Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jabatan Kepala Sekolah, Antara Tuntutan Administratif, Manajerial, dan Politis

17 April 2017   09:20 Diperbarui: 17 April 2017   19:42 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Leader. (Ilustrasi : http://sujanpatel.com)

Secara normatif, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), kepala sekolah harus mau ditempatkan dimana saja, tetapi perlu juga dipertimbangkan kondisi psikologisnya manakala baru juga beberapa bulan diangkat sudah dimutasi lagi, dan harap-harap cemas dimutasi lagi. Kepala sekolah kesulitan dalam meningkatkan mutu sekolah, sedangkan tugas dan tanggung jawabnya begitu banyak. Satu periode jabatan kepala sekolah selama 4 (empat) tahun, tidak akan terasa seiring waktu, dan kinerja kepala sekolah pun akan dinilai untuk menentukan “nasib” pada periode berikutnya.

Walau Kepala sekolah pada dasarnya masih guru, tetapi tidak dapat “merdeka” seperti guru yang fokus kepada urusan akademik. Kepala sekolah dihadapkan pada berbagai urusan yang harus dikelolanya, mulai dari urusan akademik, manajerial, sampai ke urusan administratif. Walau jabatan kepala sekolah hanya sebagai tugas tambahan, tetapi pada kenyataannya, banyak menyita waktu dan tenaga Kepala Sekolah, sehingga keteteran dalam memenuhi kewajiban mengajarnya selama 6 (enam) JP per minggu. Oleh karena itu, ada wacana bahwa Kepala Sekolah akan dibebaskan dari kewajiban mengajar. Fokus pada pelaksanaan tugasnya sebagai Kepala Sekolah.

Mengingat besarnya tugas, tanggung jawab, dan tantangan Kepala Sekolah, pada diklat Cakep difokuskan kepada peningkatan  lima kompetensi Kepala Sekolah, yaitu (1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi manajerial, (3) kompetensi kewirausahaan, (4) kompetensi supervisi, dan (5) kompetensi sosial. Ketika seorang guru sudah diangkat menjadi kepala sekolah, maka kompetensi yang harus dimunculkannya bukan lagi pada ranah teknis, tetapi pada ranah kepemimpinan dan manajerial.

Teori kepemimpinan yang banyak dikutip adalah EMASLIM yang merupakan singkatan dari Educator, Manager, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, dan Motivator. Di satu sisi, kepala sekolah harus bekerja secara profesional sesuai dengan tupoksinya, tetapi kadang konsentrasinya terganggu oleh urusan diluar akademik, seperti kebijakan pemerintah yang berubah-ubah, “pengawasan” dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media massa yang harus disikapi dengan cerdas.

Pengalaman yang Saya alami pada saat menjadi narasumber atau penanggung jawab kegiatan, kepala sekolah ada yang meminta izin tidak mengikuti kegiatan karena adanya urusan kedinasan yang harus diikutinya. Dia harus bolak-balik karena ada pemeriksaan laporan penggunaan dana BOS. Itulah gambaran dilema yang harus dihadapi oleh Kepala Sekolah, di satu sisi memerlukan ilmu untuk meningkatkan kompetensinya, di sisi lain, dia harus menyelesaikan urusan administrasi di sekolahnya.

Ketika seorang kepala sekolah ditempatkan di sebuah sekolah dengan kondisi apapun, pada dasarnya dia harus siap. Justru tugas pemimpin adalah membereskan hal-hal yang belum beres, menertibkan hal yang belum tertib, dan merapikan hal yang belum rapi, sehingga ada perbedaan kondisi sekolah antara sebelum dia menjabat dan setelah dia menjabat. Kepala sekolah harus mampu memperdayakan dan mengoptimalkan seecil apapun potensi yang ada ditengah keterbatasan dan tantangan yang dihadapi, sehingga dia menjelma menjadi kepala sekolah profesional dan berjiwa wirausaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun