"Kamu jadi jemput ibu tidak, Pak?"
"Kamu terlalu berat membagi pekerjaan ini, Pak."
Kedua kalimat pertama adalah percakapan anak dengan bapaknya, sementara ketiga adalah keluhan bawahan kepada atasannya. Saya rasa, "kamu" di sana begitu tidak sopan dan merendahkan lawan bicara.
Rasa pada kata "kita"
Sejauh saya berbahasa dengan sesama, saya menemukan ada kehebatan rasa dalam kata "kita". Tidak ada merendahkan atau meninggikan derajat di sana. Yang ada, hanya kebersamaan sebagai manusia.
Kita akan belajar dari empat paragraf di awal tulisan ini. Anggap saja itu penggalan artikel, berjudul: "Bagaimana cara kita menghormati orangtua?"
Ada kesamaan pikir
Penulis ingin menggambarkan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang tertumpuk di pikirannya, mungkin sama pula dipikirkan para pembaca. Ia tidak mau menjadikan pembaca sekadar sebagai tempat ia bertanya.
Ia ingin mengajak pembaca masuk ke dalam pikirannya, entah nanti terwujud dalam bahasa ucapan atau tulisan. Pembaca yang sempat berpikir sama, pasti tersenyum. "Oh ternyata, keanehan peristiwa ini tidak terjadi pada saya saja, ya." Mungkin itu celetuk pembaca dalam hati. Ucapan dan tulisan terasa milik bersama. Bukan hanya punya pencerita atau penulis.
Menggugah perasaan
Penulis ingin mengajak pembaca seolah-olah berkisah tentang perasaan mereka. Penggunaan kata "kita" di atas mengulas betapa bosan mendengar cerita sama berulang-ulang, lalu merasa ingin pergi, tetapi tidak tega karena orangtua yang bicara, yang mungkin tinggal sebentar lagi umurnya.