Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Di Sini Ada Babi, Kelinci, dan Merpati

3 September 2021   21:39 Diperbarui: 3 September 2021   22:29 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi babi, sumber: Pixabay.com

Di sini ada babi. Ada kelinci. Ada pula burung Merpati. Kau duduk di dekat sangkar burung itu, bersiul-siul, berbicara entah apa. Merpati itu merespons dengan mengangguk kecil seraya mendekatkan kepala ke pintu sangkar, seperti meminta keluar dan ingin hinggap di bahumu.

Aku harus menerima kenyataan bahwa menikah dengan seorang pecinta hewan, sudah tentu sekaligus mencintai hewan-hewannya. Meskipun terkadang aku jijik dengan kotoran yang sesekali bertebaran, otak binatang yang tidak bisa diajari buang air kecil, belum lagi makanan yang terserak di sana-sini, keluar dari tempatnya.

Ya, aku bilang sesekali, karena kau langsung sigap membersihkan pada sela-sela waktumu setiap pagi. Ketika kelinci berwarna putih dengan garis kehitam-hitaman di punggung yang kau biarkan melompat-lompat di ruang tamu kita sudah selesai makan, maka kurang dari waktu semenit, kau langsung mengambil sapu dan pengki, lantas lantai itu kembali kinclong dari ampas makanan yang kelinci keluarkan berbentuk bulat dan kering.

Masalah Merpati, kau pun selalu rajin menyiapkan makanan dan minuman pada tempatnya setelah kau selesai mandi pagi. Aku hafal rutinitasmu. Bangun tidur, menciumku, berbisik selamat pagi sayang, merapikan selimut, pergi ke ruang tamu, melepaskan kelinci dari kandang, mandi pagi, lantas beranjak ke teras dan seusai memenuhi kebutuhan hidup burung itu, kau akan bersiul-siul, berbicara entah apa. 

Masih berlanjut seputar hewan. Aku tidak pernah tahu, mengapa engkau memilih babi, kelinci, dan Merpati sebagai hewan peliharaan dalam rumah. Sebelum kita menikah, ketiganya sudah ada di rumahmu. Sejak kita tinggal di rumah baru ini, ketiganya kau bawa lengkap dengan kandang-kandangnya.

Katamu, dari binatang peliharaan, kau melatih kepekaan akan kasih sayang. Sesuatu yang tidak kau dapatkan di rumahmu. Di mana ayah dan ibumu terlalu sibuk bekerja, sampai-sampai mereka berangkat dan pulang tidak pernah sempat bercakap denganmu. Kau sudah keburu tidur, karena terlalu pagi dan malam yang begitu larut.

Kau sebetulnya ingin menegur bahkan memarahi mereka, mengapa punya anak tidak disapa barang sekali dalam sehari? Kau tidak mau membandingkan SMS, WA, bahkan video call yang rutin mereka lakukan sama dengan kenyamanan bertemu langsung empat mata, saling bercakap, dan bertanya kabar. Tetapi, apa daya, bertemu saja tidak bisa.

Syukur, kau beroleh dan mengerti kasih sayang dari hewan-hewan peliharaanmu, yang paman belikan untukmu. Mereka sudah menemanimu sedari lama, tetap ada saat kau senang, bahkan sesekali bergerak-gerak mempertontonkan perilaku bodoh dan lucu, seperti ingin menghiburmu saat susah. 

Kau berteriak dalam hati, "Jika bukan karena hewan-hewan ini, mungkin aku sudah mati bunuh diri. Buat apa, kekayaan melimpah tetapi perhatian begitu dingin?"

Dari Merpati, kau belajar ketulusan. Burung Merpati akan tetap setia pada pasangan, sampai salah satunya tiada. Begitu katamu, waktu melamarku di kafe itu. Aku tersipu malu. Kita hanya berdua saja. Mataku kukedipkan berkali-kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun