Mohon tunggu...
Anshor Kombor
Anshor Kombor Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang terus belajar

Menulis menulis dan menulis hehehe...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Ketika Politisi DPR Menampakkan Aslinya

9 April 2015   23:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:19 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ah, tampaknya para elit parlemen masih lebih suka bermain-main dengan isu, ketimbang makin sregep bekerja guna membereskan problematika kerakyatan, agar taraf kehidupan sosial nyata mengalami perbaikan signifikan. Jangankan serius mengurusi kepentingan rakyat, antaroknum anggota DPR malah berkelahi saat rapat kerja dengan Menteri ESDM kemarin.

Setelah diam-diam ikut membiarkan bola panas semasa awal pencalonan BG sebagai Kapolri, hingga kemudian menggelinding ke sana ke mari di ruang publik sekian lama, baru-baru ini kalangan politisi Senayan menggocek paksa bolanya kembali dengan isu reposisi pencalonan BG sebagai calon Wakapolri mendampingi BH nanti. Alasannya, untuk mengembalikan citra petinggi kepolisian tersebut.

Ulah para anggota dewan saat rapat konsultasi dengan Presiden beberapa hari lalu tersebut, menuai reaksi dengan beragam spekulasi aktual terutama di media sosial. Kegaduhan sejalan memanasnya hubungan Polri-KPK hingga ke titik yang cukup mengkhawatirkan, akibat polemik berkepanjangan yang sempat mereda itu pun, menghangat lagi dalam perkembangan terkini.

Masih segar dalam ingatan, ketika DPR menggelar fit and proper test BG, tak lama berselang usai penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK lalu. Dalihnya, mereka sekadar menjalankan administrasi kenegaraan sesuai mekanisme perundang-undangan, menindaklanjuti surat ajuan Presiden terkait. Sebenarnya itu hanya akal-akalan politik anggota dewan yang ogah repot menyambut ”bola” dari Presiden, lalu terkesan menendangnya kembali begitu saja.

Dengan menggunakan forum uji kelayakan dan meloloskan BG, anggota parlemen bukan hanya ingin menunjukkan bahwa mereka sungguh-sungguh bekerja. Tapi, mereka juga terhindar dari cipratan masalah. Lebih-lebih ketika persoalannya kemudian bersulih menjadi kisruh BG-KPK, seiring kritik masyarakat luas yang begitu dahsyat. Alhasil, para elit parlemen dapat bersantai ria –kinerja mereka lepas dari sorotan media dan masyarakat– sedangkan pemerintah kelimpungan.

Saat publik memersoalkan pencalonan itu, anggota DPR memakai putusan praperadilan kontroversial BG yang ”menggugurkan” status tersangkanya, sebagai justifikasi bahwa keputusan mereka tidaklah keliru. Lalu, untuk semakin meyakinkan publik, di antara mereka tak kenal lelah mendesak pemerintah segera melantiknya sebagai orang nomor wahid di institusi kepolisian. Meski pelbagai kalangan menganggap desakan mereka sungguh aneh, di tengah gelegak rasa ketidakpercayaan masyarakat.

Nah, ketika pemerintah mengajukan BH sebagai calon Kapolri pengganti dengan pertimbangan yang diterima, para anggota DPR lagi-lagi keukeuh mengusulkan agar BG menjadi (calon) Wakapolrinya mendatang. Kiranya itu juga akal-akalan supaya pemerintah terperosok ke liang yang sama untuk kedua kalinya. Dari sini, entah disadari atau tidak, semakin tampak asli mereka yang cenderung masih ditandai mandulnya political will mereka dalam keberpihakan terhadap kepentingan rakyat dan sepak terjang kekanak-kanakan.

Pertanyaan-pertanyaan lantas bermunculan, atas tindakan anggota parlemen yang kian susah dimengerti tersebut. Ke mana mereka saat rakyat tercekam polemik BG-KPK yang juga menghembuskan indikasi pelemahan lembaga antirasuah yang senantiasa diharapkan rakyat itu?

Lalu, mengapa mereka tidak sebatas memertanyakan Kejagung yang gagal menangani pelimpahan berkasnya, sesuai kesepakatan trio institusi penegak hukum, sehingga masyarakat bisa mendapatkan penjelasan dan trust urung bertambah jeblok? Mengapa pula mereka tidak semata mendorong KY dan MA misalnya, untuk sekurangnya memperoleh kejelasan soal putusan kontroversial praperadilan hakim Sarpin, yang terasa pula menyembulkan gejala ketidakpastian hukum sejalan putusan praperadilan baru lainnya yang kontras?

Gagasan terbaru fraksi-fraksi DPR demikian, menyiratkan anggota dewan pengusul, atau bahkan para elit pimpinan partai yang biasanya menjadi kiblat sikap politik mereka, diam-diam memendam perasaan bersalah, karena turut bermain-main dalam pertaruhan nasib BG kemudian hendak menebusnya. Tapi, apa mungkin hal itu dalam dunia politik yo?

Kompolnas menduga, politisi Senayan menggunakan sentimen rasa ”kasihan” atas usulan itu, antara lain sebagaimana diberitakan BBC mutakhir. Jika memang hal tersebut yang mendasarinya, bisa dibilang anggota DPR benar-benar tidak peka. Sebab, upaya demikian bisa jadi bukan mengembalikan kehormatan BG, melainkan sekali lagi memosisikannya berhadapan dengan kepercayaan masyarakat yang bukan mustahil justru berdampak sebaliknya.

Yang perlu diingat, putusan praperadilannya sendiri menyisakan polemik yang tak kalah heboh. Belum lagi, kuasa hukum BG dalam gugatan praperadilannya, Razman Arif Nasution, ditangkap oleh tim intel Kejagung dan Kejari Penyabungan, Mandailing Natal, Sumatera Utara, belum lama ini. Preseden terakhir itu mungkin perkara yang terpisah samasekali. Tapi, bukan tidak mungkin publik memiliki penilaian sendiri.

Jadi, alangkah melegakan jika sekalian politisi Senayan tidak memaksakan kehendak pencalonan BG sebagai Wakapolri, termasuk sebagian petinggi kepolisian lainnya yang telanjur rentan dinilai sebagai orang-orang dekatnya. Cukup beri kesempatan pada yang bersangkutan untuk menentukannya sendiri dan jangan mendahuluinya. Sebab, bisa jadi tidak seperti yang dipikirkan. Lebih menenteramkan lagi, kalau para anggota dewan semakin membuktikan kinerja dalam mewujudkan aspirasi rakyat, daripada melampiaskan egoisme pribadi maupun ambisi kelompok, dengan terus bermain-main isu atau bahkan saling tonjok.

Referensi:

-BBC Indonesia

-Liputan 6

-Dan sumber media terkait lainnya

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun