Di awal tahun 2025 ini, kita dikejutkan oleh fenomena #DarkIndonesia yang viral di media sosial. Bukan sekadar kampanye maya, tetapi cerminan nyata dari keresahan mahasiswa di berbagai kampus negeri. Pemotongan anggaran pendidikan mulai terasa dampaknya: jadwal praktikum yang dikurangi, kegiatan kemahasiswaan yang tertunda, hingga perawatan fasilitas kampus yang semakin terbatas. Semua ini terjadi setelah Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 memotong anggaran secara masif, dan pendidikan menjadi salah satu sektor yang terdampak signifikan.
Sebagai mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, saya merasa bahwa isu ini bukan hanya soal kebijakan teknis, tapi tentang bagaimana negara mengomunikasikan komitmennya terhadap masa depan generasi muda. Di satu sisi, pemerintah terus mendorong visi "Indonesia Emas 2045", namun di sisi lain justru melemahkan salah satu pilar utamanya, yakni pendidikan.
Dampak dari pemotongan ini tidak hanya terlihat dari sisi fasilitas, tetapi juga dari sisi psikologis mahasiswa. Banyak yang mulai kehilangan semangat, merasa tidak didukung oleh sistem, bahkan mempertimbangkan untuk berhenti kuliah karena beban yang semakin besar. Fenomena ini oleh netizen disebut sebagai "resign massal generasi muda" --- sebuah sindiran atas kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada pendidikan.
Dari perspektif komunikasi politik, ini menunjukkan bahwa negara gagal membangun narasi yang meyakinkan publik. Alih-alih hadir dengan solusi yang konkret, pemerintah justru lebih sering menyampaikan pembenaran semata. Padahal, di tengah situasi sulit, masyarakat butuh arah yang jelas dan kebijakan yang berpihak.
Dalam Islam, pendidikan adalah amanah besar. Rasulullah SAW bersabda bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Maka ketika pendidikan dipinggirkan, itu bukan hanya masalah anggaran, tapi juga soal keadilan sosial dan tanggung jawab moral terhadap generasi penerus.
Saya percaya, mahasiswa tidak boleh diam. Gerakan seperti #DarkIndonesia adalah bentuk kepedulian, bukan sekadar kritik. Ini adalah suara kolektif yang ingin mengingatkan bahwa masa depan bangsa tidak bisa dibangun di atas fondasi pendidikan yang rapuh.
Negara boleh saja melakukan efisiensi. Tapi jangan sampai pendidikan menjadi korban utama. Karena saat kualitas pendidikan menurun, kita bukan hanya kehilangan cahaya hari ini --- tapi juga masa depan kita bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI