Fenomena menurunnya moral siswa dalam konteks pendidikan formal semakin sering menjadi sorotan publik. Kasus seorang kepala sekolah yang dilaporkan ke polisi dan dinonaktifkan karena melarang siswanya merokok menjadi cermin dari terkikisnya moral siswa terhadap kebebasan dalam dunia pendidikan modern. Pendidikan semestinya menjadi ruang untuk membentuk manusia berkarakter, kedsiplinan dan bertanggung jawab, bukan sekadar tempat menampung aspirasi kebebasan tanpa batas. Â
Tinjauan dari Filsafat Pendidikan Modern
a. Rasionalisme Immanuel Kant: Disiplin sebagai Jalan Menuju Otonomi Moral
Menurut Immanuel Kant (1724--1804), tujuan pendidikan adalah menuntun manusia keluar dari ketidak dewasaan menuju otonomi moral dan kemampuan bertindak berdasarkan prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan secara universal. Kant menyatakan:
"Discipline prevents man from deviating from his destiny --- humanity." (Kant, Lectures on Pedagogy, 1803)
Dengan melarang siswa merokok, kepala sekolah sebenarnya sedang menegakkan prinsip autonomi moral, yakni membantu siswa agar tidak diperbudak oleh dorongan atau kebiasaan buruk. Dalam kerangka ini, disiplin bukanlah bentuk represi, melainkan pembebasan dari perbudakan hawa nafsu dan kebodohan moral.
b. Pragmatism John Dewey: Pendidikan sebagai Proses Sosial dan Demokratis
John Dewey (1859--1952)Â menegaskan bahwa pendidikan harus mempersiapkan individu untuk hidup secara demokratis dan produktif di masyarakat. Dalam pandangan Dewey:
"Education is not preparation for life; education is life itself." (Dewey, Democracy and Education, 1916)
Melarang siswa merokok bukan sekadar melatih kepatuhan terhadap aturan, melainkan membangun kebiasaan sosial yang sehat dan mendukung kehidupan bersama yang lebih baik. Namun, Dewey juga menekankan pentingnya pendekatan dialogis dan partisipatif dalam proses pendidikan. Jika kepala sekolah menegakkan aturan tanpa komunikasi terbuka, maka semangat demokrasi pendidikan bisa terganggu, dan kebijakan disiplin akan mudah disalahartikan sebagai tindakan otoriter.