Mohon tunggu...
Ibrahim Naufal
Ibrahim Naufal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Saya adalah mahasiswa ilmu sejarah, fakultas ilmu budaya, hobi saya adalah touring dengan motor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jejak Kereta Api di Bondowoso

13 Mei 2023   20:13 Diperbarui: 23 Mei 2023   11:01 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Bondowoso (foto : heritage.kai.id)

Kereta api merupakan salah satu alat transportasi yang paling banyak digunakan di Indonesia. Kereta api menjadi pilihan untuk perjalanan jarak menengah dan jauh. Perkembangan perkeretaapian di Indonesia sangat erat kaitannya dengan masa pemerintahan Hindia Belanda.

Sejarah awal perkeretaapian di Indonesia dimulai pada tanggal 17 Juni 1864 ditandai dengan pembangunan jalur Samarang - Tanggung, dan diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van de Beele. Proyek tersebut dikerjakan oleh perusahaan kereta api swasta asal Belanda Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) dengan lebar lintasan 1435 mm. Sejak saat itu pembangunan jaringan kereta api di Jawa mulai merata, baik yang dibangun oleh (NISM) maupun (SS). 

Disisi lain Staatsspoorwegen (SS) yang merupakan perusahaan pemerintah Hindia Belanda juga melakukan ekspansi di pantai utara Jawa Timur dengan membangun jalur Kalisat - Panarukan yang melewati Bondowoso dan dibuka pada 1 Oktober 1897 sebagai bagian dari proyek jalur kereta api Jember-Panarukan. Stasiun di jalur ini  memiliki penampilan yang sangat memukau karena menampilkan arsitektur neoklasik dan Indische Empire. Dan di jalur ini juga tepatnya di Stasiun Situbondo ada cabang yang menuju Pabrik Gula Panji yang sudah tutup.

Awal pembangunan ini dapat ditelusuri dari proyek besar Staatsspoorwegen (SS) untuk membangun rel kereta api yang menghubungkan pulau Jawa. Salah satunya jalur Probolinggo - Kalisat - Panarukan. 

Staatsspoorwegen (SS), yang didirikan pada 6 April 1875, langsung bergerak cepat dengan menggunakan Hibah Pembangunan Kereta Api Hindia Timur Belanda untuk membangun jalur Kereta Api Bogor - Yogyakarta,Solo - Surabaya dan Surabaya - Malang, serta Surabaya - Probolinggo.

Ketika Staatsspoorwegen (SS) setuju untuk membangun jalur - jalur tersebut, rel kereta api diperpanjang hingga pelabuhan Panarukan, yang dihubungkan oleh jalan Pos Daendels ke kota-kota penting lainnya di Jawa pada saat itu. Jalur Probolinggo - Panarukan sendiri termasuk dalam perjanjian tanggal 23 Juni 1893 yang banyak di antaranya mengatur aturan cabang di Pasirian untuk mengangkut pasir besi. 

Awalnya Staatspoorwegen (SS) memutuskan untuk membangun jalur cabang dari Randuagung, namun pada tahun 1894 Staatspoorwegen (SS) memindahkan jalur cabangnya ke stasiun Klakah.

Setelah pembangunan jalur kereta api Pasuruan-Probolinggo selesai pada tahun 1884, Staatspoorwegen (SS) melanjutkan pembangunan hingga Jember, Staatspoorwegen (SS) membangun jalur tersebut dengan susah payah. Rel kereta api sendiri melewati hutan dan ladang, melewati tempat yang sulit dijangkau, hingga akhirnya mencapai Jember pada 1 Juli 1897. Kemudian yang terakhir, Jember-Kalisat-Panarukan, dibuka pada 1 Oktober 1897.

Stasiun Bondowoso dibangun pada tahun 1893 dan dibuka pada 1 Oktober 1897 oleh Staatsspoorwegen (SS) bersamaan dengan beroperasinya jalur kereta api Jember-Kalisat-Bondowoso-Panarukan.

Jalur ini merupakan kelanjutan dari jalur kereta api yang sudah ada yaitu jalur Pasuruan-Probolinggo yang beroperasi pada tahun 1884.

Jalur KA Jember - kalisat - Bondowoso - Panarukan pada awalnya digunakan untuk mengangkut barang-barang kebutuhan pokok seperti tembakau, kopi, beras dan hasil bumi lainnya seperti teh dari Jember, Banyuwangi, Bondowoso dan Situbondo menuju stasiun Panarukan kemudian diteruskan ke pelabuhan panarukan, tetapi kemudian jalur ini juga melayani angkutan penumpang.

Stasiun Bondowoso, biasanya melayani kereta lokal tujuan Jember dan Panarukan. Namun, pada tahun 2004, Stasiun Bondowoso dan Jalur Panarukan-Bondowoso dihentikan karena tingkat okupansi yang rendah, kalah bersaing dengan transportasi beroda karet serta prasarana yang sudah mulai tua.

Stasiun Bondowoso memiliki andil sejarah besar pada masa kemerdekaan, yaitu terjadinya peristiwa "Gerbong Maut" pada tanggal 23 November 1947. Peristiwa Gerbong Maut adalah pemindahan 100 orang tawanan perang dari Bondowoso menuju Surabaya dengan tiga gerbong barang yang sempit dan tanpa ventilasi. Karena keadaan gerbong tertutup dan diisi lebih dari 30 orang dan cuaca yang panas, 46 pejuang gugur dalam peristiwa tersebut.

Sebagai upaya untuk menghormati dan menghargai jasa para pahlawan Indonesia, khususnya yang gugur dalam peristiwa heroik Gerbong Maut, Stasiun Bondowoso diubah menjadi sebuah museum yaitu Museum Stasiun Bondowoso. Peresmian dilakukan pada 17 Agustus 2016 bertepatan dengan hari ulang tahun Indonesia yang ke 71 oleh Bupati Bondowoso saat itu, Dr. H. Amin Said Husni.

Di stasiun inilah, yang kini menjadi Museum Stasiun Bondowoso, peristiwa heroik tersebut bermula. Gerbong yang asli terpajang di halaman Museum Brawijaya kota Malang sebagai saksi perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan tanah airnya. 

Museum Stasiun Bondowoso memiliki banyak koleksi tentang sejarah perkeretaapian di Bondowoso, seperti model kereta api, lembaga ekonomi pada masa itu, peralatan perkeretaapian, hingga replika gerbong maut yang dibuat oleh PT. KAI.

Wacana tentang reaktivasi kembali rel kereta api jalur Jember-Panarukan sudah terdengar sejak lama. Setelah lama non aktif, jalur kereta api yang melintasi Kabupaten Bondowoso akhirnya akan kembali beroperasi. Stasiun Bondowoso juga akan dibuka kembali.

Sebelumnya, Stasiun Bondowoso dijadikan sebagai museum kereta api, sesuai Perpres Nomor 80 Tahun 2019. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa akan ada promosi pembangunan ekonomi untuk mendukung dan memberikan lebih banyak pembangunan di wilayah kawasan Ijen dan wilayah Madura dan Nusantara.

Pembahasan aktivasi jalur KA Jember-Panarukan sudah berlangsung sejak 14 Juli 2022. Rencana aktivasi menjadi prioritas pemerintah. Hasil dari rencana reaktivasi kereta api Kalisat-Bondowoso-Situbondo-Panarukan yang dicanangkan oleh Ditjen Perkeretaapian beberapa waktu lalu menuai pro dan kontra masyarakat di daerah itu. mereka saling menyampaikan aspirasi tentang dampak keuntungan dan kerugian dari reaktivasi jalur tersebut.

Menurut hasil survei pihak terkait, jalur Kalisat–Bondowoso hingga Panarukan merupakan jalur yang paling mudah diaktivasi di antara lima jalur kereta api yang disurvei untuk direaktivasi di Indonesia. Jalur KA Kalisat-Panarukan mencapai nilai tertinggi dan layak untuk diaktifkan kembali. Namun jalan menuju realisasi masih membutuhkan tahapan panjang dan waktu yang lama.

Referensi :

  • Reitsma, S.A. (1925). Boekoe Peringetan dari Staatsspoor-en-Tramwegen di Hindia-Belanda. Weltevreden: Topografische Inrichting.
  • "Wijziging van de Aansluiting van den Zijtak naar Pasirian aan de Hoofdlijn Probolinggo-Panaroekan". de Indische gids. 16: 1173. 1894.
  • Staatsspoorwegen (1921-1932). Verslag der Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indi 1921-1932. Batavia: Burgerlijke Openbare Werken.
  • Schetskaart van de spoorweg Samarang-Vorstenlanden door de Raad van Beheer der Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij aan de Heeren leden van de Staten-Generaal aangeboden. 1869.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun