Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Berbasis Literasi dan Numerasi untuk Mewujudkan Karakter Pelajar Pancasilais

9 Juni 2021   15:55 Diperbarui: 9 Juni 2021   16:44 8340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Untuk membangun kemampuan berpikir kritis, maka selama pembelajaran guru memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk menyampaikan pendapat, mengkreasi ide dan gagasannya sehingga mereka bisa menemukan makna dari materi yang dipelajarinya. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator pembelajaran saja. Inilah sejatinya merdeka yang saat ini digaungkan oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim.

Dari sebuah teks bacaan, peserta didik diminta untuk menemukan dan menganalisis informasi dalam bentuk 5W (What, Who, Why, Where, dan When) + 1 H (How). Pada sebuah teks bisa terdapat aspek literasi dan numerasi. 

Oleh karena itu, pertanyaan seputar literasi dan numerasi hanya berasal dari satu teks bacaan. Atau mungkin saja satu teks hanya berisi aspek seputar literasi saja atau hanya numerasi saja.

Peserta didik diarahkan untuk menganalisis hubungan antara kalimat, hubungan antarparagraf, membuat sebuah hipotesis, mengevaluasi, mengonstruk kesimpulan, refleksi, atau makna yang didapatkannya dari naskah yang dibacanya  dan stimulus yang menyertainya. Bentuk stimulus misalnya: tabel, grafik, infografis, atau gambar. 

Rasa ingin tahu dan rasa penasaran peserta didik harus ditumbuhkan oleh guru, karena kalau rasa ingin tahu dan penasaran peserta didik tidak ada dalam hatinya, maka apapun strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak akan berjalan optimal. Tawaran hadiah atau nilai dari guru bisa menjadi semacam stimulan bagi peserta didik untuk mengerjakan tugas dengan baik.

Bacaan dan tugas yang diberikan kepada peserta didik tentunya disesuaikan dengan jenjang pendidikan masing-masing. Pada jenjang SD, naskah yang diberikan akan lebih tepat kalau dalam bentuk cerita fiksi berupa cerpen, dongeng, fabel, atau gambar yang sederhana, sedangkan untuk jenjang SMP, SMA, SMK dalam bentuk berita, informasi, kasus, gambar, atau grafik yang lebih kompleks. Berita atau kasus yang diberikan sebaiknya yang sifatnya kontekstual agar lebih bisa dipahami oleh peserta didik.

Pembelajaran yang berorientasi kepada literasi dan numerasi relevan dengan pendekatan saintifik yang dikenal dengan 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan/menalar, dan mengomunikasikan). 

Begitu pun dengan kecakapan abad 21 atau yang dikenal dengan 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creative and Innovative). 

Selain itu, pembelajaran berbasis literasi dan numerasi dapat dipadukan dengan dengan teori Bloom yang telah direvisi oleh Krathwohl dan Anderson (2002) khususnya pada level Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang meliputi menganalisis (C-4), mengevaluasi (C-5) dan mengkreasi (C-6).

Berdasarkan kepada hal tersebut, maka kalau peserta didik ingin bisa mengerjakan soal-soal AKM dengan baik, maka terlebih dahulu proses pembelajarannya pun harus dikondisikan berbasis literasi dan numerasi. Tidak bisa ujug-ujug. 

Bagi guru dan peserta didik yang telah terbiasa  dengan pembelajaran yang kritis, banyak praktik, atau banya melakukan proyek-proyek untuk memecahkan masalah, soal-soal AKM  tidak dianggap menjadi sesuatu yang baru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun