Mohon tunggu...
Anshor Kombor
Anshor Kombor Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang terus belajar

Menulis menulis dan menulis hehehe...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

TVone dan Alasan Terpendam FPI Menolak Ahok

11 November 2014   21:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:04 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TVone menayangkan acara talkshow bertema seputar demo ”FPI” dalam rangka menolak Plt. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahaya Purnama yang akrab disapa Ahok, menjadi Gubernur definitif semalam. Aksi unjuk rasa penolakan itu sendiri berlangsung baru-baru ini, dengan klaim diikuti ribuan demonstran pelbagai ormas berlabel Gerakan Masyarakat Jakarta yang seakan merepresentasikan masyarakat Ibukota. Dan tayangan itu menghadirkan narasumber antara lain pihak FPI, pakar HTN Om Irman Putra Sidin, dan telekonferen Imam Besar Masjid Istiqlal Opa Ali Ya’kub dari tempat yang berbeda.

Sedianya melalui diskusi tersebut hendak mengungkap, apa sebenarnya yang membuat FPI sedemikian ogah dengan Om Ahok? Apakah dasar penolakannya memang tidak menabrak koridor konstitusi dan bukan semata pelampiasan sentimen golongan dengan mengacungkan panji agama?

Nah, kiranya siaran televisi itu menyisakan sejumlah pertanyaan mendasar. Terutama awalnya lantaran juga mempertontonkan penggalan liputan saat wawancara dengan Om Ahok –entah kapan itu terjadi– di sela-sela tayangannya. Penayangan (cuplikan reportase) yang mengesankan pula ambiguitas sikap yang masih dipertontonkan sebagian media, bahkan kadang sedemikian vulgar selama ini. Yakni, di satu sisi seolah hanya ingin turut menyajikan informasi ”apa adanya” tanpa ada apa-apanya, pada sisi lain ingin tetap mengindahkan kewajiban ikut menjaga stabilitas sosial atas pemberitaan rilisannya.

Diiyakan atau tidak, kebanyakan media gampang terperangkap dalam mainstream ”the good news is the bad news” sejauh ini. Bagi media yang anehnya pula seakan linear dengan kesukaan umumnya masyarakat bahwa, berita yang baik adalah berita buruk. Media akan lebih bernafsu memberitakan hal-hal buruk dari suatu peristiwa semisal kriminal, maupun seseorang antara lain pejabat, figur publik dan lain-lain. Sedangkan pemirsa pun seakan lebih asyik menikmatinya. Walau begitu, tak sedikit media yang terus berupaya proporsional dalam pemberitaan.

Berkenaan dengan itu, potongan wawancara Om Ahok tentang pembubaran FPI yang ikut diperlihatkan, jelas berkesan provokatif yang bisa jadi kontraproduktif pula dalam upaya mendialogkan FPI dan Om Ahok yang sedang bersitegang guna segera menemukan titik temu. Sebagaimana tentunya harapan mayoritas publik khususnya warga Ibukota yang semakin gerah mengikutinya. Cuplikan tersebut bukan lagi sekadar bagian konfirmasi oleh TVone terhadap subjek pemberitaan yang merupakan amanah jurnalistik. Melainkan, justru terus menghadapkan keduanya.

Sulit dipungkiri hal itu membuktikan TVone memang apa adanya dalam pemberitaan soal FPI dan Om Ahok, tanpa ada apa-apa di baliknya. Apalagi, mengingat hubungan TVone dan Om Ahok sendiri kabarnya sempat tidak kondusif. Pada sisi ini, FPI pun rasanya ikut terperangkap. Karena itu, pihak FPI sempat menyela ketika presenter spontan menyebutkan ”rekam jejak kelam” para oknum FPI dalam beberapa peristiwa terdahulu di pengujung acara malam itu.

Kedua, terkait dengan pihak yang mewakili FPI dalam diskusi tersebut. Klaim bahwa aksi demonstrasi terbaru berumbul Gerakan Masyarakat Jakarta yang konon diikuti pelbagai ormas yang disampaikan oleh pihak FPI patut dipertanyakan. Lalu presenter tidak coba mengejarnya untuk setidaknya mengidentifikasi sejumlah nama ormas yang bergabung dalam unjuk rasa tersebut? Secara pribadi saya bertanya-tanya, apakah para sedulur anggota ormas NU dan Muhammadiyah wilayah Jakarta juga ikut berdemo, dan apakah mereka merupakan bagian struktur aktif organisasi bersangkutan yang mewakili sekian pengikut? Lalu, mengapa pihak FPI saja yang dijadikan narasumber?

Dari perspektif gerakan massa, klaim pihak FPI tersebut sangat janggal dan mudah dibantah. Lebih-lebih kemudian menyebut sebagai Gerakan Masyarakat Jakarta, ada pula yang mengatakan Gerakan Rakyat Jakarta, dengan ribuan bahkan sepuluh ribuan orang segala. Sementara, tampak kentara pada layar televisi massa yang berunjuk rasa rata-rata hanyalah orang-orang yang sedang mengenakan atribut muslim.

Lagi pula agak susah diterima akal, jika memang ormas-ormas (Islam) selain anggota FPI berikut sempalannya turut serta dalam aksi tersebut, lalu begitu saja menjadi makmum di bawah bendera FPI. Perlu diingat, sebagai ormas FPI relatif tidak mengakar luas dalam tataran akar rumput sekalian muslim dan terlalu kecil bila mewakilkan aspirasi melalui FPI. Terlebih jika menengok lagi bentang salah satu spanduk bertuliskan ”...Ahok musuh Islam” yang tanpa disadari juga disorot TVone dan diperlihatkan dalam acara malam kemarin. Jargon yang langka dijumpai pada gerakan ormas Islam selain FPI.

Pada gilirannya, klaim macam itu bukan mustahil justru akan melukai perasaan elemen sosial lainnya. Mungkin klaim demikian bertolak dari asumsi (atau sebatas prejudice usang?) mayoritas warga Ibukota adalah muslim. Hanya saja, jangan lupa pula bahwa belum tentu semua muslim yang diklaim tersebut memang menolak Om Ahok, berdasar pertimbangan harapan atas kinerjanya membangun Jakarta beserta segenap lapisan sosialnya ke arah yang lebih mencerahkan esok, dan bukan sebatas pernyataan-pernyataan Om Ahok yang cenderung kontoversial bahkan dianggap selalu mengguratkan ketersinggungan personal.

Sekali pun seandainya ada masyarakat Ibukota (Maaf) selain muslim, atau katakanlah banyak yang kurang sependapat dengan pernyataan-pernyataan ”pedas” Om Ahok selama ini, bukan tidak mungkin mereka justru mengambil pilihan kritik konstruktif yang berbeda dengan FPI termasuk ormas-ormas yang diklaim sebagai Gerakan Masyarakat Jakarta tersebut. Misalnya, mereka tetap samasekali tidak berkeberatan Om Ahok serta merta kemudian menjadi Gubernur definitif lantaran memang didasari peraturan perundang-undangan terkait, namun mereka juga tetap melakukan pengawasan dan kontrol terhadap kinerjanya sesuai landasan konstitusi.

Ketiga, yang rada menggelitik, alasan-alasan sebenarnya penolakan FPI, selain masih berkutat soal pernyataan-pernyataan tajam Om Ahok dan alasan beda keyakinan, ternyata pihak FPI terkesan akan lebih bisa menerima jika penerus posisi Paklek Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta definitif nanti, berasal dari PDIP. Itu disebutkan oleh pihak FPI di akhir dialog TVone tersebut. Apa maksud pernyataan demikian? Entahlah.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun