Ini kejadian Kemarin sore, pas lagi ngopi di kios rokok tempat biasa gue nongkrong sama teman-teman. Biasa, sekedar cuci mata, ngeliat mahasiswi yang berseliweran.
hhihiihi..
Lagi asyik ngopi, tiba-tiba, " Pak Djie Sam soe ketengan dua batang berapa?"
" Tiga ribu Neng.."
Sontak kepala kami menoleh, si eneng mana yang merokok Dji Sam soe nih?
Kami terbelalak melihat cewek bule, lumayan cakep, setidaknya kalau bersanding dengan Meg Ryan, aktris idola gue, kagak bakal kalah lah. Hihihih
" Ini nih..bugil, bule gila!" Seru saya sambil meneguk kopi.
Si eneng bule cuek hampir saja beranjak.
" Ngongkrong sini napa, ngopi-ngopi dulu kita.." Canda gue dengan logat Betawi Meruya, padahal gue jawa :D
Si eneng duduk tanpa canggung..
" Gini nih yang gua demen, gaul namanya.."
Temen yang tadi ngobrol sama saya bengong.
" Iya mas, boleh kan numpang duduk. Gila capek banget. Jalan dari Kembangan...mau balik kontrakan. Mana hawanya panas banget lagi," ucapnya dengan bahasa Indo yang fasih walau agak kaku.
" Kerja dimana, Neng?" Saya chit-chat.
" Di lembaga kursus bahasa Inggris," Si Eneng menghisap Djie Sam Soe-nya dalam-dalam.
" Tinggal dimana di Jakarta, " Cerocos saya tetep dengan bahasa, not english :D
" Di Kapling DKI bang, ngontrak disana. Taunan. Setahun lima belas juta. Lumayan lah, daripada saya tinggal di apartemen, ribet. Bulanannya mahal. Lebih baik duitnya buat ngopi..
" Asyikkk.." si Deny ngabacot.
" Betah? " Sambung deny.
" Betah banget.." Si Eneng menghirup kopi hitamnya.
" Ada pepatah bilang, heaven is; American salary, Indonesian wife, Germany car, Chinese food. And hell is, Indonesian salary, Germany wife, American food, Chinese car. Tapi kamu malah kerja di Indo. Berarti si eneng memilih salah satu 'neraka' ini"
"Hahahhahahahah..si Abang bisa aja. " Si Eneng terpingkal-pingkal.
" Lagian loe dapat peribahasa itu darimana si cuy?" Deny penasaran.
" Bang..." Si Eneng menyela,
" Ehem, saya suka Indonesia. Dengan segala keunikannya, dengan segala kekacauannya( waduhh) terutama di Jakarta ini ya bang. Tiap hari saya kerja naik angkot, metromini, kadang ojek. Kalau malam saya laper, gampang, cukup berdiri di depan rumah. Nunggu tukang sate, kadang nasi goreng, kadang ketoprak. Murah dan enak.." Â
Eneng berhenti sejenak. Seperti berfikir untuk terus mengeksplorasi apapun yang menjadikan alasan dia betah di Jakarta.
" Saya hidup di sebuah kota yang tidak terlalu gede di negara bagian California, San Jose.."
Kami-kami khusuk menyimak cerita Eneng. Wajah Eneng agak gak enak diliat pas nyebut kotanya.
" Kalian tau, kalau malam laper disana gak banyak makanan lewat kayak disini. Saya perlu jalan dulu cari grocery, atau resto Fastfood yang makanannya itu-itu aja. Belum lagi kalau saya perlu rokok, sedangkan saya tetap pengin hemat, mana ada rokok ketengan disana. Trus yang ada rokok tanpa cengkih yang rasanya hambar."
Kami-kami hanya manggut-manggut.
" Makanan disini amat variatif, penuh rempah-rempah, bisa beli dimanapun. Asal kita tetap bisa memilih mana yang sehat mana yang enggak.." Pungkasnya sambil menghirup tegukan terakhir kopi hitam serta hisapan terakhir kretek Djie Sam Soe-nya.
" Okay buddies, i got to go, nice to meet you all.."
" Give me hi five, " saya toast tangan dengan dia, ' plok...'
Still thinking that United States is a dream land?
