Mohon tunggu...
Humairoh Umar Tipuwo
Humairoh Umar Tipuwo Mohon Tunggu... Guru - Ummi Zayan

Perempuan biasa yang berkhayal punya karya luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Diary

Hari Itu, Sebelum Mama Pergi untuk Selamanya

8 Maret 2022   21:54 Diperbarui: 8 Maret 2022   21:57 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hari itu, tepat 2 tahun yang lalu, 8 Maret 2020 kami ada kegiatan di Jakarta selama 3 hari sampai dengan 10 Maret 2020. Qadarullah kami dapat gelombang I. Peserta lainnya ada yang gelombang II dan III. Dan saat itu sudah ada pasien 01 Indonesia yang terkonfirmasi positif Covid-19, tapi belum ada penerapan protokol kesehatan secara ketat. 

Hari itu, kami tiba malam di Hotel karena penerbangan dari Gorontalo siang. Langsung istirahat dan tidak kemana-mana lagi. Besoknya, 9 Maret 2020 pagi sampai malam acaranya full mulai pembukaan sampai penutupan. Lagi-lagi tiba malam di Hotel. Langsung bergegas packing karena besoknya harus balik Gorontalo dengan penerbangan paling cepat yaitu dini hari 10 maret 2020. Malam itu tak bisa lagi tidur, karena tengah malam sudah harus ke Bandara Soekarno-Hatta.

Hari itu, akhirnya kami tiba di Gorontalo sesuai jadwal. Alhamdulillah tak ada delay atau hambatan apapun sepanjang perjalanan 3 hari. Sampai di rumah hanya istirahat sebentar, langsung ke kantor karena ada yang harus dikerjakan meski sebenarnya hari itu masih terhitung tugas luar. Siangnya pulang rumah dalam keadaan lelah dan mengantuk yang luar biasa. Sampai di rumah langsung tidur. 

Selama perjalanan selalu ada komunikasi dengan Papa dan Kakak-kakak di Kotamobagu untuk mengecek kondisi mama. Siang itu kakak bilang kalau mama mau dirujuk ke Manado. Sorenya pas bangun, suami bilang kalau ada pesan dari kakak untuk segera menghubungi keluarga di Kotamobagu. 

Perasaan langsung tidak enak, yang ada dalam banyangan satu-satunya adalah mama yang saat itu sedang dirawat di Rumah Sakit dan siang tadi baru dirujuk ke Manado. 

Setelah terhubung lewat sambungan telepon dengan papa, terdengar isak tangis yang selama hampir 33 tahun tidak pernah sekalipun saya mendengarnya. Papa yang biasanya sangat tegar, selalu berusaha menenangkan kami anak-anaknya yang jauh untuk tidak perlu mengkhawatirkan mama, selalu bilang tidak perlu pulang setiap mama sakit, selalu bilang mama akan baik-baik saja, kali ini tidak. Papa dengan suara sendu menahan tangis saat itu bilang kalau sakit mama kali ini tak mampu lagi mama tahan, segeralah pulang.

Hari itu, ingin rasanya terbang secepat mungkin untuk temui mama, memeluk mama. Setelah telpon ditutup, panik tidak tahu harus mulai dari mana untuk siap-siap. Air mata begitu deras tak sanggup lagi dibendung. Dan malam itu juga saya, suami, anak dan suaminya kakak meluncur ke Kotamobagu. 

Sepanjang perjalanan terus menangis melihat kiriman foto dan video kondisi mama yang terdiam, tidak bicara bahkan tidak lagi memberikan respon apapun. Padahal siang sebelum dirujuk masih sempat bicara banyak hal dengan kakak, bahkan sempat menitipkan beberapa pesan dan menanyakan kabar kami, anak-anak mama yang jauh.

Hari itu, 11 Maret 2020 kami tiba di rumah mama sebelum subuh. Sopir kelelahan dan tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan ke Manado. Akhirnya setelah istirahat sebentar kami memutuskan untuk mencari sopir pengganti yang mau mengantar kami ke Manado dan Alhamdulillah dapat, teman sekolah waktu SD dulu, dan kamipun melanjutkan perjalanan ke Manado. 

Belum separuh perjalanan, kakak paling tua menelpon dan memberi kabar bahwa mama telah meninggal sejak pukul 06.15, sudah beberapa saat berlalu tapi tidak ada yang mau mengabari karena kami sedang dalam perjalanan. Kakak berpesan untuk segera berbalik arah saja, pulang ke rumah mengurus segala keperluan pemakanan.

Hari itu, benar-benar hari paling berat. Mama telah tiada!!! Anak bungsunya bahkan tak berada disampingnya saat mama menghembuskan nafas terakhir. Kami harus ikhlas menerima bahwa Allah telah memanggil mama pulang, Allah sayang mama, Allah telah bebaskan mama dari rasa sakit yang telah lama diderita. Tak lama setelah kami tiba di rumah, mobil ambulance yang membawa jenazah mama telah sampai. Tangispun pecah seketika. Ya Allah Mama... masih tak percaya bahwa mama benar-benar telah pergi untuk selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun