Mohon tunggu...
Yuhesti Mora
Yuhesti Mora Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta Science dan Fiksi. Fans berat Haruki Murakami...

Menulis karena ingin menulis. Hanya sesederhana itu kok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa-apa Saja yang Berhasil Kupungut Kembali dalam Satu Rangkaian Perjalanan (Sebuah Catatan Perjalanan)

27 Januari 2020   12:55 Diperbarui: 27 Januari 2020   13:06 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang paling bisa gagal membahagiakan kita di dunia ini?

Aku yakin segera setelah pertanyaan itu terlintas di kepala, kita lantas bisa membuat seratus daftar perihal apa-apa saja yang gagal membuat kita bahagia. Dan bisa jadi "kehilangan" ada di daftar lima besar selain soal ini itu yang juga punya potensi luar biasa merisaukan kita semisal menyadari bahwa tidak semua hal yang kita ingini bisa kita gapai, atau berurusan dengan kerumitan-kerumitan birokrasi di negara ini, atau harus melakukan apa-apa yang tidak mau kita lakukan atau yang tersering barangkali... harus berpura-pura bahagia ketika sedang merasa sebaliknya.

Dan jika pertanyaannya diganti, apa yang bisa membahagiakan kita di dunia ini?

Sering kali... teramat sering kita justru butuh waktu yang lama untuk menyadari apa-apa saja yang bisa membuat diri ini bahagia. Mengeluh memang lebih mudah ketimbang bersyukur. Makanya orang-orang butuh perjalanan, butuh hal-hal baru, butuh berjumpa orang-orang baru--keluar dari banalitas keseharian mereka--hanya untuk tahu apa definisi bahagia dan apa-apa saja yang membuat mereka bahagia.

Oh kalau demikian, betapa mahalnya kebahagiaan itu. Apa kebahagiaan tidak lebih sebagai produk atau jasa yang dijajakan di toko-toko, di tempat-tempat wisata, di mal-mal? Bagaimana nasib para yang sedang tidak berkantong sultan?

Apa masih ada kebahagiaan yang murah (jika tidak ada lagi yang gratis di dunia ini)? Apa menjadi bahagia adalah satu-satunya tujuan kita ada di dunia ini?

Sambil memikirkan hal-hal yang demikian, mobil yang kutumpangi berhenti di suatu tempat yang aku tidak tahu di mana setelah bertolak kira-kira setengah jam perjalanan dari titik mula dan aku merasa tidak tertarik untuk ingin tahu apa nama lokasinya. Tiba-tiba aku ingin menikmati saja ketidaktahuanku itu. Sering kali perasaan paling luar biasa di dunia ini adalah justru merasa tidak tahu ketimbang tahu segala hal.

Di tempat pemberhentian mobil yang kutumpangi itu aku melihat dua buah rumah. Saat melihat kedua rumah itu aku menyadari bahwa aku menyukai bentuk atap rumah yang kanan dan menyukai paduan warna rumah yang kiri (makanya aku mengabadikannya dengan kamera ponsel dan kujadikan featured image untuk tulisan ini).

Kedua rumah itu tidaklah sespesial jika kamu melihatnya (aku yakin ketika kutunjukkan foto ini padamu, kau lantas mengernyitkan dahi dan berkomentar apa bagusnya kedua rumah itu?) Dan anehnya karena itulah ia jadi semakin menarik--justru ketika orang lain merasa tidak mengerti apa bagusnya, tetapi aku tahu betapa luar biasanya bentuk atap dan paduan warnanya itu (secara subyektif). Namun tunggu sampai jika ada yang sepakat bahwa itu bagus--persis seperti yang kupikirkan--maka saat itu juga ia hilang pesonanya.

Aku ingat dulu juga pernah merasa tertarik pada satu orang yang justru pada saat ketika ia tidak diinginkan oleh siapapun--pada saat pesonanya tidak terlihat oleh siapapun--tetapi aku melihatnya. Dan itu jadi sesuatu yang spesial karena saat itu hanya aku saja yang bisa sementara orang lain tidak. Itu adalah sebuah perasaan lain yang sama luar biasanya dengan merasa tidak tahu. Namun tunggu sampai orang lain juga bisa melihatnya dan yang terparah malah menginginkannya, pesona itu--anehnya--lantas hilang begitu saja. Ia berhenti jadi sesuatu yang spesial.

Sampai ketika mobil bertolak kembali dari pemberhentian itu dan karenanya kedua rumah itu semakin lama semakin kerdil di kaca spion mobil, aku belum memahami betul perasaan-perasaan macam apa yang berkelindan di kepalaku itu (bukan di hati?) sampai beberapa hari kemudian aku baru bisa memahaminya ketika Ferdy berkata bahwa ia ingin menjadi yang pertama dalam segala hal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun