Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Adab Sebelum Ilmu

19 Januari 2022   11:39 Diperbarui: 19 Januari 2022   11:41 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saat ini publik, khususnya orang Sunda bereaksi terhadap ucapan seorang anggota DPR pada saat rapat dengan Jaksa Agung beberapa waktu yang lalu. 

Dia meminta seorang kepala kejaksaan tinggi yang bicara dengan menggunakan bahasa sunda pada saat rapat dengan DPR diganti. Pernyataannya tersebut menyinggung suku Sunda karena dinilai rasis dan menyinggung SARA.

Beberapa politisi yang berasal dari suku sunda menyangkan pernyataan rekannya di DPR tersebut. Mereka menilai hal tersebut sebagai hal yang berlebihan. Seorang jaksa bisa diberhentikan jika melanggar pidana, bukan karena menggunakan bahasa daerah (sunda) saat rapat.

Dalam rapat-rapat formal, apalagi level nasional tentunya tidak seluruhnya menggunakan bahasa daerah. Pastinya menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Penggunaan bahasa daerah mungkin hanya saat tertentu saja dan diperjelas maksudnya dengan bahasa Indonesia. 

Dalam rapat pun kadang menggunakan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, tetapi hal tersebut belum pernah ada yang mempersoalkan.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta agar yang bersangkutan meminta maaf kepada orang sunda atas pernyataan tersebut. Begitu pun para tokoh sunda, budayawan, sastrawan, dan kelompok pengguna dan pemerhati bahasa Sunda menuntut hal yang sama. 

Bahkan, selain meminta maaf, yang bersangkutan supaya yang bersangkutan diganti antarwaktu oleh partainya. Tidak layak jadi wakil rakyat di DPR karena dinilai rasis, tidak menghargai kebhinekaan, dan tidak menghargai kearifan lokal. 

Hal ini bertolak belakang dengan yang sering disampaikan oleh partai tempatnya bernaung yang sering mengampanyekan Pancasila, NKRI, fluralisme, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Di sinilah pentingnya adab sebagai representasi ilmu. Mungkin seseorang tahu tentang ilmu bertutur kata yang baik, tapi belum tentu mengamalkannya. Hal tersebut mungkin disebabkan karena yang bersangkutan hanya sekadar tahu saja, belum memahami, apalagi sampai tahap internalisasi dan aksi. 

Gelar pendidikan dan jabatan yang tinggi tidak menjamin seseorang memiliki adab yang mulia. Sikap sombong, arogan, kasar, merendahkan orang lain bisa juga karena pengaruh negatif gelar dan jabatan yang disandangnya.

Filosofi ilmu padi, yaitu semakin berisi semakin menunduk harus benar-benar ditanamkan kepada setiap orang. Sikap tidak merasa pandai, tapi pandai merasa menjadikan seseorang berhati-hati sebelum menulis atau mengucapkan sebuah kata atau kalimat. Apalagi kalau sudah menyinggung urusan SARA karena bisa menjadi masalah yang sangat sensitif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun