Jika kedamaian memiliki rupa, mungkin ia berbentuk seperti suasana awal pagi yang teduh di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS).Â
Pemandangan ini bukan sekadar rutinitas, melainkan sebuah ritual sarat makna yang terjadi setiap hari, terutama saat matahari baru menghangatkan bumi di hari Senin ini (13/10/2025).Â
Jarum jam belum lama menunjukkan waktu masuk, namun halaman depan madrasah yang beralamat di sekitaran RT 3 Desa Angkinang Selatan, Kecamatan Angkinang, Kabupaten HSS, telah ramai oleh semangat muda.Â
Para siswa, dengan seragam putih-biru yang rapi dan jilbab yang menutup aurat, mulai berdatangan. Mereka tiba tidak hanya membawa buku dan tas, tetapi juga wajah-wajah penuh harap akan ilmu yang akan dipetik hari ini.Â
Di tengah kesibukan pagi itu, berdiri tegak dua sosok kunci : Ibu Nurhamidah dan Bapak Muhyar. Dua guru piket ini bukan sekadar penjaga gerbang atau pencatat keterlambatan. Mereka adalah representasi pertama dari ketulusan dan pengabdian madrasah.Â
Dengan senyum dan sapaan hangat, mereka menyambut setiap langkah dan kayuhan sepeda atau motor mini elektrik yang mengantar siswa-siswi. Inilah momen yang paling menggugah: Penanaman sikap hormat yang alami dan tulus.Â
Tanpa perlu paksaan, puluhan tangan kecil merangkai isyarat salam dan takzim kepada guru-guru mereka, mencerminkan akar budaya dan ajaran agama yang begitu kuat tertanam di madrasah ini.Â
Sebuah awal pagi yang indah lagi penuh kedamaian. Di saat hiruk pikuk dunia seringkali melupakan etika dan adab, MTsN 3 HSS justru menjadikannya fondasi.Â
Perjumpaan di gerbang ini adalah jembatan yang menghubungkan hati murid dan guru, sebuah penanaman nilai bahwa ilmu datang bersama adab, dan keberkahan belajar dimulai dengan menghormati sang pemberi ilmu.Â
Pemandangan ini adalah pengingat berharga: bahwa pendidikan sejati tidak hanya tentang kurikulum yang padat dan nilai yang tinggi. Pendidikan sejati adalah tentang membangun karakter, menumbuhkan adab, dan merawat ikatan batin antara murid dan gurunya.Â