Mohon tunggu...
Dhilal Ahmad
Dhilal Ahmad Mohon Tunggu... Buruh - Tidak Ada Keterangan

:)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wasiat Orang Asing, dan Alegori Gila Pertemanan

30 Oktober 2019   08:51 Diperbarui: 28 Juni 2020   09:47 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/pin/466263367667351182/

Pagi ini aku baru saja sampai di Red Square, tepat disamping mausoleum Lenins. Tempat tersohor dan yang paling ramai dikunjungi manusia barangkali. Lihatlah pohon besar yang mengadah ke arahku! Itu pohon yang cantik. Ah, kukira hanya sakura dan tabebuya saja yang memikat. Ini adalah hari yang cukup melelahkan, aku akan sejenak bersandar disana.

Sejujurnya, aku lebih ingin menyapa seseorang yang tengah berada di sungai Siene Paris, seseorang yang telah lama mengundurkan diri dari sebuah misi kebenaran. Maksudku, ia berhenti untuk terlalu banyak berbincang tentang ide - idenya dengan manusia, benar sekali, itu hanya akan menghasilkan penghianatan.

Padahal, sejauh ini kukira ia tak berniat memanipulasi apapun atau berencana busuk dibalik niat mulianya itu. Tidak, ia hanya ingin mendengar dan didengar. Namun begitulah faktanya, rencananya selalu kandas di laci - laci. Seperti yang Pram rasakan, dan aku rasakan. Manusia memang benda tajam. Pernah ada yang berkata padaku bahwa mencari sahabat itu seperti mencari emas dilautan. Itu alegori yang gila! sesulit itukah?

Tunggu, jangan dulu pergi, aku tak seutuhnya berniat untuk hanya menguraikan omong kosong dan penghakiman. Walaupun aku memang seorang hakim, hakim kehidupan sekaligus juri kehidupan. Anda juga bukan?
Ngomong - ngomong, dimana tempat favorite vladirim lenin itu?

Teman - teman, kau tahu? Pak tua bernama camus itu pandai juga menalar pikiran manusia dan itu menyebalkan. Ia membuatku mual terhadap suatu bentuk pertemanan. Teman adalah makhluk yang memuakkan, anda berhak menolak ini. Lagipula, aku lebih senang menyebut mereka saudara atau sahabat, mereka yang benar - benar peduli dan setidaknya meluangkan sedikit waktunya untuk tertawa denganku, tawa yang ikhlas, tanpa ada senyum lain setelah itu. Ah, teman - teman maafkan aku, aku belum bisa menyebutmu sahabat. Butuh interval waktu yang cukup panjang. Maafkan aku sekali lagi.

Teman - teman, menulis adalah sebuah hobby yang ideal. Alasannya sederhana, dengan menulis setidaknya aku tak lagi secara eksklusif melihat kawan bicara yang tidak menyimak dengan sungguh - sungguh apa yang aku utarakan. Karena itu benar - benar membuat diriku menyedihkan. 

Oh ya, kedatanganku kesini tak lain hanya demi menyimak perkembangan interaksi antar manusia. Kebetulan tempat ini memang sangat ramai.

Di zaman kontemporer ini, atau bahkan sejak perang dunia I dimulai atau lebih awal dari itu, tak pernah satu meter saja komunitas, organisasi, lembaga pemerintahan bahkan hubungan antara dua orang berjarak lebih dari satu meter saja dari percik kemunafikan, selalu dekat dan sangat dekat. kecuali mereka yang benar - benar bijaksana (seperti para nabiku dan sahabat - sahabatnya) ya tentu saja beserta para ulama lainnya. Namun aku ragu, perlu waktu juga dizaman edan ini untuk memilah dan memilih seorang alim ulama.

Wahai tuan Camus, walaupun aku tak setuju dengan kalimat "Orang Lain Adalah Neraka" yang dulu kau ucapkan, namun terimalah ucapan terimakasih dariku. Begini, bila semua orang setuju akan kalimatmu itu, aku takut akan timbul premis bahwa neraka adalah manusia atau manusia adalah manifestasi dari neraka. Tuhanku pernah mengatakan bahwa ia mengetahui apa yang tidak kita ketahui. 

Kau mungkin tidak sedang naif, namun bersabarlah tuan.. manusia adalah khalifah, manusia telah diberi kemuliaan yang amat istimewa. aku percaya bahwa agamaku benar dan masuk akal dibandingkan kajian seluruh professor terkemuka dimuka bumi ini. Kau tau tuan? Agamaku mengajarkan bahwa peradaban dan pola hidup manusia tidak akan berubah jika kaumnya sendiri tidak berkehendak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun