Mohon tunggu...
Rio Estetika
Rio Estetika Mohon Tunggu... Dengan menulis maka aku Ada

Freelancer, Teacher, Content Writer. Instagram @rioestetika

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keadilan Yang Dinegosiasikan

9 Maret 2025   16:43 Diperbarui: 9 Maret 2025   16:43 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi  (sumber: dokumen pribadi)

Seolah tengah membudaya dan mengakar, praktik-praktik korupsi yang ada di negeri Indonesia ini. Belum rampung korupsi timah 271 triliun yang efek hukumnya begitu ringan bak main-main, sehingga menjadi bahan lawak dan parodi di jagad media sosial. Kemudian santer dan viral proyek patung penyu di Sukabumi yang konon menelan dana 15 miliar, ternyata patung terbuat dari bahan kardus. Wow! harga yang fantastis untuk patung penyu dari kardus. Tahan api dan badai kah kardus tersebut? Nyatanya tak demikian patung tersebut ternyata lapuk juga. Dua kasus tersebut mungkin hanya sebagian kecil yang terekspos, tentu dalam skala yang lebih kecil dan mikro praktik koruptif tetap ada dan mungking dibudayakan dalam level-level tertentu. Sedemikian gelapkah negara Indonesia?

Korupsi tak melulu persoalan cuci uang dan penyalahgunaan jabatan. Tetapi korupsi kualitas juga semakin marak. Dalam tataran tertentu, kerap sekali seseorang yang tidak kompeten dalam satu bidang justru mendapatkan kepercayaan dan benefit untuk mengurusi bidang tersebut. Maka, jadilah banyak kegaduhan dan kalau sudah gaduh biasanya ngeles sana ngeles sini dengan argumen yang akan mengocok perut kita semua. Dari sini dapat ditarik seutas benang merah bahwa dalam upaya penegakkan nilai dan norma bangsa ini tidak memiliki ketegasan dan keberanian untuk berkeadilan. Norma dan nilai "jangan korupsi" dan "kerja adil serta jujur" begitu nyaring disuarakan dalam slogan, pendidikan, workshop dan sebagainya. Tetapi, ketika ada pelanggaran, konsekuensi akibat hukumnya sering tebang pilih. Jadi antara mereka yang bekerja dengan baik dan benar tidak ada bedanya dengan mereka yang korup dan tidak jujur. Maka disinilah matinya sebuah norma dan nilai. Konsekuensi hukum atas pelanggaran sering kali dinegosiasikan dengan dalih "dia anak siapa" previllagenya apa, atau berani bayar berapa? Bahkan yang lebih menggelikan lagi ketika konsekuensi hukum itu ditawar dengan rasa kemanusiaan.

Rentetan panjangnya, ketidaktegasan dan ketiadaan keberanian menegakkan norma dan nilai secara adil akan berujung pada penormalisasian tindak salah dan merugikan, perilaku koruptif dan manipulatif akan berkembang menjadi gaya hidup. Bayangkan saja, jika negara dari level atas sampai paling bawah begitu kental dan magisnya perilaku koruptif, apa yang bisa diharapkan dari negera seperti itu? Bukan Indonesia emas yang digapai , justru Indonesia cemas tengah menuju pelupuk mata. Semoga,bagi yang masih punya kewarasan dan keteguhan hati menyuarakan keadilan menjadi penerang dan secercah harapan untuk Indonesia yang dirundung kegelapan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun