Seorang lelaki membuka laptop. Beberapa menit barusan, ia ditelepon atasan untuk membuat paparan. Ia mengaktifkan aplikasi Microsoft Powerpoint.
Ia merenung sejenak. Ia mencoba berpikir jernih. Slide demi slide tanpa terasa selesai sudah. Ia menjadi cepat membuatnya dan terbiasa menyajikannya, sejak kebiasaan menulis diterapkannya.
Saya dahulu penulis fiksi. Lima buku cerpen telah diterbitkan. Semakin ke sini, berubah menjadi penulis opini. Baik fiksi maupun nonfiksi, keduanya sama-sama melatih berpikir.
Bedanya, nonfiksi jelas membahas tentang sesuatu yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Mengulas masalah dan menyajikan solusi. Sementara fiksi lebih kepada memberi ruang bagi otak untuk berimajinasi.
Sepanjang beropini, tentu saya tidak berusaha omong kosong. Opini harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis berdasarkan sudut pandang pribadi atau acuan teori seseorang.
Saya tidak tahu, berapa tepatnya tulisan opini yang telah saya tulis. Yang pasti, bersama ini sudah terbit 533 tulisan, semenjak setahun lebih sedikit saya bergabung di Kompasiana.
Banyak manfaat saya rasakan dari menulis. Seputar pribadi, sangat melegakan jiwa dan raga. Terkait pekerjaan, begitu membantu menyelesaikannya.
Memetakan masalah
Sebelum membahas lebih lanjut, setiap tulisan opini kebanyakan akan menjelaskan masalah dari banyak sisi. Mulai bentuk masalah, siapa yang terlibat, kapan peristiwanya, terjadi di mana, dan seterusnya.
Intinya, semua hal berkaitan dengan sesuatu yang membutuhkan solusi diterangkan dan diselidiki secermat mungkin. Tidak boleh ada yang tertinggal, agar perumusan solusi bisa sebaik mungkin dampaknya.