Mohon tunggu...
Ichsan Andika
Ichsan Andika Mohon Tunggu... Lainnya - ...selama ia tidak menulis, ia akan hilang didalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Ernst Schnabel meninggal 25 Januari 1986. Siapa tau ada hubungannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tapak Petilasan Sabrang Wetan

27 Maret 2020   09:31 Diperbarui: 27 Maret 2020   09:47 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Memang Jibril sudah memberi kabar petunjuk dari Allah untuk tidak memakan bahan mentah dan memasak semuanya dengan air mendidih atau minyak panas. Sementara, warga pribumi Mesir senang sekali makan manisan, asinan, asapan, dan kacang-kacangan yang tak perlu dimasak. Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.

"Lalu, saat hamba mendapatkan kabar kampung Yahudi sudah kosong, hamba sempat berpikir bahwa Mesir akan mendapatkan bencana yang jauh lebih besar lagi. Kedua utusan Allah sudah tak ada lagi di negeri ini, maka perkiraan hamba akan segera tiba azab yang sesungguhnya. Bencana wabah dan hama kemarin mungkin hanya pemanasan saja. Nah, seperti yang Baginda berdua tahu, bukannya diam ditempat dan memperbaiki keadaan, Ramoses sudah tak menggunakan lagi kelenjar diantara kedua kupingnya. Otaknya sudah rusak parah. Haman memberikan bisikan yang hamba pun tak terpikirkan; mengejar rombongan pengungsian untuk dibantai sebagai tumbal kepada Dewa Nil. Rombongan ini dianggap sebagai sumber malapetaka. Demi memuaskan napsu mereka, istana dibiarkan suwung. Goblok betul memang, hamba saja heran. Berapa pun uang yang tersisa di bendahara istana, dikosongkan demi mengejar Bani Israil kesini. Semua Cakrabirawa dibawa, tak disisakan sebiji pun di Luxor. Banyak diantara kami yang sudah berkeluh kesah, karena mereka meninggalkan keluarga saat pagebluk. Tapi, gelap mata Firaun sudah tak menghiraukan lagi kesejahteraan balatentaranya. Semua harus siap dikorbankan demi ambisinya."

Piring kami letakkan di tanah, isinya sudah habis. Tinggal gelas air yang masih kami sesap isinya. Iblis kelihatannya makin semangat bercerita. Malam sudah setengah jalan.

"Persis seperti kejadian Anaconda itu, Baginda Nabi. Didepan mukjizat Laut Merah yang terbelah pun, Ramoses tak juga kembali pada akal sehatnya."

"Dahulu beliau bijak, aku masih tak habis pikir mengapa beliau ikut menyusul. Cukup saja ia suruh tentaranya yang menyeberang, beliau tinggal tunggu hasil di tepi pantai."

Ada nada penyesalan dalam kalimat Kanjeng Nabi Musa. Aku mencoba memahami, betapa dulu Firaun Ramoses sedikit banyak berjasa mendidik dan membesarkan Dimas Musa. Aura seorang raja mungkin menular pada diri Nabi Musa, sehingga Kanjeng Nabi pun punya wibawa yang agung.

"Sebetulnya, Baginda Nabi Musa, Firaun dalam hati kecilnya sudah memutuskan untuk kembali ke Luxor. Di mulut teluk Suez itu ia sempat meragu, apakah akan diteruskan atau tidak. Sebagai seorang raja, Ramoses mempertaruhkan segalanya dalam penyeberangan itu."

"Beliau tak mau pulang tangan kosong?" Kanjeng Nabi Musa sepertinya masih terganjal mengapa bapak angkatnya itu bertindak konyol sekali.

"Betul, Baginda. Haman yang meyakinkan Ramoses. Jika pulang tangan kosong, rakyat Mesir dan bangsawan akan kehilangan kepercayaan pada dirinya. Begitu lah ilusi yang dibangun Haman. Akhirnya, Ramoses memutuskan untuk mengejar. Hamba sudah memberikan usul agar, jika dipaksa mengejar, jangan melalui jalur laut terbelah, karena sudah jelas itu diberikan Allah untuk Bani Israil semata menyeberang. Hamba ingatkan lagi betapa tongkat Baginda Nabi bisa berubah menjadi ular raksasa dan tim Firaun tak berhasil mengalahkan mereka."

"Bohong kau, Iblis! Bukannya justru kau yang mengojok-ojok Firaun agar masuk jebakan?"

"Demi Allah hamba bersumpah, Kanjeng Nabi Harun. Hamba mengusulkan agar pengejaran dilakukan saja melewati tanah genting Suez di utara, lalu menghadang di jalur Sinai-Kanaan. Rombongan ini berjalan kaki, sementara balatentara Firaun semua menunggang kuda atau kereta. Jarak seminggu perjalanan Bani Israil dari Luxor ke tepian Laut Merah saja bisa kami tempuh dalam 2 hari. Sungguh tak sulit menghadang perjalanan rombongan ini ke Kanaan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun