Mohon tunggu...
Yuhesti Mora
Yuhesti Mora Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta Science dan Fiksi. Fans berat Haruki Murakami...

Menulis karena ingin menulis. Hanya sesederhana itu kok.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Generasi Ceruk Lebar Tanpa Dasar dengan Saringan di Atasnya

24 Januari 2019   16:40 Diperbarui: 24 Januari 2019   18:41 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari sebelum hari minggu, saya ingat betul bahwa saya kala itu sedang merasa begitu gamang. Saya tidak terima kenyataan bahwa frekuensi membaca buku saya telah menurun sangat signifikan. 

Pada dasarnya pada kurun waktu entah-sejak-kapan hingga sekarang saya masih membaca, namun bukan buku melainkan artikel-artikel  daring yang saya sempat-sempatkan membaca dikala sebelum tidur malam. Namun apakah itu sebenarnya sama saja, membaca buku dan membaca artikel daring? Toh sama-sama membaca, bukan?

Masalahnya adalah ketika saya adalah seseorang yang sedang harus mengkampanyekan gerakan "ayo baca buku" melalui platform TBM. Bagaimana mungkin seseorang yang tidak membaca buku menyuruh orang lain untuk membaca buku? Saya tinggal bersama adik-adik saya yang tentu saja sengaja atau tidak sengaja akan menjadi pengamat tiap apapun yang saya kerjakan. 

Ini pasti akrab di telinga para praktisi pendidikan bahwa di dalam proses pendidikan yang utama itu bukan memberi perintah namun memberi contoh. Dan saya merasa gagal di sana. Meskipun saya sedang membaca, namun saya tidak yakin bahwa di dalam pikiran mereka, saya itu sedang membaca. 

Pandangan mereka sebenarnya sama ketika saya melihat diri saya sendiri melalui cermin. Yang terlihat di sana hanyalah seseorang yang bermain dengan gawainya. Seseorang yang sedang membaca atau yang sedang menonton youtube atau yang sedang bermain game atau yang sedang bermedsos ria akan terlihat sama saja.

Saya sedang menimbang-nimbang bahwa apakah saya harusnya menyerah saja. Toh, memangnya apa pentingnya membaca? Orang tak lantas kaya dengan membaca. 

Lagipula perubahan macam apa yang saya harapkan dengan menyuruh orang membaca satu buku? Juga anak-anak itu yang tampaknya membaca apakah mereka memang benar-benar telah membaca? Tidakkah itu mungkin hanyalah sebuah pencitraan saja agar terlihat "sedang membaca"? Dan sebagainya dan sebagainya. Pikiran-pikiran macam itulah yang bolak balik di kepala saya bagai setrika.

Sampai di fase itu saya ingin kembali ke titik nol, mencari tahu apa yang membuat saya memulainya. Saya membaca tulisan-tulisan lawas saya tentang TBM dan menonton tayangan-tayangan yang saya buat di awal-awal saya mendirikannya. 

Hal yang saya dapatkan ketika itu adalah bahwa ada sebuah dendam masa lalu di dalam diri saya tentang betapa tidak berdayanya saya dulu di masa sekolah dasar. Saya ingat dulu saya pernah mengintip dari jendela buku-buku yang tersusun rapi di raknya. 

Ruangan yang katanya perpustakaan sekolah itu tidak pernah dibuka untuk umum. Saya yang dulunya begitu haus akan bacaan hanya harus merasa puas dengan mengintipnya saja tanpa pernah diizinkan untuk meminjamnya. 

Berangkat dari itu, sejak dua tahun yang lalu dengan pikiran yang sederhana saja bahwa saya ingin anak-anak bisa membaca sepuas yang mereka mau, saya bersama rekan menginisiasi TBM. Buku-buku itu tidak perlu dicari susah-susah, ia bisa dipinjam secara gratis dengan hanya satu persyaratan wajib tak tertulis yakni dikembalikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun