Standar pemeriksaan dipakai untuk mengolah. Baik kertas kerja berbentuk softcopy maupun hardcopy, tidak ada yang terlewatkan. Jika terdapat temuan, pemeriksa dianggap berhasil menjalankan tugasnya.
Temuan itu pula lah yang seringkali membuat hati pegawai berdetak kencang. Menandakan bahwa ada kesalahan dalam melakukan pekerjaan.Â
Belum lagi kerugian finansial yang ditimbulkan. Ya, tidak dapat dimungkiri, pemeriksaan sekali waktu menjadi momok bagi pegawai bersangkutan.
Pegawai lama sepenuhnya yang mengerjakan tugas
Pemeriksaan berlangsung pada pelaksanaan pekerjaan periode tertentu. Semisal, tahun 2020. Maka, segala hal yang menyangkut pekerjaan pada tahun tersebut wajib memberikan konfirmasi.
Siapa yang mengerjakan, bagaimana cara pengerjaan, siapa saja klien luar yang terlibat, mengapa bisa timbul kesalahan, apakah ada pengendalian berupa koreksi cermat atas penyelesaian pekerjaan, dan seterusnya.
Jika terjadi mutasi sebelum atau bertepatan dengan masa pemeriksaan, seyogianyalah pegawai yang dipindahkan yang bertanggung jawab. Bukan seperti ilustrasi di atas, malah menyalahkan pegawai baru.
Pegawai baru tidak mengerti apa-apa
Pegawai baru sangat berhak menolak untuk diperiksa. Ia belum tahu apa-apa atas bidang pekerjaan barunya. Seumur jagung pun belum.Â
Mungkin sudah sempat memahami, tetapi sebatas membaca dan belajar sistem operasional prosedur pekerjaan.
Untuk bekerja, belum ada pekerjaan yang diselesaikannya. Tetapi, ia sebagai pegawai di tempat bersangkutan sudah harus melayani pemeriksa.Â