Mohon tunggu...
Humairatu Nailah
Humairatu Nailah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Tanjungpura

Saya sedang menjalankan studi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Amerika Serikat Menjadi Satu-Satunya Negara di Antara 197 Negara Penandatanganan yang Menarik Diri dari Perjanjian Paris

22 Mei 2024   12:04 Diperbarui: 22 Mei 2024   12:19 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
UN Climate Change Conference COP 21 yang terselenggara di Paris, Perancis tahun 2015 silam. (hi.unida.gontor)

Sejak Revolusi Industri, rata-rata suhu global tahunan telah meningkat sedikit lebih dari satu derajat celcius, atau  sekitar dua derajat farenheit. Antara tahun 1880, saat pencatatan akurat dimulai, hingga 1980, suhu meningkat 0,07C (0,13F) setiap sepuluh tahun. Namun, sejak tahun 1981, laju kenaikannya meningkat lebih dari dua kali lipat selama 40 tahun terakhir, suhu tahunan global meningkat 0,18C (0,32F) setiap dekade. Apa hasilnya? Bumi tidak pernah sepanas ini. Sembilan dari sepuluh tahun terpanas sejak tahun 1880 terjadi setelah tahun 2005, dan lima tahun terpanas yang tercatat terjadi sejak tahun 2015. Para penyangkal perubahan iklim mengklaim bahwa telah terjadi jeda. Meskipun suhu global meningkat, beberapa penelitian, termasuk penelitian tahun 2018 yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Research Letters, telah membantah pernyataan ini. Pemanasan global telah menyebabkan kerugian bagi orang-orang di seluruh dunia. 

Para ilmuwan iklim telah menyimpulkan bahwa kita harus membatasi pemanasan global hingga 1,5C pada tahun 2040 jika kita ingin menghindari masa depan dimana kehidupan sehari-hari di seluruh dunia ditandai dengan dampak terburuk dan paling merusak dari perubahan iklim: kekeringan esktrem, kebakaran hutan, banjir, badai tropis, dan bencana lainnya. Dampak-dampak ini dirasakan oleh semua orang dalam berbagai bentuk, tetapi yang paling parah dialami oleh mereka yang kurang mampu, rentan secara ekonomi, dan yang sering kali menjadi korban perubahan iklim. Penyebab utama kemiskinan, pengungsian, kelaparan, dan kerusuhan sosial.

Persepsi para peneliti dari berbagai negara yang merupakan individu dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukan bahwa sejak 1990 hingga 2005 sedang terjadi peningkatan suhu yang menyeluruh di tanah, antara 0,15 -- 0,3C, ini menyebabkan beberapa masalah, salah satunya pulau kecil tenggelam akibat naiknya permukaan air laut karena pelelehan es di Antartika dan Greenland (1 meter per tahun). Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh para peneliti dari Badan Investigasi Antartika (BIA), banyak dari 1 juta hektar es di Antartika pada bagian barat atau lingkaran kutub selatan akan mencair. Dengan ini seringkali menjadi penunjuk kondisi yang berubah dengan cepat di Antartika, suhu yang ada di bumi meningkat. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) gencar menekankan tentang situasi ini, karena biasanya menjadi resiko sangat besar bagi dunia di kehidupan mendatang. Jika berlanjutnya suhu yang tinggi, menurut prakiraan di tahun 2040 (3 dekade lagi dari saat ini) lapisan es dikutub akan benar-benar melunak. Banjir air lautan semakin lama semakin meluas, sehingga pada akhirnya akan menelan seluruh pulau. Dengan kondisi ini, beberapa negara akhirnya membuat Perjanjian Paris.

Perjanjian Paris adalah sebuah rezim. Menurut Keohane (1978), rezim berarti sarana untuk mengatur tindakan dan perilaku negara-negara anggota dalam sebuah organisasi internasional. Dengan demikian, meskipan UNFCCC (United Nations Framework on Climate Change Conference) adalah sebuah organisasi internasional, yaitu suatu bagian dari PBB yang dapat melihat bahwa Perjanjian Paris membatasi negara-negara yang berurusan dengan masalah iklim untuk memperkuat kontrol mereka terhadap pembangunan ekonomi, yang dapat dipengaruhi oleh kenaikan suhu lebih dari 2C diatas ambang pra-industri. Hal ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam kalimat pertama kata pengantar buku Horowitz: "Perjanjian Paris membentuk rezim hukum internasional yang baru" (Horowitz, 2016, hlm. 444). Perjanjian Paris mencakup sejumlah peraturan tentang bagaimana negara-negara dapat memenuhi tujuan mereka.

Sebuah pakta global utama untuk mengatasi perubahan iklim dengan mengalihkan ekonomi dunia dari bahan bakar fosil akan mulai berlaku bulan depan setelah menemui rintangan ratifikasi pada hari Rabu dengan dukungan Eropa. Berbicara dari Rose Garden, Presiden Obama menyebut "Perjanjian Paris" sebagai "titik balik" yang potensial bagi dunia kita. "Ini memberikan kita kesempatan terbaik untuk menyelamatkan satu planet yang kita miliki" kata Presiden Obama.

Amerika Serikat dan 194 negara lain yang mengahadiri Konferensi Perubahan Iklim PBB pada bulan Desember 2015, pada awalnya merupakan pihak-pihak yang menandatangani Perjanjian  Paris dibawah pemerintahan Barack Obama. Pada tanggal 3 September 2016, Barack Obama secara pribadi menandatangani kontrak tersebut. Perjanjian ini mendapat dukungan kuat karena Tiongkok dan Amerika Serikat menyumbang 40% emisi karbon dioksida dunia, menjadikan mereka dua penghasil emisi terbesar. Amerka Serikat, dibawah kepemimpinan Barack Obama, dan kolaborasinya dengan Tiongkok dipandang sebagai penyebab utama kesuksesan awal perjanjian ini. Tujuan dari Perjanjian Paris adalah untuk mngurangi dampak merusak dari aktivitas industri manusia  terhadap lingkungan dan dimaksudkan sebagai warisan lingkungan dari Pemerintah Obama.


Pada tanggal 8 November 2016, penarikan diri Amerika Serikat dari Perjanjian iklim Paris 2015 yang merupakan puncak dari empat tahun Presiden Donald Trump meruntuhkan inisiatif mitigasi perubahan iklim yang dilakukan oleh pemerintahan Obama. Langkah-langkah di tingkat negara bagian dan kota, peningkatan industri energi terbarukan, dan pandemi COVID-19 penyebab merosotnya ekonomi telah memperlambat emisi gas rumah kaca selama masa kepresidenan Trump. Namun, kemunduran di era Trump dapat mengakibatkan lebih banyak karbon yang memerangkap panas memasuki atmosfer selama satu dekade ke depan atau lebih.

Dalam Perjanjian Paris dapat mendorong pengurangan emisi AS sebesar 25% di 2030 dengan target sesuai tetapannya. Namun "Faktanya adalah Amerika Serikat, bersama dengan negara-negara penghasil emisi terbesar lainnya, harus mencapai emisi karbon nol pada tahun 2050, dan saat ini kita tidak memiliki pemerintahan yang menaggapi hal tersebut dengan serius. Kita punya banyak pemimpin non federal," dan itulah yang menyelamatkan kita saat ini, kata Light.

Di posisi paling atas Amerika menjadi negara terbesar pencipta emisi karbon CO2 dari hasil pemakain batu bara. Pada 2021 akhir, terleboh 509 Giga ton CO2 (GtCO2) Amerika hasilkan sejak 1850. Dari 20,3% dai seluruh dunia, sepanjang ini melahirkan bagian terbanyak jika berkaitan atas 0,2C pemanasan yang terjadi sampai sekarang.

Pada tahun 1973, emisi karbon dioksida per kapita di Amerika Serikat 20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Cina dan 66 kali lebih tinggi di India. Pada tahun 2000, ketika banyak pembuat kebijakan dan konsumen AS menyadari dampak emisi gas rumah kaca, emisi per kapita AS telah menurun menjadi lebih dari 21 metrik ton per tahun, sementara emisi per kapita Tiongkok dan India masing-masing naik menjadi 2,9 dan 0,9. Akibatnya, emisi per kapita di Amerika Serikat tujuh kali lebih tinggi daripada di Cina dan 23 kali lebih tinggi di India. Sejak saat itu, tingkat emisi per kapita Amerika Serikat telah menurun, tetapi emisi kabon dioksida per kapita tahun 2021 di negara ini masih hampir 2 kali tertinggi dari Cina dan hampir 8 kali tertinggi dari India.

Keluarnya Amerika Serikat dari Perjanjian Paris merupakan keputusan yang tidak diharapkan dunia internasional. Karena Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang kaya akan emisi karbon terbesar di dunia, partisipasi Amerika Serikat sangat penting untuk mencapai target pengurangan emisi global yang diamana akhirnya mempengaruhi keadaan bumi secara keseluruhan dan pemanasan global akan terus terjadi dan meningkat. Secara politik keputusan Amerika Serikat keluar dari Perjanjian Paris mempengaruhi Hubungan Internasional, ini dilihat sebagai tanda bahwa kurangnya komitmen terhadap kerjasama internasional dalam isu-isu kritis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun