Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Saya dengan Senang Hati Bersedia Dikritik Sastra oleh Beliau di Kompasiana

30 September 2021   12:44 Diperbarui: 30 September 2021   12:49 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kritik, sumber: Erik Drooker - Censorship via remotivi.or.id

Hai diari, saya ingin bercerita tentang seseorang. Beliau saya anggap dan nilai telah memberi inspirasi kepada saya tentang sastra. Saya perlu memberitahu Anda, barangkali Anda juga ingin belajar darinya. Dengarkan cerita saya berikut, ya, Diari.

Sejauh ini komentar...

Jujur, sejauh amatan saya, para Kompasianer jarang bahkan mungkin langka memberikan komentar secara objektif di tulisan-tulisan fiksi. Yang memberi apresiasi dengan penilaian subjektif, tidak terhitung banyaknya.

Apakah Kompasianer begitu baik sehingga tidak ingin melukai hati orang dengan mengungkap kekurangan karya yang perlu disempurnakan? Atau Kompasianer belum tahu cara menilai karya secara objektif? Barangkali pula, ingin menjaga suasana kondusif untuk menulis di Kompasiana.

Saya pribadi akhir-akhir ini belajar mulai disiplin memberi komentar -- tidak sembarang komentar -- dengan mengulas apa yang ternilai baik berdasarkan hasil pembelajaran autodidak saya seputar cerpen.

Saya pun pernah mendapat kritik dari seorang Kompasianer. Kritik itu selalu saya ingat -- saya berterima kasih padanya -- karena itulah titik tolak yang memacu saya belajar cerpen.

Kritik tidak selamanya buruk

Kritik tidak selamanya buruk. Kritik yang bersifat objektif, dihasilkan dari latar belakang keilmuan yang telah dipelajari, bukan dari rasa suka maupun tidak suka semata, adalah sangat baik untuk membangun.

Terutama bagi para penulis yang belum belajar teori. Di sini, bukan berarti mengekang imajinasi dan materi tulisan, saya sempitkan dalam karya fiksi.

Tetapi, ada memang kaidah-kaidah yang perlu dipatuhi dan seharusnya tidak dilanggar. Contoh kecilnya saja seputar KBBI dan PUEBI. Adakah yang disiplin membaca keduanya sebelum menulis?

Segitiga relasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun