Mohon tunggu...
Anshor Kombor
Anshor Kombor Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang terus belajar

Menulis menulis dan menulis hehehe...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sssttt.. Harap Tenang Ada Gelar Perkara "Al-Maidah 51"

16 November 2016   01:34 Diperbarui: 16 November 2016   03:06 1574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.deviantart.com

Gelar perkara atas masalah pengucapan frasa ”al-Maidah 51” yang menimpa petahana Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama yang akrab disapa Ahok, dilaksanakan Mabes Polri secara terbuka-terbatas kemarin. Proses itu melibatkan pula sejumlah pihak.

Antara lain pengawas internal maupun kalangan eksternal kepolisian. Pihak eksternal terdiri dari pelapor, terlapor, saksi, Kompolnas, Ombudsman dan lainnya. Sedangkan masing-masing pelapor dan terlapor dengan ahli (bahasa, agama, pidana).

Tentu proses khusus itu tidak sekadar diharapkan layaknya kehendak Presiden secara cepat, tegas dan transparan. Melainkan, juga adil dan berkemanusiaan sejalan ketentuan hukum, bukan keadilan semau gue, sehingga benar-benar akan membuka jalan keluar yang melegakan sebagaimana diharapkan umumnya sedulur warga Jakarta tentunya.

Karena itu, sedikitnya empat hal yang kiranya patut menjadi kesepahaman bersama dalam mengawal realisasinya. Dengan begitu persoalan ini tidak kian memboroskan energi kebangsaan. Mengingat, pekerjaan rumah yang tak kalah penting guna segera dirampungkan masih menumpuk.

Pertama, semangat penyelesaian konstruktif. Diakui atau tidak, kepolisian telah sedemikian akomodatif terhadap desakan untuk pemeriksaan ucapan Ahok yang digaduhkan. Tengok saja upaya luar biasa Kapolri dengan menyisihkan telegram sebelumnya, tentang kontestan pilkada yang tersandung masalah hukum. Belum lagi, pemberian ruang yang leluasa semisal bagi pelapor dan seterusnya.

Cukup sudah menggencarkan pressure yang berpotensi menimbulkan gangguan ketenteraman masyarakat luas. Berbagai alasan pembenar berdemokrasi akan tak ubahnya akrobat democrazy belaka, ketika ajang menang-menangan menekan hukum yang mestinya tetap menjadi sandaran utamanya.

Jangan lupa juga, peran sekalian penegak hukum selaku pengemban amanah konstitusi dalam rangka menegakkan supremasi hukum. Saat konsensus rasa kebhinnekaan dijunjung tinggi di atas rasa personal, komunal dan primordial. Itu pula seharusnya menjadi alasan dan motivasi setiap anak bangsa, demi bertumbuh mendewasa dengan common sense menjalani tiap ujian fitrah keragaman.

Kedua, anggota DPR minggir dulu. Patut diapresiasi saat legislator Komisi III urung turut serta dalam gelar perkara ”al-Maidah 51” berdalih tidak ingin cawe-cawe dalam proses hukum. Sikap macam itu memang kudu dikedepankan, ketimbang ikut memperkeruh situasi. Toh, wujud tugas dan tanggung jawab anggota parlemen yang prinsip selama ini, masih jauh panggang dari api dalam mewujudkan pencerahan kehidupan rakyat.

Sama halnya kalangan politisi yang terlepas dari persoalan ini. Lebih elok bila membelajarkan eksyen-eksyen politik yang progresif untuk kemajuan bangsa dan negara yang berdaulat di tengah percaturan dunia. Rasanya, generasi bangsa lebih membutuhkan keteladanan sikap negarawan, setelah jenuh dicekoki pembelajaran "jago berpolitik" terlebih sebatas ala machiavelli dan oportunis melulu.

Ketiga, peran media yang mencerahkan. Saatnya media lebih menunjukkan jatidiri sebagai pilar keempat demokrasi, dengan mengawal penyelesaian masalah ini secara mendidik. Dalam arti, jangan memberi panggung kepada pihak-pihak yang tidak mengikuti gelar perkara yang sekiranya hanya berdampak kontraproduktif.

Jika ada permintaan jumpa pers dari siapapun yang tidak berkepentingan dan menambah mudarat, mbok yo sekali-kali menimpalinya dengan seloroh ”wani piro”? Tentu bukan tujuan mengobral ruang pemberitaan, tetapi untuk lebih ketat mempertimbangkan apakah laik sebagai berita atau sekadar warta kolom advertorial, sehingga idealisme jurnalistik pun tidak mudah dimanfaatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun