Generasi Z sering disebut sebagai generasi yang paling melek teknologi, paling cepat beradaptasi dengan tren, dan paling kreatif dalam memanfaatkan peluang. Namun, di balik semua kelebihan ini, terdapat masalah serius: meningkatnya perilaku konsumen yang mengkhawatirkan.
Mulai dari belanja impulsif di platform e-commerce hingga rasa takut ketinggalan tren perawatan kulit terkini, hingga berutang hanya untuk nongkrong di kafe trendi. Masalahnya bukan hanya kebiasaan belanja mereka; tetapi juga karena literasi keuangan belum menjadi bagian mendasar dari perjalanan hidup mereka. Kita tengah menghadapi krisis literasi keuangan, ironisnya di kalangan generasi yang dianggap paling cerdas secara digital.
Belanja Jadi Gaya Hidup, Bukan Kebutuhan
Bagi Gen Z, berbelanja lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan. Berbelanja adalah bentuk ekspresi diri, pilihan gaya hidup, dan terkadang cara untuk menunjukkan status sosial. Namun, pergeseran ini telah mengaburkan batasan antara kebutuhan dan keinginan. Mereka sering tergoda oleh diskon, penjualan kilat, atau influencer yang berkata, "Kamu benar-benar membutuhkan ini."
Di dunia yang serba cepat ini, keinginan untuk menjadi trendi dan terkini dapat membayangi penalaran finansial. Beli sekarang, pikirkan nanti. Terutama dengan kemudahan opsi bayar nanti dan cicilan tanpa bunga, semuanya terasa mudah dan instan. Namun, apa efek jangka panjangnya? Banyak yang akhirnya terlilit utang, menghadapi kekacauan finansial, dan akhirnya membuat diri mereka stres.
Teknologi Canggih, Tapi Ilmu Duit Masih Jadul
Generasi Z dapat duduk mengikuti rapat Zoom sambil menggulir TikTok, tetapi ketika membahas topik seperti investasi, penganggaran, atau bunga hipotek, banyak yang merasa bingung. Itu bukan sepenuhnya salah mereka. Sistem pendidikan kita jarang menganggap serius literasi keuangan.
Siswa dapat menghafal rumus trigonometri tetapi kesulitan mengelola pengeluaran bulanan mereka. Dalam kehidupan nyata, kemampuan mengelola uang jauh lebih relevan. Kita membutuhkan pendekatan baru terhadap pendidikan keuangan
pendekatan yang tidak kaku dalam teori tetapi relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Bayangkan jika siswa sekolah menengah diajari cara membuat anggaran pribadi, memahami investasi sederhana, atau memahami risiko pinjaman online. Itu bukan hal yang mustahil; dengan landasan yang tepat sejak usia dini, Generasi Z bisa menjadi generasi yang paling cerdas secara finansial yang pernah ada.
Toxic Productivity dan Gaya Hidup 'Flexing'
Tren Gen Z yang mengejar kesuksesan di usia muda memicu konsumerisme. Kita hidup di masa di mana 'kerja keras' bukan sekadar soal menghasilkan uang, tetapi juga soal menjaga citra. Agar tampak sibuk, produktif, dan sukses, banyak yang rela menghabiskan uang untuk barang bermerek, nongkrong di tempat trendi, atau bepergian untuk konten Instagram.
Masalahnya, tindakan ini sering kali didorong oleh rasa kewajiban, bukan kemampuan sejati. Tekanan media sosial menyebabkan banyak orang mengejar standar hidup yang tidak realistis. Pamer sudah menjadi hal biasa, bahkan dianggap sebagai prestasi. Namun, di balik unggahan yang estetik, banyak yang sebenarnya sedang berjuang secara finansial.
Hal ini menyoroti pentingnya memahami bahwa kesuksesan sejati tidak didefinisikan oleh penggambaran media sosial, tetapi oleh kemampuan mengelola hidup dengan sehat, termasuk masalah keuangan.
Mengubah Mindset: Dari Konsumen ke Kreator
Alih-alih tetap menjadi konsumen yang terjebak dalam budaya berlebih-lebihan, mengapa tidak membantu Gen Z bertransformasi menjadi kreator? Mereka memiliki potensi luar biasa untuk berproduksi, bukan sekadar mengonsumsi. Peluangnya sangat luas, mulai dari menjadi pekerja lepas dan memulai usaha kecil-kecilan hingga menciptakan konten digital yang menguntungkan.
Namun, untuk menjadi kreator yang berkelanjutan, pemahaman yang kuat tentang keuangan sangatlah penting. Ini bukan hanya tentang menghasilkan uang, tetapi juga tentang mengelola, menabung, menumbuhkan, dan berbagi dana tersebut dengan bijak. Pola pikir ini harus ditanamkan: uang bukanlah tujuan, tetapi alat untuk menjalani kehidupan yang lebih mandiri dan bermakna.
Saatnya Literasi Finansial Masuk ke Ruang Digital Gen Z
Cara terbaik untuk terhubung dengan Gen Z adalah melalui saluran yang mereka sukai: media sosial. Edukasi keuangan tidak harus datang dari seminar formal. Edukasi dapat disampaikan melalui video TikTok yang menarik, utas Twitter yang berwawasan, atau tutorial YouTube yang mengajarkan investasi tanpa membuat mereka tertidur. Kita membutuhkan lebih banyak kreator konten yang berbicara tentang keuangan dengan cara yang menyenangkan dan relevan.
Sejujurnya, bukan berarti Gen Z tidak ingin belajar tentang uang; mereka hanya belum menemukan gaya belajar yang cocok untuk mereka. Keadaan darurat literasi keuangan ini bukan hanya tanggung jawab guru ekonomi atau orang tua; ini adalah tugas bersama. Kita semua berperan dalam membentuk generasi yang tidak hanya paham teknologi tetapi juga tangguh secara finansial.
Jadi, mari bantu Gen Z memahami uang tidak hanya dari perspektif konsumsi, tetapi juga dari perspektif kontrol, strategi, dan pemberdayaan. Di tengah tren yang luar biasa dan gaya hidup digital, mereka membutuhkan lebih dari sekadar keseimbangan; mereka membutuhkan visi keuangan jangka panjang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI