Mohon tunggu...
Hotmian Simalango
Hotmian Simalango Mohon Tunggu... Guru - I am His

Saya suka mendengarkan lagu Taylor Swift, menonton film romantis dan membaca comic romance

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Namaku Episode Dua

25 Januari 2021   18:33 Diperbarui: 25 Januari 2021   18:38 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hotmian memang agaknya kurang pas buat saya karena perasaan saya mudah sekali meragu. Saya sering kali meragu tentang banyak hal. Berbagai pertanyaan kerap muncul, apakah saya sedang melakukan ini itu dengan benar, inikah yang sebenarnya saya inginkan, jangan-jangan saya sedang melukai perasaan orang lain. Padahal, apa salahnya sih masa bodo dengan hal yang demikian. Bukankah terkadang beberapa hal memang perlu diabaikan untuk menjadi lebih baik. 

Diabaikan dan mengabaikan memang merupakan musuh utama saya. Sulit bagi saya untuk menerima keadaan saat saya diabaikan, pun sulit bagi saya untuk mengabaikan. Saat ini, saya sedang belajar mengabaikan banyak hal. Salah satu langkah yang saya lakukan adalah dengan memutuskan rantai interaksi langsung dan tidak langsung. Tidak membaca pesan, tidak mengangkat panggilan telepon, tidak sibuk mencari tau apa dan bagaimana, dan bahkan tidak mau bertemu. Bukan tidak peduli tapi inilah cara saya untuk menjadi kuat dan menjadi pribadi yang berpendirian teguh seperti nama saya tersebut.

Saya sedang belajar mengabaikan adik saya. Saya pikir saya akan menjadi lebih kuat apabila saya tidak mendengar suaranya, membaca pesannya, atau melihatnya. Jujur saja, saya mengalami banyak kesusahan karena tidak mengetahui bagaimana dia menjalani hari yang berat itu. Saya sulit tidur dan makan karena pikiran saya penuh bukan main. 

Pikiran dan perasaan saya terkuras habis dalam tanya-tanya, bagaimana dia sekarang, apa yang sedang dia lakukan, apakah harinya cukup berat. Berulang kali saya ingin cari tau, tapi saya coba kuat dengan kepercayaan bahwa ini yang terbaik. Inilah yang terbaik yang mampu saya lakukan untuk menunjukkan betapa saya peduli, sayang, dan mencintai dengan sepenuh hati. Sebegitu besarnya hingga saya harus rela untuk tidak mengekspresikannya secara penuh dan nyata.

Tentu, saya sangat mencintai adik saya. Awal mula semuanya adalah karena saya sangat mencintainya. Awal mula semuanya hanya ada kami berdua, bergandengan tangan dan saling menguatkan. Saya mengorbankan banyak hal, berani bertaruh untuk masa depan yang tidak pasti, bahkan melawan segala ketakutan, untuk memastikan bahwa adik saya akan bahagia. 

Inilah kelemahan saya, saya tidak mampu melihat adik saya dalam kesulitan, padahal itulah sebenarnya hal yang dia paling butuhkan untuk belajar.  Ketika dia susah saya langsung gusar, apa dan bagaimana cara untuk menolongnya, yang pada akhirnya ini menciptakan kebiasaan yang membuat adik saya tidak mampu berjuang untuk diri sendiri. Satu-satunya alasan ini kerap terjadi karena saya terlalu lemah dan cepat meragu hanya karena saya sangat menyayangi dia.

Berulang kali, saya mencoba untuk kuat, tapi seketika saya mendengar suaranya, itu langsung terngiang di kepala saya. Setiap kali dia membuat kesalahan, saya pikir mungkin ini saatnya memberi dia pelajaran hidup, tapi segera saya mendengar kabarnya, saya langsung luluh, kalau bisa pengen terbang untuk menolongnya. Ini tidak baik untuk saya, pun untuk adik saya. Saya yang salah karena tidak mampu menjadi kuat untuk adik saya.

Saya mencintai adik saya dengan sepenuh hati. Tidak banyak yang saya inginkan di dunia ini, sungguh tidak banyak, cukup melihat adik saya mampu menjalani hidup dengan baik it is more than enough. Saya sangat mencintai dia lebih dari saya mencintai ayah ibu, diri sendiri, dan bahkan kehidupan ini. Sayangnya cara saya salah, kemudahan yang saya berikan malah membuatnya terlena. Cinta yang berulang kali saya wujudkan malah menjerumuskan dia ke penderitaan yang lebih dalam lagi. Benar kata mereka, mencintai hanya untuk hati yang kuat. Aku harus cukup kuat merelakan kepergiannya. Yuk, bisa hot yuk!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun