Mohon tunggu...
Hurriyatuddaraini
Hurriyatuddaraini Mohon Tunggu... Lainnya - Bersama keluarga

Menulis untuk kesehatan jiwa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maaf, Aku Menolakmu!

3 Januari 2021   11:43 Diperbarui: 3 Januari 2021   12:03 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernah suatu waktu sudah tidak tahan lagi dengan keadaan, terisak-isak telepon suami:

"Bang, kita beli mobilnya, yuk. Bunda sudah tidak tahan lagi gak ada mobil ni. Ajuin lagi aja kreditnya, kan masih ada tabungan dikit, kita pinjam sekian aja. Beli yang murah-murah aja, ya?" pintaku dengan suara memelas.

"Sabar, Mi. Insyaallah segera kita beli, tapi gak sekarang, ya. Dan, ingat azzam kita, kita pasti bisa." hibur suami dari kejauhan.

"Huhuu.. baiklah." Aku pun mengiyakan. Ternyata berat sekali meyakinkan diri agar bertahan dalam kondisi demikian.

Di lain kesempatan suami yang telepon:

"Bun, kita ambil aja ya uang di bank, lagi murah bunganya, tu. Susah banget selalu mengandalkan kendaraan umum," ungkap suami mengeluarkan uneg-unegnya. Sebetulnya, di tempat kerjanya ada kendaraan yang biasa dipakai beliau. Tetapi, karena kami bertemu sebulan sekali selama empat sampe lima hari, maka tidak diperkenankan membawa kendaraan dinas lebih dari tiga hari.

"Ya Allah, Bang. Jangan! pokoknya jangan! Sabarlah. Baru juga berapa bulan naik kendaraan umum. Bunda lo, sudah hampir lima tahunan naik L300,  pulang-pergi Banda Aceh-Meureudu, biasa aja tuh. Sekarang gantian giliran Abang, yang merasakannya," jawabku. Bergantian menjadi bijak. Mendadak senyap di seberang telepon, gak ada suara lagi.

Alhamdulillah, setelah setahun berlalu. Sesuatu yang awalnya dirasa berat, pelan-pelan mulai menikmatinya. Dan, masyaallah tabarakallah, di tahun 2020 yang baru saja kita lalui, Allah memberi kami banyak kemudahan, semoga tahun 2021 dan selanjutnya semakin dibukakan jalan untuk lebih baik lagi.

Walau diakui, berat banget tantangan melepaskan diri dari jerat riba. Beragam godaan. Apalagi di hadapan saudara, teman-teman, seolah-olah kita nampak lemah, terlihat miskin. Tetapi sesungguhnya batin kami jauh lebih bahagia, belajar mensyukuri dan menerima apa yang telah diberi-Nya.

Bukankah, sebetulnya kehidupan kita baik-baik saja, hingga kita mulai membanding-bandingkan dengan yang lain. Di situlah awal mula kesyukuran kita pudar.

Dan, kalau kita kaji lebih dalam lagi, utang itu adalah sesuatu yang darurat. Tetapi, jika kita sudah mulai membiasakan diri dengan berutang untuk memenuhi gaya hidup, rasanya tidak lengkap memang jika belum berhutang. Jadi, kalau belum darurat banget, janganlah bermudah-mudah dengan berhutang. Maka, sekarang kami pun terus belajar untuk hidup qanaah, semakin rajin bekerja dan menabung, menghindari hidup berfoya-foya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun