Mohon tunggu...
ida ayu saraswati
ida ayu saraswati Mohon Tunggu... mahasiswa

akun kompasiana saya (https://www.kompasiana.com/idaayusaraswati88) tidak akan aktif lagi terhitung sejak 25 Agustus 2025, untuk selanjutnya saya hanya akan fokus mengunggah artikel di akun ini saja, yaitu (https://www.kompasiana.com/idaayusaraswati9069)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jebakan Narasi Para Guru Spiritual

10 September 2025   12:05 Diperbarui: 11 September 2025   18:24 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belakangan ini konten-konten di sosial media khususnya youtube banyak membahas tentang pengembangan diri. Perlahan buku-buku, kelas-kelas, dan seminar juga bermunculan bersamaan dengan orang-orang yang melabeli diri mereka sebagai guru spiritual yang biasanya memberikan beberapa guide (saya lebih suka menyebutnya sebagai nasehat) dalam menjalani kehidupan, seperti cara mengeluarkan "energi negatif" melalui cara meditasi, menyembuhkan trauma masa lalu dengan meditasi dan journaling, bahkan ada yang terang-terangan bilang kalau ke psikolog dan psikiater untuk mengobati penyakit mental yang diderita sama sekali tidak berguna dan hanya menghabiskan uang karena sampai sana malah ditanya-tanyai tentang pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan dan diberi obat-obatan tertentu untuk dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu pula. Tentu saja ini semacam pertandingan antara pengetahuan ilmiah berbasis sains dan ilmu klenik berbasis non-sains, atau hanya didasarkan pada pengalaman yang tidak semua orang bisa relate atau buku-buku spiritual (tidak sedikit buku-buku metafisika yang bertebaran, seperti cara untuk mengaktifkan otak tengah, mengaktifkan tujuh cakra dalam tubuh, cara menyeimbangkan energi maskulin dan feminin, cara menyembuhkan penyakit dengan meditasi tanpa pengobatan medis, dll) untuk mengobati penyakit mental yang sudah sewajarnya ditangani oleh orang yang profesional di bidangnya, bukan guru spiritual yang tidak punya basis pengetahuan ilmiah tentang psikologi apalagi kedokteran, tapi fenomena yang seperti ini bukanlah hal baru, perkembangan ilmu pengetahuan modern yang bersifat ilmiah juga baru berkembang baru-baru ini, masih kalah kalau dibandingkan dengan ilmu-ilmu klenik yang sudah berkembang sejak zaman kerajaan bahkan sejak zaman manusia menciptakan keyakinan animisme dan dinamisme, jadi masih wajar kalau masih ada segelintir orang yang berobat bukan ke dokter, melainkan ke guru-guru spiritual, dukun, atau bahkan "orang pintar" yang diyakini punya ilmu atau obat alternatif yang bisa menyembuhkan penyakit dari yang ringan sampai berat, tanpa harus ke dokter.

Pada tanggal 15 Juli 2024 kemarin, BBC merilis dokumenter tentang Kat Torres, mantan model asal Brazil yang beralih profesi sebagai influencer yang membagikan konten-konten pengembangan diri di instagram, hingga puncaknya ia mengklaim dirinya sebagai guru spiritual yang punya kemampuan untuk berkomunikasi dengan higher self (dalam istilah spiritual, higher self adalah versi diri kita dengan kedudukan yang lebih tinggi, yang bisa menuntut kita menjalani kehidupan, diyakini membantu dan menjaga kita dari bahaya "energi negatif") dan entitas tertinggi. Ia mengaku mendengar wahyu-wahyu dari mereka, dan meneruskan semuanya kepada para pengikutnya sebagai solusi atas masalah mental atau masalah apapun dalam hidupnya. Untungnya, Kat Torres dihukum 8 tahun penjara pada 28 Juni 2024 atas tuduhan perdagangan manusia dan perbudakan. Tuduhannya masuk akal karena selama menjadi "guru spiritual", Kat Torres kerap menahan beberapa passport pengikutnya yang paling loyal, kemudian mengajak mereka tinggal bersama ia dan pacarnya, berpindah-pindah tempat dan harus melayani Kat Torres dan pacarnya setiap hari selama sekian bulan tanpa digaji dan tidak diizinkan untuk terhubung ke dunia luar apalagi menceritakan yang mereka alami ke sosial media. Ketika ada polisi yang memeriksa mereka, Kat Torres mengancam mereka yang tinggal dengannya supaya tidak buka mulut atau mereka akan kena akibatnya (mengingat Kat Torres ini mengklaim dirinya sebagai orang sakti, bahkan orang yang bisa mengutuk pengikutnya yang tidak menuruti perintahnya).

Dokumenter lainnya yang mengungkap tema serupa didokumentasikan oleh CTV News, yang mewawancarai pasangan suami istri Jeff dan Shalia yang membentuk organisasi bernama "Twin Flame Universe", yang memenuhi indikator-indikator untuk disebut sebagai kultus, walaupun mereka menentang klaim tersebut. Twin Flames Universe adalah organisasi yang dibuat secara sistematis dan rapih oleh Jeff dan Shalia guna membantu orang-orang menikah dengan twin flame mereka (twin flame punya arti seseorang yang sangat mirip dengan kita, cerminan diri kita) karena mereka yakin pernikahan antar twin flame adalah pernikahan yang "direstui" semesta dan kemungkinan besar akan langgeng, seperti Jeff dan Shalia, yang mengklaim hubungan mereka sebagai pasangan twin flame yang pernikahannya selalu bahagia dan jarang diterpa masalah karena Jeff dan Shalia menikah dengan twin flamenya, Shalia meyakini Jeff adalah twin flamenya, begitu pula sebaliknya. Beberapa orang yang merasa putus asa karena tak kunjung dapat pasangan, tidak sedikit yang datang pada Jeff dan Shalia, apalagi ketika mereka mengulurkan tangan dengan imej yang ramah dan terbuka. Kurang lebih, bisa dibilang bahwa Jeff dan Shalia menjadi semacam coach yang akan membimbing pengikutnya menemukan cinta sejati mereka hingga bisa menikah dengan twin flamenya.

Yang mengerikan adalah para pengikutnya bukan saja harus membeli kelas-kelas yang harganya fantastis bersama dengan merchandisenya, tapi harus mematuhi ucapan Jeff dan Shalia kalau mereka tidak ingin kena sial dan segera menemukan twin flame mereka, bahkan siapapun yang mempertanyakan kebenaran yang disampaikan pasangan itu akan langsung disuruh meditasi untuk pembersihan diri, yang mana kliennya harus keluar duit lagi untuk melakukan prosesi itu (seolah menentang ucapan Jeff adalah menentang perintah Tuhan, dan by the way, dalam dokumenter itu terekam jelas bagaimana Jeff pernah mengklaim dirinya sebagai Jesus, walau saat ditanyai ia menampiknya). Beberapa pengikutnya yang berhasil melepaskan diri dari pengaruh mereka berdua mengaku bahwa meditasi yang dianjurkan pasangan itu bertujuan untuk menyingkirkan "pikiran negatif" yang disebabkan oleh mempertanyakan apakah yang dilakukan oleh Jeff dan Shalia memang benar atau ada yang salah. Hal ini membuat beberapa pengikutnya merasa hina dan sangat bersalah hanya karena mengkritik pasangan itu.

Dan secara tidak manusiawi, perlahan Jeff dan Shalia memaksa para pengikutnya untuk mengubah kelamin mereka, dengan klaim bahwa "energi" dalam "jiwa" mereka didominasi oleh "energi maskulin", kendati kliennya perempuan sejak lahir---dan setelah mengubah kelamin dan penampilannya sesuai anjuran pasangan itu, ia akan dijodohkan dengan pengikut lain yang didominasi oleh "energi feminin", walaupun sama-sama perempuan. Masalahnya di sini adalah Jeff dan Shalia memaksa mereka untuk mengubah kelamin, penampilan, dan identitas mereka, hingga memaksa keduanya untuk menikah dan hidup bersama layaknya pasangan suami istri. Pemaksaan dalam bentuk apapun, sekalipun klaimnya adalah "demi kebaikan bersama" atau demi kebaikan kelompok tertentu tetap tidak bisa dibenarkan. Kalau dipikir pakai rasionalitas, mana ada di dunia ini energi maskulin dan feminin, sedangkan sejak SD kita pun sudah diberitahu macam-macam bentuk energi, misal: energi kinetik, energi potensial, energi kimia, dan energi listrik. Tapi apa mau dikata? Buku-buku yang membahas energi feminin, energi maskulin, energi positif, dan energi negatif pada perempuan atau lelaki banyak beredar sejak dulu---menggabungkan psikologi dengan ilmu klenik, tidak mendasarkan psikologi pada ilmu yang lebih ilmiah, misalnya biologi.

Jauh sebelum itu, di India ada seorang lelaki yang akrab dipanggil Shai Baba, dengan rambut keriting dan jubah oranyenya, ia mempertunjukkan di hadapan khayalak bahwa ia bisa mengeluarkan emas dari mulutnya. Kenyataannya memang bisa, tapi Anda tahu bahwa itu hanyalah trik sulap murahan yang bisa dipelajari orang lain tanpa embel-embel bahwa trik sulap itu adalah kekuatan dari para dewa. Seperti yang sudah bisa ditebak, Shai Baba mendapat banyak pengikut dalam sekejap. Bahkan saya yakin pengikutnya tidak hanya di India, tapi dari negara lain juga ada. Banyak pula yang berobat padanya, mulai dari sakit keras sampai yang paling ringan. Tiap kali dia duduk di singgahsananya, semua orang akan duduk lesehan dengan tangan dicakupkan di depan dada, memohon anugerahnya, dan Shai Baba akan berkeliling sembari menggerakkan jari-jarinya membentuk pola atau simbol entah apa sambil mulutnya komat-kamit entah membaca apa.

Mother Teresa, yang paling terkenal sebagai simbol cinta kasih tanpa pamrih, memang tidak pernah mengklaim dirinya sebagai Tuhan, tapi ia pernah menelantarkan puluhan orang dalam panti rawat yang ia kelola sendiri khusus untuk merawat orang-orang sakit yang tidak mampu ke dokter. Tidak, Mother Teresa tidak mendatangkan dokter profesional atau minimal melengkapi fasilitas pantinya dengan fasilitas kesehatan walau ia mendapat banyak donatur yang nilainya fantastis, tapi ia hanya menimbun uang-uang itu, dan menceramahi para pasiennya untuk berpasrah dan tetap beriman kepada Tuhan agar penyakit mereka sembuh. Bayangin, orang sakit parah bukannya diobati malah disuruh pasrah pada Tuhan. Bukannya sembuh, banyak dari pasiennya yang meninggal. Beberapa biarawati yang memberi kesaksian tentang panti Mother Teresa mengatakan bahwa aturan untuk para biarawati dan suster sangatlah ketat. Mereka bahkan tidak diperbolehkan keluar panti tanpa didampingi biarawati lainnya (mungkin yang lebih senior dan lebih loyal pada Mother Teresa, entahlah, supaya kalau ada yang kabur, mereka akan mudah dicegah).

Yang paling terkenal dan dijadikan film dokumenter oleh Netflix dengan judul "In The Name of God: A Holy Betrayal", Jung Myung Seok, mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Dan karena dia mengklaim dirinya sebagai Tuhan, tidak mungkin rasanya kalau dia tidak menunjukkan sifat-sifat Ketuhanannya di depan para pengikutnya. Cara-cara klasik seperti membuat orang lumpuh menjadi bisa berjalan lagi saat itu juga, secara langsung, disaksikan oleh para pengikutnya, menyembuhkan orang-orang yang menderita penyakit keras lewat testimoni yang disiarkan secara langsung pula, tentu saja membuat para pengikut baru punya kemungkinan untuk percaya narasi yang ia kumandangkan. Kebusukannya bukan perihal menipu dan menguras uang para pengikutnya, tapi memaksa para perempuan untuk melayani nafsu birahinya, dan tidak sedikit yang masih trauma ketika mengingat peristiwa itu. Bahkan untuk bisa keluar dari semacam kultus mengerikan macam ini bukanlah hal yang mudah, setidaknya gambaran itu bisa Anda tonton melalui Drama Korea "Save Me" yang mengisahkan perjuangan Im Sang Mi yang diperankan oleh Seo Ye Ji agar dapat keluar dari lingkungan sekte sesat.

Kesimpulannya, narasi yang mereka gaungkan selalu sama: mereka akan memberitahu Anda bahwa ada yang perlu "dikembangkan" dari diri Anda---yang secara paradoks akan membuat Anda merasa semakin kurang dan tidak cukup baik untuk eksis di dunia ini. Sejak manusia telah mengenal dan mengembangkan bahasa, narasi juga ikut berkembang. Perkembangan bahasa didorong oleh penemuan api yang memudahkan Homo sapiens untuk mengunyah makanan mereka. Kalau tidak ada api, mereka harus mengunyah makanan selama 10 jam setiap hari, sisa waktunya digunakan untuk istirahat dan berjaga barangkali ada hewan yang akan memangsa mereka karena selain melunakkan makanan, api juga digunakan untuk mengusir hewan yang mendekati goa-goa mereka. Ketika api ditemukan, mereka hanya perlu mengunyah makanan 2-3 jam per hari, sisa waktunya bisa digunakan untuk mengobrol di dekat api unggun. Mereka ngobrol tidak sekali-dua kali, tapi ratusan tahun, sehingga kemungkinan Homo sapiens bisa mengembangkan dan punya bahasanya sendiri semakin besar. Apakah narasi berguna? Tentu saja. Kita membutuhkan narasi untuk menyatukan kelompok supaya bisa bekerja sama. Bekerja sama membuat hidup lebih efisien. Piramida dan candi-candi serta kuil-kuil mulai tercipta berkat narasi tentang "mengapa mereka harus bekerja sama membangun bangunan-bangunan tersebut". Peradaban mulai tercipta. Homo sapiens mulai memetakan wilayahnya---wilayahnya sendiri dan wilayah musuh. Peperangan terjadi, mereda, kerja sama lagi dalam jumlah yang besar, sampai akhirnya kita jadi semodern ini.

Di zaman yang modern ini pun, kita tetap membutuhkan narasi. Sampai kapan pun kita akan membutuhkannya untuk meneruskan peradaban dan menjaga eksistensi agar tidak lekas punah. Dan sebagian besar otak kita dikendalikan oleh otak emosi. Homo sapiens yang berlari menyelamatakan diri karena melihat semak-semak di dekatnya bergoyang, didorong oleh otak emosionalnya, dan punya kemungkinan lebih besar untuk selamat daripada Homo sapiens satunya yang memilih diam karena "menurut otak rasionalnya", semak-semak itu bergoyang karena tertiup angin, bukan karena ada singa di baliknya, tapi siapa yang bisa menjamin mana yang benar? Tertiup angin atau ada singa di semak-semak itu? Tidak penting untuk tahu kebenaran di balik semak-semaknya karena kalau mengecek ada apa di balik semak-semak itu, bisa jadi kita tak punya waktu untuk menyelamatkan diri dan malah diterkam singa yang ternyata betulan ada di baliknya.

Itulah kenapa ada banyak orang di dunia ini masih setia menjadi pengikut para guru spiritual bahkan bergabung dalam organisasi spiritual lainnya, karena lebih baik mereka punya seseorang yang akan menjamin keselamatannya di alam lain setelah meninggal, daripada tidak sama sekali. Lebih baik memanggil pawang hujan untuk mencegah hujan agar tidak turun di sirkuit balap daripada tidak mengundangnya sama sekali. Lantas, mana yang lebih baik? Punya guru spiritual atau tidak sama sekali? Soal ini, mari pikirkan sendiri-sendiri dan jadi rahasia pribadi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun