Mohon tunggu...
Hanifa Paramitha Siswanti
Hanifa Paramitha Siswanti Mohon Tunggu... Penulis - STORYTELLER

Penikmat kopi pekat ----- MC, TV Host, VO Talent ----- Instagram: @hpsiswanti ----- Podcast Celoteh Ambu

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Weird Genius: Angkat Budaya Lokal dengan Kemasan Internasional

13 Januari 2021   20:41 Diperbarui: 13 Januari 2021   20:55 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Weird Genius (foto:instagram.com/weird.genius) 

Tampaknya Weird Genius menjadi entertainer 2021 yang akan dibicarakan selama sepanjang tahun ini oleh warganet. 

Setelah sukses dengan single "Lathi" yang melambungkan namanya hingga ke kancah internasional pada Maret 2020 silam, Weird Genius terus menapaki tanjakan berikutnya. 

Kolektif musik dari para Youtuber kondang ini menjadi musisi Asia pertama yang tekan kontrak dengan Astralwerks Records, label internasional dari Universal Music Amerika Serikat.

Nggak main-main, mereka satu label dengan Swedish House Mafia, Marshmello, Halsey, Alesso, David Guetta, hingga SIA. Tentu ini jadi awal dari perjalanan grup yang terbentuk sejak 2016 ini di arena internasional. 

Hubungan Beracun
Mengangkat tema toxic relationship, "Lathi" bercerita tentang hubungan yang didominasi kebohongan dan ego. 

Dilansir dari Kompas.com, meski menekankan sisi gelap hubungan, terdapat makna tersirat tentang keberanian dan pendirian menghadapi hubungan tidak sehat.

"Lathi" sendiri berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti ucapan. 

Dalam lagu ini, Weird Genius menyeimbangkan antara musik EDM masa kini dan lirik berbahasa Inggris dengan elemen tradisional dari instrumen maupun bahasa Jawa. 

Semakin Viral dengan #LathiChallenge
Saya pribadi justru lebih tahu #LathiChallenge  terlebih dahulu karena banyak kawan yang bereksperimen dengan riasannya. 

Saya sempat berpikir, "Apaan sih ini banyak orang bikin make up setan-setanan? Efek pandemi jadi pada nggak ada kerjaan kali ya."

Saya bingung apa hubungannya Lathi yang secara harfiah berarti lidah dengan tatanan make up horor. 

Suatu saat saya pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Entah kenapa lagu ini sering diputar di banyak gerai.

Penasaran, saya googling saja lirik bahasa Jawa-nya. Bagian ini memang paling menempel di benak. 

Begitu keluar hasilnya dan saya putar lagunya di Youtube, wah saya kaget. Ternyata orang Indonesia. Saya kira musisi luar negeri yang menyisipkan bahasa Jawa. 

Dari situ saya baru ngeh kalau tantangan make up #LathiChallenge rupanya ada hubungannya dengan lagu ini. Yaelah kemana aja. Hahaha. 

Rupanya tak hanya saya, bahkan anak balita saya pun sebelumnya sudah tahu lagu ini.

Suatu hari kami ke supermarket dan kebetulan saat itu tengah diputar lagu "Lathi".

Anak saya yang tadinya kalem langsung berteriak semangat, "Eh ini kan lagu yang di Tiktok! Bu, ini lagu Tiktok, Bu!"

Saya terperangah. Bahkan bocah ini lebih dulu mengenalnya ketimbang saya. 

Banjir Penghargaan
Rupanya kiprah Weird Genius di jagat permusikan Indonesia dan dunia memang moncer. 

Keterkenalan yang dialami bukan hanya karena viral semata, melainkan juga goresan pencapaian dan prestasi.

Di penghujung tahun lalu, Google mengganjar "Lathi" sebagai Google 'Year in Search 2020' alias lagu paling dicari sepanjang tahun 2020. Mengalahkan BTS dan Blackpink! Wow! 

Tak hanya itu, lagu yang berkolaborasi dengan Sara Fajira ini memperoleh angka pemutaran sebanyak 100 juta kali di sebuah platform digital. 

Alhasil potret Weird Genius terpampang dalam videotron di sudut Times Square, New York, Amerika Serikat. 

Untuk tingkat dalam negeri, grup musik EDM dan synth pop ini berhasil memenangkan tiga piala AMI Awards. 

Tiga kategori tersebut adalah Tim Produksi Suara Terbaik, Artis Solo pria/ wanita/ grup/ kolaborasi Dance Terbaik, dan Karya Produksi Terbaik Terbaik.

Mereka pun memecahkan rekor Spotify Indonesia sebagai lagu dengan durasi terlama yang jadi puncak chart Indonesia Top 50.

Kira-kira prestasi apalagi ya yang bakal ditorehkan grup yang digawangi oleh Reza "Arap" Oktovian, Gerald Liu, dan Eka Gustiwana ini di awal tahun 2021? 

e1496242-ce0c-4d05-935d-349eed585f58-ori-5ffef719d541df234a48d373.jpeg
e1496242-ce0c-4d05-935d-349eed585f58-ori-5ffef719d541df234a48d373.jpeg

Pro Kontra Musik Kontemporer
Perpaduan musik modern dengan tradisi memang punya nilai keunikan tersendiri. 

Di satu sisi mengangkat budaya dan memperkenalkannya kepada khalayak. Di sisi lain juga menjalani tren untuk meraih pasar lebih luas. 

Namun saya jadi ingat perbincangan dengan seorang seniman tembang lagu-lagu tradisional beberapa waktu lalu. 

Beliau yang malang melintang di dunia kesenian lokal selama puluhan tahun ini menanggapi fenomena kekinian saat ini. 

Banyak grup kesenian tradisional yang  menggabungkan aransemen tradisional dengan modern. Biasa disebut sebagai musik kontemporer.

Dalam satu pertunjukan, tak hanya kecapi, suling, gendang, gong, atau gamelan yang berbunyi, tetapi juga ada gitar, bass, drum, keyboard, hingga DJ set. 

Bahkan dalam penampilannya pun kerap diselipkan nyanyian khas tradisi, misalnya kawih atau sinden. Semuanya berpadu dalam harmonisasi apik. 

Sebagai penonton, saya kerap berdecak kagum. Ternyata alunan alat musik dan nyanyian tradisional dapat tampil megah dengan sebegitunya. Saya jadi bangga dengan kesenian lokal. 

Namun rupanya sang seniman kesenian lokal tersebut punya pandangan lain. Ia menganggap para musisi tak mengindahkan kaidah-kaidah yang berlaku. 

Misalnya dari urusan perpindahan kunci nada hingga penggunaan alat musik yang tak sesuai aturan. Ia pun menyayangkan artis yang asal saat memakai teknik bernyanyi tradisi. Dia melihatnya sebagai bentuk abai terhadap filosofi dan nilai luhur kesenian itu sendiri. 

"Banyak yang harus dikoreksi. Mereka sembarangan memainkan musik tradisi. Nggak sesuai dengan aturan leluhur." Kurang lebih seperti itu ucapannya. 

Ketika saya sampaikan opini tersebut kepada beberapa musisi musik kontemporer untuk dimintai tanggapannya, mereka malah punya pemikiran yang terbalik.

Musisi yang selalu menyertakan berbagai alat musik tradisional dari berbagai daerah di Nusantara ini beranggapan bahwa apa yang dilakukan justru jadi langkah awal mengenalkan kesenian tradisional kepada khalayak. 

Menurut mereka, saat ini kebanyakan anak muda nggak lagi memainkan alat musik tradisional karena memang nggak kenal dan nggak tahu. Selain itu juga masih dianggap kuno, jadul, dan nggak keren. 

Alhasil mereka lebih bangga memainkan alat musik modern yang lebih familiar dan dikenal secara internasional. 

Oleh karena itu, musisi kontemporer ini pun memiliki tujuan mengenalkan lagi kesenian lokal dengan cara mengawinkannya dengan kesenian modern. 

"Urusan cara memainkan alat yang nggak sesuai aturan tuh nggak perlu dipermasalahkan. Kalau terus berdebat tentang kayak gimana aturannya, dll, bukankah malah jadi bikin anak muda malas? Belum apa-apa kok ribet banget." Begitu yang dikatakannya. 

Melestarikan Budaya
Menurut saya, tak ada opini yang salah. Setiap insan punya landasan berpikirnya masing-masing dengan dasar yang kuat. 

Tetapi yang penting adalah bagaimana kita bangga dan mahir juga memainkan alat musik tradisional sebagai langkah melestarikan budaya lokal. 

Kalau bukan kita, lantas siapa lagi? Negara lain?

***

Hanifa Paramitha 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun