Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ibuku Tidak Pernah Marah

11 Agustus 2021   21:07 Diperbarui: 11 Agustus 2021   21:41 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ngabuburitan.blogspot.co.id

Bagaimana kabarmu belalang? Mengapa engkau seperti kebingungan? Tidak adakah yang bisa menenangkan hatimu? Gadis itu berusaha memahami, betapa ada kegelisahan tertangkap dari mata si belalang.

Betapa penderitaan ibunya seperti berbayang di sana. Ia perhatikan mulut belalang tidak bergerak. Tidak ada sedikit pun rumput yang bisa dimakan. Gadis itu memegang perutnya. Sebuah bunyi keras terdengar. Ia pun bingung, hendak memakan apa.

Ibu, bisakah engkau dengar kami di sini? Bisakah engkau menolong kami? Gadis itu terjatuh. Punggungnya tersandar pada sebuah pohon. Ia menangis. Perlahan air matanya jatuh. Perutnya semakin kencang berbunyi.

Ia ingin mencari makan, tetapi hanya derita yang mengenyangkan. Ia hendak memungut belas kasihan, tetapi orang bermuka dingin yang selalu ditemui. Orang-orang yang selalu membenci ibu dan tidak tahu bagaimana berterima kasih kepada ibu.

Gadis itu bukan baru berada di taman itu. Ia sudah lama tinggal di sana, sejak tubuhnya dibungkus lampin dan digeletakkan di bawah sebuah pohon. Kala itu, ia hanya bisa menangis dan menangis. Meskipun tidak ada yang mendengar, ia tetap menangis.

Sinar matahari yang kian panas menjelang tengah hari membakar kulit. Hujan lebat beserta angin dingin menusuk tulang. Ia habiskan hari demi hari, sendiri, dan terus bertanya, mengapa ibu tidak pernah marah.

Ia menyendengkan kepala di batang pohon. Ranting-ranting yang berdaun lebat menaunginya, sesekali seperti berayun-ayun, menghempaskan angin untuk menyejukkan dirinya dari panas matahari.

Akar pohon yang kuat dan sedikit meretakkan tanah sehingga terlihat keluar menjadi tempat duduk yang nyaman baginya. Bersama pohon itu, yang adalah beringin satu-satunya di antara pohon cemara di sekitar, gadis itu menghabiskan masa kecil. 

Ia belajar tentang kehidupan. Ia belajar tentang kenyataan. Ia belajar pula tentang keserakahan. Semua pertanyaan tentang ketiganya ditemukan jawaban. Hanya satu yang masih mengganjal, mengapa ibu tidak pernah marah.

Suatu hari matanya terus terjaga. Ia berharap tidak ada orang yang datang malam itu. Sudah cukup! Sudah cukup! Begitu batinnya. Ia tidak ingin melihat ibu menderita.

Tidak ada lagi rimbun dedaunan di sekitar. Belalang yang sama hinggap di rambutnya. Taman itu tidak seperti dulu. Hanya ibu satu-satunya yang masih meneduhkan. Kendati sudah terluka di sana sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun