Mohon tunggu...
Idik Saeful Bahri
Idik Saeful Bahri Mohon Tunggu... Seorang rakyat yang selalu menggugat

Dalam banyak tulisan, saya biasa menggunakan nama pena #idikms. Jika memang dalam tulisan-tulisan yang ada terdapat banyak kesalahan, anggap saja sebagai hiburan ya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bingungnya Proses Seleksi Cakim 2021

16 Oktober 2025   13:52 Diperbarui: 16 Oktober 2025   13:52 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Jika orang tanya, "apa status pekerjaanmu sekarang, dik?", maka jawabannya bisa melebar kemana-mana. Kenapa tidak, proses seleksi yang saya ikuti tahun 2021 ada embel-embel Calon Hakim, namun menggunakan istilah lain yaitu Analis Perkara Peradilan.

Hakim-hakim angkatan 2017, 2009-2010, maupun 2002, semuanya sama. Saat proses awal rekrutmen, lowongan yang dibuka memang Cakim (Calon Hakim). Sehingga ketika diterima lolos, walaupun statusnya masih CPNS, tapi hati mereka sudah tenang. Status Cakim bagi mereka sudah pasti.

Nah, proses semacam itu tidak terjadi dalam seleksi tahun 2021. Lowongan yang disediakan oleh Mahkamah Agung diberi istilah "Analis Perkara Peradilan". Namun Analis Perkara Peradilan (APP) tahun 2021 ini berbeda dengan seleksi APP tahun 2019. Teman-teman saya yang lolos seleksi APP 2019 target dan jenjang kariernya diarahkan untuk masuk ke kepaniteraan, entah itu staff, kemudian bisa menjadi juru sita, atau seiring waktu bisa menjadi panitera pengganti, panitera muda, maupun panitera sebagai puncak kariernya.

Namun seleksi APP tahun 2021 yang saya ikuti kemarin, arah kariernya bukan ke kepaniteraan, namun menjadi calon hakim. Hal ini dituangkan dalam pengumuman pembukaan seleksi APP 2021, dimana dibagian footnotenya diberi keterangan, "APP tahun 2021 akan diprioritaskan untuk menjadi calon hakim, dan apabila tidak lolos pendidikan Cakim, akan tetap menjadi APP".

Hal ini juga diatur secara tegas dalam Perma Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengadaan Hakim. Disana disebutkan bahwa penerimaan calon hakim diambil da peserta yang lulus seleksi APP tahun 2021.

Aturan semacam ini menurut saya ada plus minusnya. Plusnya, saat sudah lolos seleksi CPNS dan menjadi bagian dari APP, ketika nanti mengikuti Cakim dan ternyata tidak lolos pendidikan, maka status PNS nya tidak hilang. Jenjang kariernya masih bisa diubah ke kepaniteraan sama seperti APP tahun 2019. Hal ini berbeda dengan mekanisme Cakim 2017 misalnya. Saat ada orang yang tidak lolos pendidikan, maka secara otomatis status PNS nya pun hilang.

Namun tentu ada minusnya. Bagi banyak kawan APP tahun 2021, aturan semacam ini membuat bingung dan tidak memberikan kejelasan status. Proses untuk masuk Cakim juga  masih mengambang tidak tentu arah. Penempatan APP yang sekarang dilakukan  secara acak oleh  Mahkamah Agung, tidak didasarkan pada minat peserta untuk target pendidikan hakim kedepannya. Misalnya ada teman yang berniat untuk menjadi hakim di Pengadilan Negeri, tapi penempatan APP nya malah di Pengadilan Agama. Ada pula yang berminat untuk ke PTUN, tapi penempatannya malah di PN, dan yang lainnya.

Oleh karena itu, setiap orang di angkatan APP 2021 ini harus berbagi konsentrasi pikirannya. Saat dia hendak ingin menjadi hakim di PN namun penempatan di  PA, maka selain dia harus mengikuti setiap seluk-beluk di PA, dia juga harus mempersiapkan diri dengan materi-materi di PN, manakala dalam beberapa bulan kedepan ada proses pembukaan Cakim.

Belum lagi dengan bayang-bayang disahkannya RUU Jabatan Hakim. Jika  seandainya RUU Jabatan Hakim disahkan ketika posisi APP 2021 belum direkrut menjadi Cakim, apakah status proses Cakim dalam Perma Nomor 1 Tahun 2021 masih akan berlaku atau disimpangi dengan asas hukum lex posteriori? Ini tentu akan memberikan rasa kecewa yang berat dikalangan rekan-rekan APP 2021, mungkin upaya perlawanan dari beberapa rekan akan dilakukan jika hal tersebut memang terjadi.

Namun lepas dari rumitnya proses seleksi hakim di tahun 2021-2022 ini, pertanyaan mendasar yang mungkin pembaca harapkan---utamanya yang memang tidak berada dalam lingkungan peradilan, adalah "mengapa rekrutmen hakim dalam setiap periode itu selalu ada drama?" Karena permasalahan rekrutmen hakim ini ternyata bukan hanya dialami oleh angkatan 2021-2022 saja, namun juga dialami oleh rekan-rekan angkatan 2017.

Jawabannya karena status hakim sebagai "pejabat negara" dalam UU Kekuasaan Kehakiman yang belum memiliki tolak ukur yang utuh untuk diimplementasikan. Ketika hakim disebut sebagai "pejabat negara" dan ketika Mahkamah Agung membutuhkan tenaga hakim dan dibutuhkan adanya seleksi, maka BKN dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara tidak menyanggupi, karena mereka hanya menyediakan seleksi ASN, bukan seleksi pejabat negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun