Mohon tunggu...
Ibnu Junaedi
Ibnu Junaedi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UIN Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nyatanya, Para Santri sudah ber-MoU (Nota Kesepahaman) dengan Masyarakat

16 November 2018   01:15 Diperbarui: 16 November 2018   01:27 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: Ahmad Zahruddin bin Junaedi (ibnu Junaedi)

Istilah Santri tentunya Sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, yang merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Negara yang di dalamnya terdapat banyak ragam bahasa, suku dan budaya. Yang tentunya tertuang dalam nilai-nilai Pancasila dengan mengusung semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Seringkali ketika kita berbicara tentang istilah "Santri", kita pasti akan berselancar dengan puluhan bahkan ratusan definisi menurut para ahli. Definisi yang membuat istilah santri menjadi lebih bersinergi karena dideskripsikan dengan banyak pilihan kata dan diksi. Bahkan tak jarang pula kita dapat menemui beberapa orang atau tokoh yang bertukar fikiran dalam ber-persepsi. Khususnya dalam menjelaskan definisi "Santri" ini.

Saat kita merujuk kepada kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Kita akan mendapati definisi "Santri" adalah sebagai berikut; (1) orang yang mendalami agama islam; (2) orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh; (3) orang yang saleh.

 Dari situ kita tau bahwa KBBI saja mempunyai tiga definisi untuk istilah Santri. Jadi tak ayal, kita pun masih akan berjumpa dengan puluhan bahkan ratusan definisi dengan beragam versi. Meskipun kita tau, Santri itu sangat identik dengan arti globalnya yaitu seseorang yang yang mengikuti dan mempelajari agama islam di pondok pesantren dari para Kyai.

Tak ketinggalan, Beberapa  tokoh berpengaruh di Indonesia pun turut menyumbangkan definisi untuk istilah Santri menurut versi mereka masing-masing. Diantaranya;

"Santri itu, bukan yang mondok (menetap di pondok) saja. Tapi, siapapun yang berakhlak seperti santri, dialah SANTRI" (KH. Musthofa Bisri atau Gus Mus).

Dari definisi di atas, Gus Mus mendeskripsikan siapapun yang mempunyai akhlak seperti santri, sejatinya dialah seorang Santri meskipun tak pernah mondok. Adapun kata "akhlak" yang dimaksudkan oleh beliau dalam definisinya yaitu sikap Tawadhu (Rendah hati) kepada Tuhannya, dan Tawadhu kepada orang yang derajatnya lebih tinggi diatasnya.

 Karena ketika seseorang mempunyai sikap Tawadhu dia akan selalu melihat dirinya tidak memiliki nilai lebih dari yang lainnya dan akan selalu menjauhi sikap takabur (sombong) di hatinya.

Sementara itu, ketua umum PBNU KH. Said Aqil Siroj menyatakan bahwa Santri adalah "umat yang menerima ajaran-ajaran islam dari para Kyai". Dan Para Kyai itu belajar islam dari Guru-gurunya yang terhubung sampai Rosulullah SAW. Selain berakhlakul karimah, santri juga menjunjung tinggi budaya. Bahkan, menjadikan budaya tersebut sebagai insfrastruktur agama dalam berkiprah.

Nah, dari statement diatas, Beliau menunjukan bahwa Santri itu bisa berlaku untuk siapa saja tanpa terkecuali. Yang menerima ajaran-ajaran islam dari para kyai dan ulama yang bermuara kepada Rosulullah manusia paling mulia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun