Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Fasilitator PAK_Tim Ahli_Fakultas Hukum Universitas Indonesia

My hands to work and my heart to serve

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengetatan Kewenangan Kepala Daerah dalam Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

30 Desember 2023   10:59 Diperbarui: 30 Desember 2023   11:18 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Open Government Indonesia 2023

Pengetatan Kewenangan Kepala Daerah dalam Rangka Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sebagai Optimalisasi Pendapatan Daerah dalam Monitoring Centre for Prevention (MCP KPK)

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) secara prinsip dibentuk untuk memberikan kontribusi dalam pertumbuhan perekonomian daerah, memberikan kemanfaatan bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat, serta untuk memperoleh laba dan/atau keuntungan. Tujuan pendirian yang dimaksud menunjukkan adanya relasi antara keberadaan BUMD dan pelaksanaan desentralisasi yang berkewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sebagaimana yang diatur dalam pasal 18 ayat (2) Konstitusi Indonesia.

BUMD merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Pemda melalui kekayaan daerah yang dipisahkan untuk dijadikan penyertaan modal BUMD. Dalam kerangka regulasi, pengaturan mengenai BUMD tercantum dalam Pasal 304 serta Pasal 331 sampai dengan Pasal 343 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang  Pemda. Atas amanat undang-undang, tata kelola BUMD baik dari pendirian, penyelenggaran, hingga pembinaan dan pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (PP BUMD).

Penulis berpendapat bahwa terdapat hubungan timbal balik antara kewenangan dan anggaran. Anggaran tanpa kewenangan hakikatnya adalah maladministrasi yang berujung kepada risiko fraud/ kerugian negara. Sedangkan kewenangan tanpa anggaran hakikatnya adalah kesulitan melaksanakan urusan pemerintahan baik mengurus maupun mengatur. Secara filosofis, seluruh alur pelaksanaan BUMD merupakan amanat dari Undang-Undang Pemerintah Daerah yang di mana merupakan legitimasi adanya desentralisasi yaitu penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. Lebih mudahnya dapat diartikan sebagai adanya kewenangan kepala daerah yang cukup besar.

Dari sebagian besar kewenangan yang dimiliki oleh kepala daerah, salah satunya adalah kewenangan/intervensi terhadap Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sebagai sebuah badan usaha, seharusnya memiliki pengaturan yang rileks sehingga tidak membuat badan usaha menjadi kaku. Tingginya intervensi kepala daerah, selama ini dinilai membuat BUMD menjadi kaku dan sulit untuk mencari keuntungan. Padahal titik akhir dari capaian BUMD adalah menambah pendapatan daerah.  Selain itu, kerap terjadi intervensi politik dan intervensi birokrasi yang cukup tinggi, sehingga membuat BUMD semakin sulit untuk melangkah maju atau berinovasi. Beberapa kasus yang terjadi di lapangan antara lain, Ombudsman pernah menelisik dugaan maladministrasi dalam Timsel BUMD di Pemerintah Daerah Kota Makassar di mana tercatat sebanyak empat laporan dari masyarakat yang mengadukan dugaan maladministrasi berupa dugaan penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, serta konflik kepentingan dalam proses seleksi tersebut. Dari catatan Stranas PK, hampir 300 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)  di Indonesia yang merugi sementara hampir 250 BUMD tidak memiliki Satuan Pengawas Internal (SPI). Dari keadaan di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan BUMD masih perlu dilakukan pembenahan, masih terdapat banyak problematika yang berujung kepada tidak optimalnya pendapatan daerah sebagai tujuan awal pembentukan BUMD

Salah satu instrumen yang dimiliki oleh KPK adalah Monitoring Centre for Prevention (MCP KPK). Terdapat 8 area yang dilakukan intervensi, yaitu Perencanaan penganggaran, Pengadaan barang dan jasa, Perizinan, Penguatan APIP, Manajemen ASN, Manajemen BMD, Optimalisasi pendapatan daerah, dan Tata Kelola Keuangan Desa. Selama ini, capaian pemeritah daerah hanyalah bersifat kuantitatif, hanya melihat sebatas angka akhir sebagai nilai kumulatif capaian/keberhasil penyelenggaraan pemerintah daerah. Penulis yang secara khusus membahas optimalisasi pendapatan daerah berharap bahwa perlu dilakukan kajian mendalam terhadap optimalisasi pendapatan daerah khususnya strategi peningkatan profit BUMD untuk mengoptimalkan pendapatan daerah.

Rapat Stranas PK 2023 
Rapat Stranas PK 2023 

Oleh karena itu, Penulis menyampaikan beberapa rekomendasi diantaranya:
1. Perlunya pembatasan kewenangan kepala daerah dalam pembentukan BUMD baru. Artinya perlu intervensi yang ketat oleh instansi vertikal yang membidangi urusan dalam negeri, keuangan negara, badan usaha, maupun lainnya sehingga terdapat legitimasi yang jelas.
2. Dalam halnya pengelolaan BUMD, perlu dilakukan pembatasan kewenangan kepala daerah sehingga  seharusnya tidak mengintervensi seluruh proses/alur pelaksanaan BUMD, diharapkan BUMD lebih rileks untuk memperoleh laba/keuntungan.
3. Perlu segera menyusun peraturan pelaksana yang belum ditetapkan sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah BUMD dan perubahan peraturan pelaksana yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi perkembangan saat ini.
4. Sebagaimana catatan dari Stranas PK, bahwa masih terdapat 250 BUMD tidak memiliki Satuan Pengawas Internal (SPI). Kemendagri sebagai instansi vertikal yang membawahi pemerintah daerah, mengamanatkan seluruh BUMD harus memiliki Satuan Pengawas Internal (SPI) melalui pembentukan Permendagri/peraturan perundang-undangan yang sah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun