Mohon tunggu...
Ian Hidayat
Ian Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

Praktisi Pendidikan, Editor Lepas dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Distorsi Makna Jihad: Gagal Paham Para Jihadis (Part 2)

11 Desember 2020   19:41 Diperbarui: 11 Desember 2020   20:09 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Psikologi agama sebagai salah satu cabang psikologi memiliki peran penting dalam menjelaskan motivasi kekerasan keagamaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang menggunakan agama sebagai acuan, dan upaya pencegahannya, seperti halnya bagaimana mengubah seorang yang terpapar paham radikal atau teroris yang dalam pemahamannya dimaknai sebagai bagian dalam Jihad, mengubahnya menjadi tidak lagi terlibat dalam radikalisme dan perilaku teror.

Tindakan teroris dan religiusitas kaum Jihadis tidak dapat dijelaskan semata-mata melalui patologi psikologis atau patologi sosial dikarenakan sejumlah penelitian membuktikan bahwa para Jihadis pelaku terorisme bukanlah kaum abnormal yang tidak menyadari apa yang mereka lakukan. Bahkan, para peneliti menegaskan bahwa mereka adalah sekelompok orang normal yang menyadari sepenuhnya akan tindakan mereka, karena aksi teror yang dilakukan oleh mereka didasarkan atas ideologi dan keyakinan tertentu, serta digerakkan oleh maksud dan tujuan tertentu. 

Menurut para ahli dan pakar di bidang psikologi, justru proses psikologi sosial yang normal, seperti reduksi ketidakpastian, manajemen teror, identitas sosial, dan pencarian makna melalui agama berkombinasi dengan faktor-faktor kognitif seperti intratekstualitas dan kompleksitas integratif yang rendah, memberikan pemahaman yang lebih memadai mengenai radikalisasi kaum muda yang sebagian menjadi pelaku kekerasan dan kebencian terhadap anggota kelompok lain. 

Sehingga, menyimpulkan para teroris sebagai kumpulan orang-orang yang tidak normal dan tidak waras adalah suatu kesalahan besar. Mungkin, ada satu atau dua kasus individu yang terlibat dalam tindak teror karena faktor abnormalitas atau psikopati tetapi tidak bisa kemudian dijadikan sebagai dasar penyimpulan bahwa semua teroris adalah orang gila.

Pandangan ini pada mulanya dianut oleh sejumlah peneliti psikologi terorisme, tetapi mereka kemudian menarik pandangan tersebut karena data-data empirik dan fakta psikologis yang diperoleh melalui kajian trait dan pribadi (personality traits) pada diri pelaku teroris, bahwa mereka tidak mendukung pernyataan tersebut, yang sebelumnya dikatakan bahwa pelaku teroris adalah orang gila.

Dari tulisan sebelumnya akhirnya penulis menyimpulkan bahwa para jihadis adalah korban dari proses distorsi pemaknaan kata jihad, yang dilakukan kelompok yang mengharapkan akan adanya kekacauan. 

Indonesia yang sejak awal berdiri sangat menghormati dan menjaga perbedaan antara Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA), seharusnya dapat kita jaga dari sikap dan tindakan yang merugikan bangsa dan negara. Menumbuhkan sikap moderasi sangatlah dibutuhkan pada saat ini untuk mewujudkan "Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghofur". Sebagaimana yang sudah diamanatkan oleh para Leluhur Bangsa dan Para Pendiri Bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun