu. Aku mulai jatuh cinta kepadamu walaupun diam-diam. Tanpa sepengetahuanmu. Kalau kamu tahu apakah kamu mau menerima cintaku?. Semua berjalan seperti biasa dan aku sangat menikmati kedekatan ini. Aku tak pernah takut saat mencintaimu. Layaknya pohon bambu mengikuti angin. Seperti itulah aku membiarkan perasaan cintaku kepadamu terus mengalir tak terkendali. 

Percakapan singkat via whatsaap mampu menyeret perasaan yang dulu sangat kuhindari dan benci. Cinta. Kamu membuka hatiku dengan cara yang ajaib. Sampai-sampai aku sendiri tak paham mengapa aku begitu mencintaimu. Walaupun dalam diam.

Cinta ini sangat tulus. Sungguh. Tak ada paksaan apapun. Aku juga tak menggangumu. Dan aku juga tidak meminta status kejelasan tentang hubungan kita. Aku tidak seberani lelaki lain? Kan. Aku mulai mencintainya, tapi takut semuanya berubah dengan cepat jika aku menuntut dengan status dan kejelasan. Aku begitu nyaman, bahkan dalam keadaan yang tidak jelas dan tanpa status seperti ini. Aku tak ingin segalanya berubah dengan cepat karena dia sudah menjadi zona nyaman bagiku. Tak ingin kupergi menjauh, ku hanya ingin dekat, terus dekat, semakin dekat. Kamu mengetahuiku juga mengenalku, tak mungkin jika kau tak menyadari ada perasaan berbeda dalam hatiku. Aku bisa menebak matamu, ketika kamu bercerita tentang dunia yang ingin kusinggahi. Di saat kamu membawa aku ke dalam dunia ceritamu yang sudah mulai aku pahami. Aku berusaha memahami kemisteriusanmu dan juga sikap dinginmu.

Aku merasa sudah mulai memahami kehidupanmu. Aku merasa layak untuk mencicipi hidup menyenangkan bersamamu. Aku sanggup mengisi hari-harimu dengan kebahagian baru yang kubuat. Tapi ternyata kita tak searah. Perhatian yang ku khususkan untukmu seakan hilang seketika. Rasa cinta yang kuperjuangkan demi dirimu seolah-olah tak pernah mampir di dalam benakmu. Kau biarkan aku mengejar bayangan sementara kenyataan sesungguhnya entah kamu simpan dimana. Batas kebahagiaan yang dulu selalu kau jelaskan secara utuh kepadaku. Kini hancur dan sirna.

Tidak mungkin kamu tidak mengetahui bahwa aku mencintaimu. Tidak mungkin kamu tidak mengetahui perhatian dan tindakanku kepadamu. Tidak mungkin juga hatimu begitu buta untuk mengartikan segalanya yang aku rasakan terhadapmu adalah cinta. Apa hatimu sengaja kamu kunci rapat untukku? Apa matamu sengaja kau butakan agar tak membiarkan bayanganmu meyentuh retinamu.

Langkahku terus kulakukan untuk memilikimu. Jemariku merasa menggengam tangamu. Kalau kau peduli padaku, kenapa membiarkanku bersaing untuk memilikimu?. Ku kira semua percakapan yang kita lakukan lewat via whatsaap spesial bagimu. Aku mengira bahwa semua perlakuanmu terhadapku itu bahwa kamu menganggap aku istimewa. Ternyata itu semua salah. Bagimu aku bukan siapa-siapa dan tak berarti apa-apa. aku tak bisa menahanmu pergi. Bahkan kau memilih menghabiskan waktumu bersama yang lain. Tanpa mengucapkan pisah dan tanpa kamu ketahui bahwa sudah ada orang yang benar-benar mencintaimu walaupun dalam diam. Mungkin ini yang disebut cinta. Sesakit apapun dia menyakitimu, kamu tetap tidak akan bisa begitu saja menghapus perasaan itu dari hatimu. Kamu tidak bisa membencinya meski kamu sangat menginginkannya. Dan meskipun kamu tahu dia kan pergi untuk selamanya, kamu tetap akan mencintainya hari ini, bahkan nanti.

Ternyata aku belum benar-benar memahamimu. Ternyata aku belum benar-benar mengenalmu. Ternyata kamu yang kuperjuangkan sangat mendalam tak seindah yang aku bayangkan.

                                                 'Aku senang menulis tentang kamu karena dalam tulisan, sosok kamu bisa abadi'.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun