Oleh: IDRIS APANDI
(Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Barat 2019-2024)
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim sejak 2019 hingga saat ini telah mengeluarkan 24 paket kebijakan Merdeka Belajar. Tujuannya adalah memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan.Â
Salah satu kebijakannya adalah diimplementasikannya Kurikulum Merdeka yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Pembelajaran diharapkan berpihak atau berpusat kepada murid (student centre), menghargai keunikan dan keragaman potensi, minat, dan bakat peserta didik sehingga proses pembelajaran diharapkan efektif dan bermakna bagi murid.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka para guru diarahkan untuk melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu pembelajaran yang disesuaikan dengan karakter, kebutuhan, minat, dan gaya belajar murid.Â
Prinsip dasarnya adalah tidak ada murid yang bodoh, tetapi yang ada adalah guru yang belum menerapkan strategi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar murid.Â
Selain itu, tidak ada murid yang tertinggal menguasai materi pelajaran, tetapi yang ada adalah setiap murid memerlukan waktu yang berbeda untuk menguasai sebuah materi pelajaran.
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memerdekakan. Setiap guru tidak bisa memaksa murid untuk menguasai semua materi pelajaran yang diampunya karena mereka memiliki potensi, minat, dan kecerdasan yang beragam.Â
Pola pikir lama bahwa murid yang cerdas, unggul, atau juara adalah murid yang menguasai semua materi pada setiap mata pelajaran harus diubah menjadi pola pikir bahwa murid berhak untuk memilih, belajar, atau mendalami materi tertentu yang diminati atau materi yang sesuai dengan kecenderungan potensi kecerdasannya, sehingga proses pembelajaran menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan, menantang, dan memberikan pengalaman belajar yang bermakna.
Dengan demikian, setiap murid bisa unggul atau juara pada bidang yang diminatinya masing-masing. Oleh karena itu, sistem rangking menjadi tidak relevan karena yang dinilai pada sistem rangking mengukur prestasi akademik secara akumulatif. Padahal bisa saja kompetensi seorang murid lemah pada mata pelajaran tertentu, tetapi potensial atau kuat mata pelajaran yang lain.