Pada tangga 8 September 2025, menjadi momen yang bersejarah di Kabinet Indonesia. Karena saat itulah Sri Mulyani resmi digantikan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia. Banyak yang tidak mengira Sri Mulyani yang dikenal sebagai sosok figur yang kuat dan reformis, memiliki pengalaman panjang mengurusi keuangan negara tiba-tiba digantikan oleh seorang figur yang sebenarnya tidak asing, hanya saja belum banyak terekspos di media yakni Purbaya Yudhi Sadewa. Banyak yang penasaran, Â bagaimana gaya kepemimpinanya nanti akan terlihat. Apakah Purbaya akan membawa nuansa kepemimpinan yang berbeda? terlebih saat ini, beliau sudah menunjukkan gaya, baik itu kebijakan maupun cara berkomunikasi yang berbeda dari menteri sebelumnya.
Saya akan sedikit mengelaborasi dari pengamatan saya terkait gaya kepemimpinnan yang ideal dalam konteks kebijakan public. Salah satu model yang bisa jadi acuan adalah Servant Leadership yakni kepemimpinan yang memprioritaskan pelayanan dan pembangunan karakter moral. Bukan sekadar target ekonomi atau posisi politik tetapi juga dibalik itu adalah sikap bagaiamana dia melayani masyarakat.
Apa Itu Servant Leadership?
Robert K. Greenleaf adalah tokoh pertama yang memperkenalkan teori ini pada karya esainya  yang  berjudul "The Servant as Leader" pada tahun 1970. Pada prinsipnya, teori ini mengajarkan kita bahwa pemimpin adalah seorang pelayan. Dia tidak menuntut  untuk dijunjung tinggi, akan tetapi memprioritaskan kesejahteraan mereka yang dipimpin. Selain itu, main fokus nya juga nilai moral, etika dan empowering.
Ada beberapa ciri-ciri sikap dalam gaya kepemimpinan ini yang akan menjadi acuan bagaimana gaya Servant Leadership ini nanti apakah bisa kita lihat pada pak Purbaya. Berikut ciri-cirinya: Empati dan mendengarkan (listening), kesadaran akan moral dan integritas (awareness), keterhubungan dengan mereka yang dipimpin (community building), memberdayakan orang lain agar tumbuh (growth orientation), melayani kebutuhan yang paling dasar dari "pengikut" sebelum memikirkan kepentingan pribadi atau status.
Profil Purbaya Yudhi Sadewa
Seperti yang saya jelaskan sebelumnya bahwa pak Purbaya ini bukan figure yang tiba-tiba muncul, akan tetapi beliau memiliki latar belakang akademik dan pengalaman professional yang menjadikan ia bisa menjabat Menteri Keuangan.
Beliau meraih gelar sarjana di Teknik Elektro ITB, setelah itu melanjutkan Master dan Phd Ekonomi dari Purdue University, Amerika Serikat. Beliau menjabat sebagai ketua LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) sejak 2020. Melalui pengalaman ini, dapat kita ketahui bahwa pak Purbaya merupakan orang lama dan banyak mengalami pergulatan di dunia ekonomi terutama ketika periode presiden Joko Widodo.
Servant Leadership dan Ekspektasi Publik
Masyarakat tentunya tidak mengharapkan sekedar kebijakan fiscal atau pajak yang efisien, akan tetapi mereka butuh pemimpin yang mengatur keuangan Negara dengan mempertimbangkan kesejahteraan rakyat terutama kelompok yang rentan dalam hal ini masyarakat kelas menengah ke bawah dengan kebijakan yang "adil", tidak membuat keuntungan satu pihak dan memberatkan pihak lain.
Dalam model servant leadership, Pak Purbaya akan diuji bukan hanya seberapa cepat ia menyusun anggaran atau mengatur kebijakan, tetapi bagaimana kebijakan itu bisa dirasakan oleh semua kalangan masyarakat terutama memperhatikan mereka yang selama ini mungkin terpinggirkan.
Tantangan "Pelayanan" di Tengah Politik dan Ekonomi
Menjadi pemimpin di level nasional, terutama Menteri Keuangan tentu memiliki tekanan besar baik dari segi politik, pasar, investor, serta harapan publik. Bahkan hanya dengan perkataan beliau di media saja, pasar bisa berubah. Menjadi pemimpin yang melayani tidak cukup hanya sekedar slogan, namun harus konkret. Pak Purbaya mau tidak mau harus menghadapi tantangan besar, agar beliau bisa disebut sebagai pemimpin yang melayani masyarakat, sehingga tidak terkesan hanya framing media saja.
Salah satunya adalah harus bisa mengelola konflik kepentingan antara kepentingan masyarakat kecil dan tuntutan investasi atau kebijakan jangka pendek. Dalam hal ini pada kebijakan fiskal yang seringkali dihadapkan antara keberpihakan pada masyarakat kecil dengan kebutuhan menarik investor asing. Pemotongan subsidi, kenaikan pajak konsumsi dan insentif besar untuk korporasi adalah contoh kebijakan yang terkesan berpihak "ke atas". Salah satu kebijakan yang langsung menjadi sorotan dari Menkeu Purbaya adalah pemindahan uang kas senilai 200 trilliun dari Bank Indonesia ke sejumlah bank milik negara (Himbara) untuk mendorong likuiditas perbankan nasional dan mempercepat penyaluran kredit produktif sehingga diharapkan bisa menggerakkan sector riil dan mempercepat pemulihan ekonomi. dan membuka banyak akses pembiayaan bagi pelaku usaha termasuk UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. Namun disisi lain, kebijakan tersebut harus diawasi dengan baik. sebab, tanpa pengelolaan dan pengawasan ketat, suntikan dana besar ke sektor perbankan berpotensi tidak sepenuhnya mengalir ke masyarakat kecil, melainkan justru memperkuat pemain ekonomi yang besar. di sinilah relevansi pendekatan servant leadrship menjadi penting. menjadi seorang pemimpin yang melayani selalu memastikan setiap kebijakan memberi manfaat nyata bagi mereka yang membutuhkan
Menjadi pemimpin yang bergaya servant leadership dituntut untuk bisa mempertimbangkan baik-baik antara sisi makro dan mikro sehingga sehingga ia bisa membuat semua orang bertumbuh bahkan yang paling lemah sekalipun. Dari sini lah kedepan pak Purbaya apabila bisa menerapkan servant leadership yang ideal maka belaiu tidak hanya dinilai dari pertumbuhan ekonomi, tapi dari seberapa banyak rakyat kecil ikut bertumbuh,
Mendengarkan dengan hati terbuka adalah salahsatu ciri dari kepemimpinan servant leadership. Seorang srvant leader harus turun ke lapangan, bukan hanya untuk pencitraan saja, akan tetapi untuk memahami kondisi sosial secara konkrit. Pak Purbaya adalah sosok yang jujur terhadap data. Apabila data memang menunjukkan belum sesuai harapan maka belaiu segera membuat keputusan untuk memperbaikinya. Dari sini, cerita nyata dibalik grafik pertumbuhan atau sebaliknya harus diketahui secara langsung sehingga suara masyarakat akar rumput seperti petani, nelayan, UMKM bisa langsung terdengar agar bisa mengambil kebijakan ekonomi yang langsung bisa dirasakan manfaatnya. Saya sebagai rakyat biasa sempat berpikir, bagaimana jika Menkeu tidak hanya bendahara negara, tetapi benar-benar menjadi "pelayan rakyat"? sehingga setiap rupiah dianggarkan dengan sangat hati-hati dan penuh empati sehingga kesejahteraan sosial bisa meningkat.
Apakah Purbaya Bisa Jadi "Servant Leader"?
Menjadi servant leader memiliki banyak tantangan. Diantara banyaknya tekanan politik, ia harus tetap mengedapankan nilai moral dan sosial. Apakah bisa Pak Purbaya menjadi servant leader? Dengan latar belakang akademik, pengalaman dan beberapa kebijakan dan informasi media yang sudah kita ketahui belakangan ini, kita semua berharap semoga bisa. Jika pak Purbaya menjadikan pelayanan public sebagai inti gaya kepemimpinanya, maka kepercayaan publik akan tumbuh dan bertahan. Karena menjadi pemimpin tidak hanya memimpin dari atas, tetapi juga harus bisa mendengar masyarakat yang berada di bawah, orang kecil, memperjuangkan mereka dan melayani sepenuh hati. Itu semua adalah esensi dari servant leadership yang sesungguhnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI