Mohon tunggu...
Hugo Indratno
Hugo Indratno Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk kebahagiaan

pemerhati pendidikan, budaya, dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Adonan Bercerita, Penasaran dan Logika

10 Desember 2020   08:00 Diperbarui: 10 Desember 2020   08:06 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam banyak kesempatan, orang senang mendengar cerita. Lebih senang lagi saat ceritanya menyangkut orang lain. Semakin seru ceritanya ketika dibumbui dengan "jangan-jangan", "coba kalau", dan "terus..?"

Semakin jatuh dalam jurang keseruan saat cerita itu bersambung alias ada cerita terkininya. Apalagi kalau terkaan pendengar banyak melesetnya. Cerita itu pasti ditunggu-tunggu, didambakan, diceritakan kembali, dibuat lagu, dibuat film, dijadikan nama warung, dan sebagainya. Pendek kata, cerita itu menjadi bergulir ke arah-arah yang seringkali tidak ada kaitannya.

Nah, bukankah para pendidik harus jeli melihat sifat alami manusia dalm bercerita dan mendengarkan cerita? Saya mendapatkan kenyataan bahwa mendongeng adalah waktu yang saya tunggu waktu kecil.

Sehat dan bahagialah yang masih menjadwalkan mendongeng buat anak-anak dan cucu-cucunya. Mengapa? karena dengan demikian Anda semua mendapatkan umpan balik ketika bercerita dan semakin menajamkan imajinasi yang mendengarkan dan tentunya Anda sendiri.

Kalau sampai di sini, ada yang berpikir bahwa bercerita itu hanya masuk dalam konteks bahasa, maka Anda siap-siap untuk membaca sampai selesai. Konteks bercerita, masuk dalam segala macam bidang ilmu. Kenapa? Wah, begini kejadiannya.

Seorang yang hendak bicara kapasitas gedung yang ia rancang secara matematis pun, membutuhkan keahlian bercerita kan? Orang tersebut harus bisa menterjemahkan kerumitan matematisnya menjadi sebuah cerita yang membangun imajinasi pendengar.

Boleh saja dibantu dengan segala animasi dan gambar, toh Dia tetap harus ngomong dengan bercerita, kan? Kalau ceritanya membosankan, maka presentasi atau paparan yang dibuat, ya begitu saja, datar. 

Jadi, para pendidik Indonesia, mari melihat hal mendasar ini sebagai upaya meningkatkan konteks pembelajaran. Mungkin pernah dengar istilah inkuiri? Seringkali inkuiri yang disampaikan kepada siswa-siswi adalah maunya guru.

Sementara, secara sederhana, inkuiri mendasarkan diri pada timbulnya pertanyaan dari keingintahuan yang didukung oleh logika. Sampai sini, sepertinya apa yang hendak saya sampaikan mulai terbaca?

Hal sederhana adalah bagaimana inkuiri alias keingintahuan itu terbentuk? Paling mudah membayangkan adalah dari keseruan cerita yang membentuk pola penasaran karena mengejar logika.

Bisa dibayangkan saat seorang guru fisika menayangkan adegan mobil polisi mengejar mobil penjahat. Adegan dihentikan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana sebuah mobil berakselerasi? apakah diameter ban berpengaruh? apakah kapasitas mesin berpengaruh? bagaimana dengan keterampilan mengemudi? Apakah ada hubungan dengan tipe matic atau manual? pertanyaan bisa terus disampaikan hingga bicara tentang rumus-rumus kecepatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun