Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writer

Saat ini, selain tertarik mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat, ia terus belajar menulis serta sangat terpikat pada jurnalisme dan sastra. Perspektifnya sangat dipengaruhi oleh agama dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyentuh Hati: Surat Permohonan Anak-anak di Pulau Runduma kepada Pemerintah Sulawesi Tenggara

5 Juli 2023   22:17 Diperbarui: 7 Juli 2023   19:49 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surat dari Anak-Anak di Runduma Foto: Dokumentasi Arum

Pernahkah terlintas dalam pikiranmu, bagaimana rasanya ketika kita bersemangat untuk belajar, namun tidak ada buku yang bisa kita jadikan sumber ilmu? 

Atau saat kita berharap bisa pergi sekolah, namun tak ada seorang guru pun yang hadir untuk memberikan pengetahuan dan pengarahan? 

Realitas ini, mungkin sulit dibayangkan bagi sebagian dari kita, namun nyata dialami oleh anak-anak di Pulau Runduma, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Wakatobi adalah kabupaten yang memiliki sejarah panjang. Sebelum Indonesia merdeka, daerah ini berada di bawah kekuasaan Kesultanan Buton. 

Gugusan pulau yang dulu dikenal sebagai 'Kepulauan Tukang Besi' baru terbentuk pada tanggal 18 Desember 2003, setelah pemekaran dari yang dulunya merupakan kecamatan dalam Kabupaten Buton. 

Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurus masalah pendidikan dan kebudayaan, UNESCO, menetapkan kawasan Taman Nasional (TN) Laut Wakatobi sebagai salah satu Cagar Biosfer Bumi pada tahun 2012. 


Dengan penetapan ini, Wakatobi menjadi Cagar Biosfer Bumi ke-598 yang tersebar di 117 negara. Cagar Biosfer Bumi Wakatobi juga merupakan Cagar Biosfer Bumi ke-8 di Indonesia. 

Meskipun Wakatobi terkenal sebagai 'surga bawah laut' dengan kekayaan alamnya yang menakjubkan, namun sayangnya manfaat dan dampak positifnya belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat, terutama di Desa Runduma yang terletak di kecamatan Tomia.

Saya sempat wawancara dengan Ade Setyaningrum Sutrisno, seorang relawan di bidang pendidikan di Pulau Runduma pada tahun 2022.

Arum mengungkapkan tantangan besar yang dihadapi dalam sektor pendidikan di wilayah tersebut. Ia menyoroti beragam masalah utama yang harus menjadi perhatian di Runduma. 

Pertama, akses yang sulit merupakan hambatan utama. Terdapat keterbatasan dalam transportasi (hanya ada 2-3 kali dalam sebulan), dan tidak adanya jaringan telekomunikasi membuat sulitnya akses terhadap informasi. 

Selain itu, minimnya akses terhadap buku-buku yang relevan semakin mempersulit siswa dalam belajar.  Ini masalah krusial yang perlu ditangani di Pulau Runduma adalah kekurangan buku di perpustakaan. 

Hal ini penting karena buku merupakan salah satu cara untuk memberikan akses literasi kepada anak-anak di pulau tersebut. 

Tidak hanya untuk anak-anak, penting juga untuk memenuhi perpustakaan dengan buku-buku yang relevan, seperti buku tentang biota laut, budidaya kopra, dan topik-topik lain yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal.

Kedua, masalah terkait dengan para guru yang terjebak dalam metrocentricity juga perlu segera diselesaikan.  Banyak guru yang lebih memilih mengajar di kota-kota besar daripada tinggal dan mengajar di Runduma.

Berdasarkan cerita dari Arum, meskipun terdapat data terakhir yang menunjukkan keberadaan guru-guru dengan status Aparatur Sipil Negara (ASN) dan honorer yang cukup untuk mengajar di Pulau Runduma, namun di lapangan tidak semua dari mereka aktif mengajar. 

Terdapat sejumlah guru yang ditempatkan di Pulau Runduma. Untuk jenjang Sekolah Dasar, terdapat 4 orang guru berstatus ASN dan 4 orang guru honorer.

Sedangkan untuk jenjang SMP, terdapat 5 orang guru berstatus ASN, 1 orang staf tata usaha, dan 6 orang guru honorer. Untuk jenjang SMA, terdapat 5 orang guru berstatus ASN dan 3 orang guru honorer. 

Ada rumor bahwa sebagian guru dengan status ASN yang seharusnya ditempatkan di Pulau Runduma lebih memilih mengajar di ibukota Wakatobi, Wangi-Wangi.

Kondisi ini diperparah dengan Pulau Runduma yang dijuluki 'Nusa Kambangannya Wakatobi' atau bahkan disebut sebagai 'Runduma Tempat Buangan PNS Baru'.  

Pulau Runduma memiliki satu Taman Kanak-Kanak (TK), satu Sekolah Dasar (SD), satu Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan satu Sekolah Menengah Atas (SMA). Dari keempat sekolah tersebut, SMP adalah yang paling aktif dengan fasilitas yang cukup memadai.

Namun, sayangnya, TK, SD, dan SMA hampir tidak memiliki kegiatan belajar mengajar yang berjalan dengan baik. 

Menurut cerita Arum, saat ia mengabdi di Pulau Runduma, ia melihat antusiasme yang besar dari anak-anak yang tinggal di sana. 

Mereka begitu bersemangat dalam belajar, dan hal itu tercermin dalam surat-surat yang mereka tulis kepada pemerintah Sulawesi Tenggara (Sultra). 


Surat-surat tersebut mengandung harapan yang mendalam namun juga kesedihan karena kondisi pendidikan yang sulit di pulau mereka. 

Isi surat-surat tersebut sungguh menyentuh hati dan memperlihatkan betapa pentingnya perhatian dan upaya untuk memperbaiki pendidikan di Pulau Runduma.

Salah satu surat berisi permintaan anak-anak di Pulau Runduma kepada pemerintah Sulawesi Tenggara (Sultra) tersebut berbunyi:

Harapan Anak Runduma

Pak/bu, kami anak-anak Runduma membutuhkan tenaga pendidik. Selama ini kami merasa kekurangan perhatian, guru-guru kami kebanyakan keluar daerah dan mengharuskan kami libur. Fasilitas sekolah sangat terbatas seperti kekurangan gedung, buku, alat aktivitas olahraga.

Di daerah kami juga sangat membutuhkan jaringan internet, kami mohon perhatiannya pemerintah SULTENG (Sulawesi Tenggara, mhg), karena dengan adanya jaringan internet bisa membantu kami belajar tentang dunia luar dan memberikan kami pengetahuan. 

Kami juga tidak memiliki alat transportasi cepat. Pulau kami seperti pulau yang terasingkan.

Kami anak-anak Runduma memohon kepada pemerintah. Kami juga ingin desa kami diperhatikan seperti desa-desa lainnya.

"MOHON PERHATIANNYA"


Surat dari Anak-Anak di Runduma Foto: Dokumentasi Arum
Surat dari Anak-Anak di Runduma Foto: Dokumentasi Arum

Bagi kamu yang ingin berkontribusi di Pulau Runduma, jangan lupa untuk bergabung dalam pengabdian Village Development Expedition (VDE) #3 yang diselenggarakan oleh Barakati Indonesia.

Pendaftaran untuk VDE #3 di Pulau Runduma masih dibuka hingga 8 Juli 2023 (khusus fully funded).

Kamu bisa memilih antara jalur fully funded dengan seleksi ketat, jalur partial funded yang memberikan potongan biaya, atau jalur self-funded. Program ini terbuka untuk siswa dan mahasiswa serta masyarakat umum berusia 16-32 tahun dengan izin dari orang tua atau wali.

Rencana pengabdian mencakup berbagai kegiatan seperti pengembangan berbasis masyarakat, pemeriksaan kesehatan, pengelolaan potensi perikanan, dan lainnya.

Persiapkan program kerja yang relevan jika ingin mengikuti jalur fully funded. Gunakan referensi riset yang tersedia di Google Scholar dan baca panduan di bio Instagram @barakati_indonesia.  

Untuk  VDE #3 sendiri akan dilaksanakan di Desa Runduma, Kecamatan Tomia pada 24 September hingga 07 Oktober 2023 mendatang.

***
Jika Anda telah sampai di sini, terima kasih telah membaca. Jangan ragu untuk meninggalkan kritik dan saran di kolom komentar agar saya dapat menulis dengan lebih baik lagi. [Mhg].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun