Mohon tunggu...
Rio Estetika
Rio Estetika Mohon Tunggu... Freelancer - Dengan menulis maka aku Ada

Freelancer, Teacher, Content Writer. Instagram @rioestetika

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Socrates dan Plato tentang Makna Cinta

19 April 2020   18:30 Diperbarui: 19 April 2020   18:28 5846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu masa Plato memiliki pertanyaan  tentang makna cinta. Akhirnya, Plato mengadukan perntanyaannya itu kepada gurunya, Socrates. Satu kesempatan ia berjumpa dengan gurunya itu.  Mendengar pertanyaan Plato, lantas Socrates memberikan perintah.

Socrates: "Kamu pergilah ke ladang, petiklah lalu bawalah setangkai gandum yang paling bagus dan besar, tapi ingat satu hal, kamu hanya boleh berjalan dalam satu arah. Setelah kamu lewati kamu tidak boleh kembali dan kesempatanmu hanya sekali saja."

Plato melaksanakan perintah tersebut, namun ia kembali pada Socrates dengan tangan kosong tanpa setangkai gandum yang diminta.

Socrates: "Kenapa kamu kembali dengan tangan kosong, mana gandumnya?"

Plato menjawab, " Aku melihat beberapa gandum yang besar dan berkualitas baik saat melewati ladang, tetapi aku pikir akan menjumpai gandum yang lebih baik, maka aku melewatkannya dan mencari gandum lain yang jauh lebih baik. Namun ternyata aku tidak menemukan yang lebih baik dari  yang aku jumpai di awal, akhirnya aku tidak membawa gandum satu pun."

Socrates: "Begitulah cinta"

Lantas apa yang bermakna dari dialog di atas, sahabat kompasiana?

Cinta itu terus menerus mencari dan mendambakan yang terbaik dan sempurna. Namun ternyata terbaik dan sempurna itu tidak ada. Manusia terus mencari dan mengejar cinta, di sisi lain ia juga selalu menghendaki yang lebih, selalu tidak merasa puas dan cukup. Manusia cenderung membandingkan dan berharap yang lebih. 

Sehingga apa yang di dapat? Justru kehampaan dan kegelisahan yang dipanen. Hal ini berlaku bagi manusia manapun yang melabuhkan cintanya karena pertimbangan materi, seperti kecantikan, ketampanan, kekayaan, jabatan, pangkat, popularitas, dan lain sebagainya.

Lalu bagaimana pelabuhan cinta yang hakiki? Ya dilabuhkan kepada Allah Azza wa Jalla penguasa alam semesta raya. Mencinta karena Allah, melabuhkan hati kepada Allah sebagai sandaran paling kokoh tanpa pengembaraan sia-sia. 

Demi masa sesungguhnya manusia itu senantiasa dalam kerugian. Kecuali, mereka yang berupaya mencintai Allah dengan beriman, beramal shalih , dan saling memberikan nasihat dalam kebenaran serta menetapi kesabaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun