Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Membaca dan Menulis Cerpen, Mana Lebih Dulu?

8 Februari 2023   18:47 Diperbarui: 8 Februari 2023   18:55 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Bisakah seseorang menulis cerpen tanpa membaca cerpen lebih dulu? Saya tidak sedang menanti jawaban Anda layaknya memilih mana yang lebih dulu, telur atau ayam. 

Seseorang bisa dengan mudah bercerita dengan teman dekatnya sedetik setelah berpapasan muka. Dengan keberadaan aplikasi perpesanan, bercerita lebih mudah terjalin.

Apa saja bisa diceritakan. Mulai dari remeh temeh sampai yang njelimet soal pemaknaan hidup. Dari cerita tentang diri sendiri hingga menceritakan orang lain.

Hipotesis saya waktu proses penceritaan itu adalah disampaikan lewat bahasa sehari-hari alias cenderung nonbaku. Iyalah, kecil kemungkinan antarteman bercerita dengan patuh pada kaidah bahasa. Kita tidak sedang belajar bahasa Indonesia, bukan?

Cerpen juga sama, adalah cerita. Kalau bercerita biasa, tanpa membaca, mudah dilakukan. Tapi, apakah semudah itu orang tanpa membaca, bisa menulis cerpen? Saya mengajukan beberapa alasan, mengapa tanpa membaca, orang cenderung kesulitan bahkan tak akan bisa menulis cerpen.

Mengerti panjang cerpen

Apakah cerpen itu merupakan kumpulan kata puisi yang dirasa lantaran kepanjangan, maka digolongkan sebagai cerpen? Apakah dengan menyajikan 400 kata, kita sudah bisa mengatakan itu cerpen?

Cerpen sendiri ada aturan mainnya. Jika tidak membaca, maka tidak akan tahu. Antara 500 s.d. 700 kata, disebut cerpen pendek. Cerpen sedang memuat 700 hingga 1000 kata. Sedangkan cerpen panjang lebih dari 1000 kata, bisa sampai 5000, tetapi tidak lebih dari 10.000 kata.

Cerpen-cerpen para pengarang besar biasanya antara 1.000 s.d. 1.500 kata.

Memperkaya kosakata

Berhubung banyak kata yang perlu disajikan, maka kosakata yang dipakai dalam keseharian agaknya tidak mencukupi. Terlebih pula lantaran cerpen adalah bahasa tulis, penemuan dan pencarian arti kata lewat pembacaan cerpen orang pun dalam KBBI akan sangat membantu.

Agaknya kita jarang bahkan sulit menemukan kata "sergah","nanar","terjerembab","nyalang","melongok", dan lainnya dalam bahasa percakapan.

Memperluas unsur kalimat

Menulis cerpen kuranglah asyik jika merujuk ke struktur SPOK dasar. Ada subjek, predikat, objek, dan keterangan yang tidak dikembangkan. Biasanya, cerpen bermain dalam pengembangan keterangan.

"Belum sempat Jabir menyalakan rokok, kakimu sudah kau angkat ke atas meja."

"Dua detik setelah pintu terbuka, terdengar suara teriakan dahsyat."

Nah, cara pengembangan itu dapat ditemukan dengan mudah lewat pembacaan cerpen orang-orang. Ini sangat membantu pula dalam mencukupkan kata guna mencapai batas minimal kata dalam cerpen.

Belajar majas

Satu lagi yang sangat membedakan cerpen dari tulisan lain adalah penggunaan majas. Cerpen sebagai salah satu karya sastra cenderung (hampir selalu pasti) menggunakan majas. Sederhananya saja, dengan mengorangkan benda-benda mati, alias personifikasi.

"Angin dingin yang bertiup membelai-belai rambutnya."

"Suhu udara yang dingin mengatup-ngatupkan dua kelopak matanya."

Ada yang bercakap sehari-hari pakai majas? Belajar majas bisa dilakukan dari membaca cerpen orang pun teori dalam pelajaran Bahasa Indonesia.

Membaca cerpen sangat menolong dalam menulis

Satu lagi hal krusial menurut saya, mengapa seseorang sebaiknya menulis cerpen setelah membaca adalah untuk menyegarkan pikiran penulis sendiri.

Mungkin pada saat pertama jatuh cinta kepada cerpen, akan sangat mudah penulis mengarang. Tapi, seiring berjalan waktu dan tanpa ada pembelajaran lewat pembacaan cerpen, penulis akan bosan dengan tulisannya sendiri. 

Ini bukan hipotesis. Saya sudah mengalami.

Di sisi lain, dengan membaca cerpen, ide juga bertambah pun daya imajinasi meningkat. Kita akan keluar dari kotak pikiran yang itu-itu saja dan berani berkreasi dengan ide yang tidak biasa.

Jadi, apakah bisa menulis cerpen tanpa membaca cerpen terlebih dahulu? Masih ada potensi jawaban "bisa", hanya saja lihatlah cerpen-cerpen yang telah dituliskan itu. Di situ-situ saja, bukan, kualitasnya?

...

Jakarta

8 Februari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun